1-8

9.1K 844 399
                                    

Calum's POV

Luna Edmund.

Gadis yand di luar dugaanku telah kembali setelah empat tahun menghilang dan tak pernah kembali... Aku tidak menyalahkannya, namun aku juga tidak menyesalinya. Setidaknya, kini ia sudah kembali lagi.

Ketika mendapat telepon dari Mali, ia menginformasikan bahwa Luna sedang ke rumah dan mencariku, dan Mali memberinya alamat tempat tinggalku bersama teman-temanku, dan ia sedang dalam perjalanan kesana.

Aku tidak bisa begitu saja memberitahu Mali jika aku sedang bersantai di tempat tinggal salah satu groupieku yang kini menjadi pacarku dan menyuruh Luna untuk pulang lagi ke Perancis.

Luna adalah sosok yang sangat kucintai, dan tidak akan pernah kusakiti. Ia begitu lembut dan polos, bahkan untuk membentaknya saja aku tidak tega. Aku dan Luna belum pernah melakukan aktivitas seksual apapun kecuali make out and touching each other, karena aku sangat, sangat, sangat menjaganya. Sudah kubilang, aku tidak punya hati untuk menyakitinya.

Dan ketika ia memutuskan untuk pergi dan melanjutkan Studinya ke Perancis, hatiku serasa hancur berkeping-keping, semangat hidupku menghilang seketika. Dengan mudahnya, ia melepasku tanpa merasa bersalah sedikitpun, meninggalkanku sendirian dengan perasaan ini.

Namun, tahun berikutnya aku mencoba bangkit dan berusaha bertahan hidup, karena kupikir tidak selamanya aku akan menunggu Luna dengan seluruh kesedihan di pundakku. Itulah tahun awal karirku bersama bandku, kami menciptakan lagu, kami mengeluarkan album, kami melakukan tour, dan kami menemui ribuan gadis seksi yang bersedia menjadi one night stand kami.

Itulah cara terampuh untuk melupakan Luna.

Ketika aku tiba di apartment, mataku langsung menangkap sosok gadis berambut brunette yang duduk di sofa dengan kedua kaki merapat. Ia mengenakan dress floral, tampak seperti Luna empat tahun lalu yang feminist yang mampu membuat hatiku jantungku berpacu lebih kencang seribu kali lipat.

Ia mendapati kehadiranku, dan langsung berdiri untuk merengkuh tubuhku ke dalam dekapannya. Untuk beberapa detik pertama, aku tidak memeluknya balik karena... aku masih shock dan sedikit kecewa.

"Calum, I miss you so much darling." Ia menimbun kepalanya diantara leherku, dan mempererat pelukannya, mengekspektasikan sebuah pelukan balik.

"Darimana saja kau?" tanyaku, masih belum ingin memeluknya balik.

"Cal," Ia melepas pelukannya, God, ia masih secantik dulu, atau bahkan jauh lebih cantik. "Aku menyelesaikan sekolah desain disana, kupikir kau mendukung cita-citaku menjadi desainer?" Ia memajukan bibir bawahnya, mengerjapkan kedua matanya secara bersamaan.

Menghela nafas panjang, aku mengalah dan memberinya sebuah pelukan. "Yeah, Luna. I miss you too."

*

Kami tiba di sebuah kedai teh hijau yang hanya satu-satunya di kota ini. Awalnya aku mengajaknya untuk makan Pizza, tapi ia bilang Pizza tidak sehat dan mengandung banyak lemak, blah blah blah.

"I actually listen to your band." Ucapnya membuka percakapan diantara kami setelah cukup lama saling berdiam.

"Kau tahu aku memiliki band?" Aku bertanya dengan nada terkejut, bagaimana kalau ia juga tahu tentang rumor groupies?

"Calum, tentu saja aku tahu. Ashton memberi tahuku waktu itu, dan uhm, maaf, aku sama sekali tidak menghubungimu waktu itu, karena aku ingin kita sama-sama fokus atas apa yang kita kerjakan." Ia tersenyum, kemudian menyesap tehnya di dalam cangkir.

"Right," Aku mengangguk, kemudian melihat ke arah luar jendela.

Pandanganku menangkap sesosok gadis yang sangat mirip dengan Summer, sehingga aku segera mengalihkan pandanganku dan menatap Luna dengan tatapan horror.

"Tadi, aku bertemu Mali. Ia semakin cantik, Cal." Komentar Luna, senyum terplester di wajahnya. Aku tak tahu mengapa ia suka sekali tersenyum, ia melakukan hal itu sejak dulu. Maksudku, hidupnya selalu bahagia dan selalu sempurna. Maka dari itu, tidak heran jika ia selalu tersenyum.

But, she hardly smiled. Because she's struggling her life, she had a hard life. And, that's another reason why I adore her.

"Cal?" ia melambaikan tangannya di depan wajahku, membuatku segera sadar ke alam realita.

"Ya, uh, Mali memang cantik. Dan saudara laki-laki Mali pun juga tampan," Aku tertawa kikuk, berusaha mencairkan suasana diantara kami.

"Tentu saja, Calum. Kau sangat tampan, aku bisa menjamin kita akan memiliki anak yang sangat cantik dan tampan di kemudian hari."

Fuck, aku belum memikirkan sejauh itu.

"Uh, ya, benar." Aku memaksakan sebuah senyum, kemudian mengusap rambutnya perlahan, berusaha terfokus padanya. Namun aku tidak tahu mengapa pikiranku tetap saja bercabang ke yang lain.

Bukankah Luna adalah fokusku saat ini? Bukankah, memang seharusnya Luna, bukan yang lain?

Tiba-tiba ponselku bergetar dan memunculkan Caller ID yang ternyata adalah Luke, membuatku pamit dari hadapan Luna dan menerima telepon itu.

"Cal, where are you?" tanya Luke setelah aku menerima teleponnya. "Kusarankan, kau jangan kembali dulu kemari. Summer mencarimu."

Aku terdiam di tempatku, tidak mengucapkan sepatah katapun.

Luke, dari sambungan telepon berkata lagi, "Aku akan beralibi pada Summer, kau nikmatilah kencanmu dengan Luna. Aku tahu, kau pasti sangat merindukannya."

"Dan, masalah yang lebih lanjut., kita akan membicarakannya dengan Ashton. Aku tahu kau tidak ingin menyakiti satupun dari mereka, but.. Ah," Luke tidak meneruskan kalimatnya, ada jeda cukup panjang diantara kami.

"Thanks, Luke." Aku akhirnya memutuskan untuk berucap, kemudian memutus sambungan telepon.

Ketika aku kembali ke tempat kami sebelumnya, aku memandang Luna yang sedang menyesap teh hijaunya dengan anggun. Sesekali, ia menyelipkan anak rambutnya yang jatuh menutupi wajah cantiknya, kemudian memandang ke luar jendela dan tersenyum.

"Hei, Luna." Sapaku, sekembalinya aku kemudian mengambil tempat duduk di hadapannya.

"Hei, siapa yang menelepon?" tanyanya, sebuah senyum terplester di wajahnya.

"Uhm, Luke."

"Ooh, ada apa?"

"Hanya memberitahuku sesuatu,"

"Apa sesuatu itu?"

Fuck it. Stop asking!

"Sesuatu tentang band kami, Luna." Aku memaksakan sebuah senyuman, dan ia membalasnya dengan senyuman juga.

Bagaimana mungkin aku dapat mengatur bicaraku dengan Luna agar tetap halus dan lembut, sementara aku tidak bisa sedikit pun berbicara pelan terhadap Summer?...

"Apakah ada sesuatu yang mengganjal di pikiranmu, Cal?" tanya Luna, setelah kami kembali berdiam dalam suasana yang canggung.

Tentu saja. Aku berkencan denganmu ketika pacarku yang satunya mencari dan menanyakanku.

"Tentu saja tidak, aku disini bersamamu, kau akhirnya kembali dari Perancis, jadi sudah tidak ada lagi yang mengganjal dalam pikiranku." Ujarku, membuatnya tersenyum hingga kedua matanya menyipit.

"Cal, apakah kita masih berpacaran?" Tiba-tiba ia bertanya, membuatku tersedak.

"Aku akan memikirkan hal itu nanti," Jawabku memberinya kepastian. Ia hanya menaikkan kedua alisnya dengan penuh tanda tanya.

"Is there something else?"

"Tidak, Luna sayang."

"Oh, syukurlah." Ia menghembuskan nafas lega, kemudian meraih satu tanganku untuk digenggamnya.

"Kuharap kita bisa memperbaiki semua ini, Cal."

Penyesalan selalu datang di akhir, jika di depan namanya pendaftaran.

--

Groupie101 • calumhoodWhere stories live. Discover now