Bagian Tiga Belas: Dia-lo-gue

13.2K 1.4K 63
                                    

==

Bagian Tiga Belas: Dia-lo-gue

==

Reaksi pertama Atha saat melihat Nara yang berdiri di depan pagar rumah adalah diam. Wajahnya memucat sementara raut heran tercetak di wajah pemuda di depannya. Bahkan diluar kesadarannya, dia sempat menahan napas selama beberapa detik.

"Atha?" ucapnya dengan nada tanya. "Bukannya ini rumah Kariza?"

Bibir Atha rasanya terlalu kelu untuk menjawab. Dia sibuk sendiri mengatur detak jantungnya yang liar setiap kali berada di dekat Nara.

"Woi." panggil Nara. Menjentikkan kedua jarinya di depan wajah Atha hingga perempuan itu berkedip.

"Eh, iya. Ini rumah Kariza." jawab Atha.

"Terus kenapa lo," Nara menatapnya dari atas hingga bawah. Bingung karena ketimbang memakai pakaian kasual sepertinya, Atha malah memakai pakaian rumah. "Yang buka pintu?" sambungnya, menyelesaikan.

Atha merutuki dirinya sendiri dalam hati. Sebal karena mau saja disuruh-suruh oleh Kariza membukakan pintu. Ini semua salah dia, dasar Kari.

"Karena gue pengen?"

"Tunggu, gue nggak ngerti. Lo tinggal serumah sama Kariza?"

Atha dengan cepat menggelengkan kepala. Bisa gawat kalau Nara tahu soal dia yang menumpang di rumah Kariza. Nara yang SMA bukanlah sosok yang Atha nilai bisa mengunci mulutnya rapat. "Mm, gue tetangga barunya?" ujar Atha yang lebih terdengar seperti pertanyaan ketimbang pernyataan.

"Ooh."

Atha menggeser tubuhnya, memberikan sedikit ruang agar Nara bisa memasuki rumah. Kemudian, dia pun bertanya. "Masuk?"

"Nggak, gue nunggu Nanda datang." jawabnya sambil melihat jam di pergelangan tangannya. Tanpa sadar membuat Atha mencengkeram erat ujung bajunya.

Mau di masa lalu, atau di masa depan―pikiran Nara tidak pernah tertuju padanya. Atha menunduk, menatap sepasang kakinya yang beralaskan sendal jepit. Seandainya saja Atha tahu cara untuk membuat Nara memperhatikannya, mungkin Atha bisa lebih cepat kembali ke masanya. Di masa depan, Irina. Di masa lalu, Nanda. Standarnya terlalu tinggi untuk seorang Atha yang biasa-biasa saja.

Suara langkah kaki diikuti suara Diana dari balik daun pintu sontak mengalihkan perhatian keduanya. Wanita bermata sayu itu menyungging senyum lebar yang memperlihatkan deretan giginya ketika mendapati Nara berdiri di depan gerbang. Membalas senyuman wanita itu dengan senyuman yang lebih manis lagi.

"Nara, yaampun! Tante pikir pegawai jasa antar barang. Gimana kabarnya?" Diana berjalan menghampiri mereka dan memeluk Nara.

Atha mengangkat kedua alisnya. Sempat bingung saat melihat Diana terlihat akrab sekali dengan pemuda itu. Namun semuanya terjawab ketika Atha mengingat perkataan Faust soal hubungan Kariza dan Nara. Ah ya, mereka pernah jadi teman dekat, batinnya.

"Udah lama banget kamu nggak main-main kesini, ayo masuk Nara." ucap Diana sambil menarik pergelangan tangan Nara, menyeretnya memasuki rumah―yang mau tidak mau dituruti olehnya. Meninggalkan Atha di ambang pintu gerbang rumah sendirian. "Atha, tolong tutup pintu gerbang ya." tambah Diana beberapa saat setelahnya.

Tanpa menjawab apa pun, Atha langsung menutup pintu gerbang. Tidak lupa memastikan sekali lagi kalau tidak ada tanda-tanda yang lain akan datang. Di lain sisi, Nara yang sebelah tangannya ditarik paksa―menolehkan kepalanya ke belakang. Memperhatikan sosok Atha dalam diam.

"Kamu tunggu disini dulu ya, Tante buatin teh." ucap Diana saat keduanya tiba di ruang keluarga. Nara yang sudah duduk diatas sofa hanya mengangguk tanpa menghilangkan senyumannya. Mata coklatnya menyisir sekitar hingga pandangannya lagi-lagi jatuh pada Atha yang baru saja memasuki rumah.

Replaying UsWhere stories live. Discover now