Bagian Dua Puluh Empat: Bisa Jadi

14K 1.5K 181
                                    

HAPPY EID MUBARAK 1936 H GUYS! (for my muslims readers) yang mudik hati-hati ya di jalan, jangan lupa banyak doa dan jangan lupa support aku terus *apaini* 

by the way, happy reading!

*abaikan judul chapt ini, authornya kehabisan ide buat judul HAHA*

―Sav

==

Bagian Dua Puluh Empat: Bisa jadi.

==

"Nara, habis dari mana?" wanita yang memakai apron berwarna biru itu langsung bertanya begitu mendapati putranya berjalan memasuki rumah dengan raut wajah tidak terbaca. Makan malam bahkan sudah selesai―dan Nara baru saja sampai rumah.

"Dari rumah teman Ma." bohongnya sambil mengulum senyum. Setelahnya, Nara tidak menghiraukan apa pun dan hanya berjalan memasuki kamar. Mengunci pintunya sebelum mengacak rambut.

Pemuda itu melepas topi yang dikenakannya, menatapnya kosong untuk beberapa menit. Nara menepuk dahinya lalu menyenderkan punggungnya ke pintu. Perkataan Nanda tadi terngiang di otaknya. Yang lebih buruk lagi, wajah Atha tidak bisa lepas darinya. Apalagi ekspresi Atha saat mendengar Nara mengubah topik secara tiba-tiba.

Nara menghela napas. Dia merasa payah. Tidak bisa menjawab pernyataan cinta seorang perempuan―ini yang pertama kali untuknya. Nara melirik meja belajarnya, melihat buku catatan kecil disana. Buku yang belakangan ini dia isi berdasarkan saran Atha.

Geram, dia menunduk. Menutup sepasang matanya. Bertanya pada perasaannya sendiri. Rasanya baru beberapa hari dia mengenal Atha―secara logika, dalam waktu sesingkat itu seharusnya tidak mungkin Nara bisa menyukainya.

Supaya lebih jelas, Nara tidak pernah percaya dengan konsep "cinta pada pandangan pertama".

Usai terdiam dalam posisi yang sama untuk waktu yang cukup lama, pemuda itu sontak membuka matanya kemudian beranjak berdiri. Lantas teringat peristiwa sebelum Atha menjadi teman sebangkunya. 

Ya. Siang itu―tidak salah lagi. Disaat Nara mencoba kabur, berniat membolos melalui pintu belakang sekolah, Nara menabrak seorang perempuan hingga menindihnya.

Dan perempuan itu, Atha.

Nara mengerutkan dahi. Sadar bahwa dia melupakan satu fakta baru yang penting. Yaitu; semenjak pertama bertemu Atha―perempuan itu sudah memanggilnya dengan nama, seolah dia sudah lama mengenalnya.

Kini, semua hal tentang Atha terasa ganjil untuk Nara.

Dia berjalan menuju meja belajarnya. Membuka halaman pertama dari buku catatan kecil itu dan sedikit terkejut. Di pinggir atas gambar wajah Nanda―ada nama Atha berada disana, dibulatkan dengan goresan pensil tipis. 

Mungkin.

Mungkin, dia memang menyukainya. Tanpa sadar.

》》》

Atha menekuk kedua kakinya kemudian memeluknya erat. Matanya tidak bisa berhenti menatap topeng yang dia letakkan di depannya. Topeng power rangers pink yang diberikan Nara. Bahkan sampai detik ini pun, jantungnya masih berdebar cepat. 

"Kita harus coba portalnya malam ini." suara Faust menginterupsi lamunannya. Atha yang tengah duduk menyender tembok diatas kasur kemudian menoleh untuk menatap makhluk itu. Dia hampir mendengus kecewa―rasanya waktu berlalu terlalu cepat. 

Sebelum dua puluh empat jam waktu masa lalu berlalu, mereka harus sudah kembali ke masa depan. Atha lupa soal itu.

Jadi, ini bisa saja jadi malam terakhirnya di masa lalu. Bisa jadi.

Replaying UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang