Bagian Enam Belas: Curhatan dan Sepatu?

13K 1.4K 62
                                    

==

Bagian Enam Belas: Curhatan dan Sepatu?

==

Kariza perlahan membuka kedua kelopak matanya. Mengerjap untuk beberapa saat sebelum akhirnya terbangun sepenuhnya. Mata hazel pemuda itu menyisir ruangan―dan pandangannya jatuh pada jam di sudut ruangan yang didominasi warna putih serta bau obat-obatan ini.

Menyadari hanya dirinya yang tersisa sendiri disana, Kariza lantas beranjak dari posisi baringnya. Dia menghela napas berat dan memegangi dahinya untuk beberapa saat. Panas. Meski dia sudah berada disini sejak tiga jam terakhir tapi kondisi tubuhnya belum membaik.

"Permisi." ucap sebuah suara tak asing. Tak lama, dari balik tirai yang menutupi bilik kasurnya muncul Nanda yang sedang memeluk ransel Kariza. Dan tentu saja Kariza secara otomatis langsung menyambutnya dengan senyuman seribu watt. "Eh Kari―lo udah bangun ya ternyata."
"Udah pulang ya?"

Nanda mengangguk lalu mengangkat kedua tangannya. "Dari sepuluh menit yang lalu." jawabnya.

"Tapi kok lo yang bawain tas gue kesini? Haykal mana?" Kariza lagi-lagi bertanya. Kali ini sambil mendongakkan kepala, berharap salah satu teman kelasnya yang lain menungguinya di belakang Nanda―namun tidak ada satu pun disana.

"Tadi Haykal yang mau bawain tapi karena dia lagi buru-buru jadinya nitip ke gue. Anaknya baru aja ngacir." jelas Nanda. Kariza mencibir Haykal pelan.

"Makasih Nan, udah bawain tas gue. Maaf ngerepotin lo." ucap Kariza, menambahkan.

Nanda tertawa. "Yah elah. Lo mah emang selalu bikin gue repot kali." timpalnya seraya menyerahkan ransel yang dipeluknya pada si pemiliknya.

Kariza menerimanya dengan senang hati. Memakai selempangannya sebelum memakai sepatu dan beranjak berdiri. "Gue bosen banget disini daritadi."

"Lagi siapa suruh situ sakit." sahut Nanda yang membuka pintu ruang UKS lebih dulu.

Begitu keluar, Kariza langsung menolehkan kepalanya kearah langit dari sisi koridor. Sebelah tangannya terangkat. Membiarkan bulir hujan mengenainya. "Hujan. Sejak kapan?"

"Daritadi pagi. Kalau nggak salah." Nanda menjawab lagi.

Kariza melangkahkan kakinya cepat dan menghalangi Nanda sesampainya tepat di depan perempuan itu. Senyum miring tersungging di bibirnya yang masih pucat.

"Hadiah buat orang sakitnya mana?" tanya Kariza yang kemudian merentangkan tangannya lebar. Bersiap menerima hadiahnya.

Nanda memutar kedua bola matanya, mendengus dan menendang tulang kering Kariza agak keras yang sukses mendapat ringisan kesakitan darinya.

Daripada marah, senyuman Kariza malah semakin lebar. Mengetahui bahwa cinta pertamanya sejak masih duduk di bangku taman kanak-kanak itu tidak pernah berubah sejak dulu. Jadi dengan hati yang riang Kariza menyusulnya dan berjalan bersisian dengan Nanda, menyusuri koridor.

"Gue heran," ujar Nanda tiba-tiba, beberapa saat setelahnya. Kariza yang di sebelahnya hanya melirik perempuan itu melalui ekor mata. "Murid baru itu loh―si Athalia, dia tadi pagi masuk tapi mendadak hilang. Padahal tasnya masih di kelas."

Kariza menghentikan langkahnya. Otaknya baru saja ingat akan Atha. Pemuda itu menutup kedua matanya sejenak dan menghembuskan napas. Berusaha tabah menghadapi sikap perempuan yang menumpang di rumahnya belakangan ini tersebut.

"Kenapa lo?"

"Nggak. Nan, lo duluan aja―gue ada yang ketinggalan di kelas." jawab Kariza yang dengan cepat berlari ke arah yang berlawanan. Padahal tinggal beberapa meter lagi, keduanya sudah sampai di depan gerbang sekolah.

Replaying UsWhere stories live. Discover now