0-1

17.8K 1.1K 364
                                    

"LA make some noise!!"

Teriaknya begitu melengking, diikuti teriakan histeris puluhan ribu gadis remaja seusiaku.

Mereka pun menyelesaikan encorenya dengan cukup baik, memberi salam penutup dan kemudian turun dari atas panggung.

Here we are, di backstage yang mengharuskanku membayar dua kali lipat. Kami menunggu mereka turun dari panggung cukup lama hingga akhirnya pandanganku tertuju pada beberapa security keluar satu persatu.

Ini saatnya, ini saatnya—fuck fuck fuck! Aku nervous seperti akan menghadapi kematian. Dengan langkah berat aku mendekati salah satu dari mereka, yang aku berasumsi bahwa ia Calum (aku mencarinya di google, aku tidak ingin terlihat bodoh di depan mereka).

Calum tersenyum padaku, dan ia menawarkan hal semacam 'you want selfies?' dan aku mengangguk. I'm not a fucking fan, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan ketika bertemu dengan idolaku.

Aku mengeluarkan ponselku dari saku celana dan ia melingkarkan lengannya dibahuku, kemudian sedikit mencondongkan tubuh, berusaha mencapai tubuhku yang dua kali lebih kecil darinya.

"Are you coming with us?" tanya Calum setelah kami melakukan dua kali foto selfie.

What a dick move, ia sangat terburu-buru. Wow, apa ia selalu menawari semua fansnya seperti ini?, atau ia memberi kriteria tertentu?

"Youre coming with her, yeah?" si rambut blonde dengan tubuh setinggi pencakar langit muncul sambil mengalungkan lengannya di leher seorang gadis seumuranku—Oh, ia penjaga kasir swalayan tadi pagi.

Calum tertawa kecil dan menoleh padaku, "tawaran tidak datang dua kali."

Tanpa berpikir panjang, aku mengangguki dan saat itu pula aku merasakan tangan besarnya meraih tanganku, memasuki sebuah sedan Limo dan pergi dari tempat itu.

*

Kami duduk di pinggiran ranjang cukup lama, tidak ada satupun dari kami yang berminat memulai percakapan.

Aku juga tidak ingin terdengar murahan, jadi kusimpan rapat-rapat pertanyaan 'kapan kita akan melakukannya?' dalam benakku.

Calum, di satu sisi, sedang sibuk dengan ponselnya entah apa yang ia lakukan, dan aku juga tidak berniat mengganggunya.

"Apa kau hanya akan diam tanpa melakukan sesuatu?" tanyanya, melirik ke arahku dari ekor matanya.

"Uh.." aku menatap kebawah; ke arah kakiku yang sedari tadi ku ayunkan ke udara. "aku menunggu perintah darimu."

Ia meletakkan ponselnya di pangkuannya dan menoleh ke arahku, "Tapi kukira kau groupie professional?"

Fuck no. Aku tidak ingin ia tahu kalau aku hanyalah fake fan, dan ini pertama kalinya bagiku tidur dengan anak band.

"Professional?" aku balik bertanya sambil menggigit bibir bawahku, masih tidak berani membalas tatapannya.

Calum membeku ditempatnya untuk sedetik, dan menatapku cukup lama. "Stop doing that."

"Doing what?" tanyaku heran, dan untuk pertama kalinya aku berbicara sambil menatap matanya.

Fuck, such a beautiful brown eyes.

Ia menjilat bibirnya sendiri dan mengerang frustasi. "Biting your lower lip like that."

Kedua alisku naik, dan aku tersenyum miring. "Membuatmu horny, kan?"

"You stupid little bitch." ucapnya sambil memutar bola matanya.

Aku tidak mengerti dengan anak ini. Tadi ia bersikap manis, namun sekarang ia sangat tidak sopan. Apa ia melakukan hal yang sama ke fans lain?

"Hey, lalu untuk apa kau mengajakku ke hotel jika kita tidak melakukan itu?" tanyaku kesal. Ia hanya mengangkat bahu enteng, seakan pertanyaanku tidak perlu dijawab.

"Aku tidak pernah mengerti lelaki," desahku, menghirup nafas dalam dan merebahkan tubuh di ranjang.

"Berhenti mengeluh, for God's sake." gumam Calum, cukup keras untuk kudengar. "Kau hanya seorang groupie and its no big deal."

"Lets finish what we started. Mari tidur, aku akan menyanyikanmu nina bobo dan mungkin kau ingin sedikit susu dariku?,

Kemudian di pagi hari ketika kita bangun, kau akan memberiku sejumlah uang dan aku akan pergi."

"Kau gila uang?" tanya Calum sambil berkacak pinggang.

"Ti-tidak seperti itu, aku harus membayar sewa apartementku."

"Hey, kau seperti baru 17 tahun dan harus membayar sewa apartementmu? Dimana orangtuamu?"

Aku memutar bola mata cepat. "Sebenarnya aku memang 17 dan kau tidak perlu tahu tentang orangtuaku."

"Okay..." Calum memasang senyum mesum. "Kau seksi ketika kau marah."

"Ooh, really?" aku menggigit bibir bawahku sendiri, menyadari bahwa aku sedang menarik perhatian Calum.

Calum menjilat bibirnya, merangkak ke arahku perlahan, "Stop biting your lips. I will do it for you."

Dan dengan itu, bibir kami bertautan—kelaparan akan sebuah ciuman yang perlahan menjadi semakin panas. Bibir lembutnya kini bermain kasar dengan milikku, tidak membiarkan aku mengambil nafas sekalipun.

That was a blurry night.
*

Aku terbangun ketika sinar matahari mencelos dari balik tirai jendela. Perlahan mataku mulai terbuka, dan saat itu juga aku menyadari tak ada sehelai benangpun yang mencoba menutupi tubuhku.

And there he is. Tertidur lelap disampingku, samar-samar aku bisa mendengar dengkuran halusnya dan pipi chubbynya tampak dua kali lebih merah.

Entah mengapa terbesit sedikit rasa kebanggaan di kepalaku ketika aku menyadari—aku tidur dengan orang terkenal semalam.

Setidaknya ibu tidak akan bangga dengan pencapaianku semalam.

Dengan malas dan setengah mengantuk, aku turun dari ranjang dan mengambil langkah ke kamar mandi, berniat membersihkan tubuhku.

Aku selesai mandi ketika aku melihat refleksi diriku di cermin. Ada, satu... dua... tiga... tiga bekas kecupan Calum di leherku. Aku tertawa mengingat semalam ketika Calum mengerang dan mendesah tapi ia tidak tahu namaku sehingga ia hanya meracau tidak jelas.

*

"Tuliskan berapapun nominal yang kauinginkan." ucap Calum dingin.

Ia kembali ke sikap anehnya lagi pagi ini. Begitu dingin dan kasar, ia bahkan tidak membiarkanku bicara, ia selalu menyelaku.

Aku menatapnya dan cek kosong itu secara bergantian, menimbang-nimbang nominal yang kuinginkan, kemudian aku mengambil bolpoint dan menuliskannya.

"Now leave."

Kedua mataku terbuka lebar mendengar pernyataannya yang terkesan mengusir. Wow, apakah ia bukan morning person?

"Okay." aku mengatur nafasku dan mulai memunguti barang-barangku.

"Itu hanya semalam, kau tidak perlu mengingat-ingatnya."

Lagi-lagi ia membuat kedua bola mataku seakan copot dari soket mata. Ucapannya begitu tajam dan menyakitkan, namun aku tidak bisa berbuat apa-apa semenjak ia memberiku cek kosong tadi.

He fucking pays you, Summer.

Lagipula, aku bersumpah ini akan menjadi pertama dan terakhir kalinya aku bertemu dengan Calum.

Tanpa goodbyes, aku membawa diriku keluar dari kamar hotel nomor 101 ini, dan aku menyadari.

Dunia groupie bukan untukku.

*

Groupie101 • calumhoodWhere stories live. Discover now