Bagian Enam: Pengakuan, Kesepakatan

16.5K 1.6K 42
                                    

==

Bagian Enam: Pengakuan, Kesepakatan

==

Atha menghela nafas singkat dan menyenderkan tubuhnya ke dinding belakang punggungnya sementara beberapa pasang mata siswa dan siswi yang berkeliaran keluar gerbang sekolah menatapnya penasaran, berhubung perempuan itu memakai pakaian bebas.

"Lama banget, sih."gerutu Atha seraya menatap jam dipergelangan tangannya. Kakinya mengetuk-ngetuk tanah pelan, sementara kedua telapak tangannya dia masukkan ke saku celananya.

Sudah sepuluh menit berlalu sejak Atha tiba di depan sekolah Nara―yang juga sekolah Kariza. SMA Artadhiyaksa. Matahari perlahan turun dari tempatnya semula, namun dia belum sama sekali mendapati batang hidung Kariza keluar dari pintu gerbang.

Pemuda itu berjanji akan pulang lebih cepat hari ini dan tidak akan mampir kemana-mana pada Diana, Mamanya. Namun kenyataannya Atha sampai harus turun tangan mencarinya.

Tidak berapa lama kemudian, sesuatu menyentuh sebelah pundak Atha pelan. Membuat perempuan itu menoleh kesamping dan berjengit.

Faust ―dengan menyebalkannya― memunculkan setengah tubuhnya, menembus dinding persis disamping Atha menyender barusan. Wajah makhluk itu datar-datar saja, seperti tidak merasa bersalah karena kerap kali membuat Atha kaget.

"Lo, hft."Atha memutar kedua matanya. "Jadi dimana dia?"tanyanya.

Beberapa saat yang lalu, Atha memang menyuruh makhluk bersayap itu pergi mencari posisi Kariza. Soalnya Atha tidak bisa masuk kedalam karena sistem keamanan sekolahnya ketat, tidak sembarang orang bisa memasuki kawasan sekolah. Di sisi lain, Atha juga tidak mau kakinya pegal-pegal mengelilingi sekolah yang diluar dugaan, lebih luas dari perkiraannya.

Ketimbang menjawab pertanyaan Atha, Faust malah mengayunkan tangannya di udara. Menyuruh Atha untuk mendekat.

"Ada apaan sih?"

Faust celingak-celinguk ke sekeliling. Setelah memastikan kalau tidak ada orang lain yang sedang memperhatikan mereka atau berjalan di dekat keduanya, dia mengayunkan sebelah tangannya di udara.

"Tutup matamu."suruh Faust.

"Hah?"

"Matanya,"Faust menunjuk sepasang mata Atha dengan dua jemarinya. "Ditutup."sambungnya, menyelesaikan.

Atha mendesis tapi memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut. Perempuan berambut sebahu itu lalu menutup kedua matanya―dan merasakan sesuatu menggamit telapak tangannya, menariknya pelan.

"Buka."

Ketika Atha membuka matanya, dia membelalak kaget. Tubuhnya sudah berada di sisi lain dinding. Yang artinya sekarang, Atha sudah berada di dalam kawasan sekolah. "Keren." gumamnya pelan seraya berjalan mengikuti Faust didepannya.

Pepohonan rindang dan hamparan rerumputan hijau menghiasi sekitar. Atha menebak, saat ini mereka berada taman samping gedung sekolah Nara yang berjumlah tiga lantai. Dari tempatnya berpijak, Atha bisa melihat gedung olahraga juga lapangan belakang sekolah yang ramai dipakai oleh anggota klub sepak bola. Sementara beberapa siswi duduk dibangku penonton dengan antusias memperhatikan gebetannya masing-masing.

"Riza dimana, Faust?"pertanyaan Atha membuat yang ditanya menoleh. Namun baru sempat buka mulut untuk angkat bicara, derap langkah kaki langsung membuat Faust mengalihkan pandangannya ke tempat lain―sebelum akhirnya menarik lengan Atha hingga keduanya terpaksa berjongkok dibalik semak. Faust menaruh jari telunjuknya didepan mulut Atha.

"Ada Nara."

Makhluk bersayap itu mengendikkan dagu. Menyuruh Atha mengintip melalui celah-celah semak.

Replaying UsWhere stories live. Discover now