Bagian Dua Belas: Berbahaya

13.3K 1.4K 145
                                    


==

Bagian Dua Belas: Berbahaya

==

"Za, Kariza." panggil Atha seraya menyusul pemuda bermata hazel yang sudah berjalan mendahuluinya itu―selagi Faust mengekori sambil mengamati keduanya dari belakang. "Maksud lo apaan sih? bercandanya nggak lucu. Kan lo sendiri yang bilang, jangan sampai anak-anak tahu soal gue yang numpang di rumah lo." lanjutnya, meminta kejelasan pada Kariza. Kekesalannya sudah mencapai batas puncak.

Daripada menjawab, Kariza hanya meliriknya hingga saat keduanya―tiga, ditambah Faust―sampai di tempat latihan boxing indoor milik sekolah. Dia lalu menghela napas dan membalikkan badannya menghadap ke Atha yang sontak menghentikan langkahnya. Masih menunggu jawaban.

Tetapi sepertinya seorang Kariza memang tidak bisa diharapkan. Alih-alih angkat bicara, dia justru melepas selempangan ranselnya lalu melemparkan tasnya tersebut kearah Atha―yang tentu saja ditangkap perempuan itu dengan baik.

"Eh kok jadi gu―"

Kariza memutar badannya dan berjalan pergi, tak lupa mengayunkan sebelah tangannya keatas. "Pegangin dulu. Gue mau ganti baju." ucapnya yang mengakhiri pembicaraan.

Atha mendenguskan napas kesal dan berjalan kearah yang berlawanan. Menuju bangku penonton beberapa meter dari ring. Setelah duduk manis sambil memeluk tas ransel Kariza, Faust juga ikut menjatuhkan bokongnya keatas bangku. Meskipun sebenarnya makhluk itu bisa duduk dimana saja. Bahkan udara sekali pun.

Mata coklat Atha menyisir sekitar, dia mendapati kalau bukan dirinya lah satu-satunya perempuan yang berada di sana. Ada juga siswi lain yang sibuk mengagumi anak-anak klub boxing yang terkenal dengan tampang dan bentuk badannya yang bagus. Tetapi bukan para siswi itu yang mengganggu pemandangan Atha, melainkan anak-anak klub boxing itu sendiri. Banyak diantaranya yang mondar-mandir tanpa memakai atasan―bahkan ada yang memakai kaos kutang.

Bau sih, tidak. Hanya saja mata Atha yang masih perawan tidak terbiasa melihatnya. Omong-omong soal shirtless, Atha jadi ingat bagaimana Kariza waktu itu―agh. Atha menenggelamkan kepalanya diatas ransel Kariza. Malas mengingat-ingat kejadian yang membuatnya malu sendiri. Faust yang daritadi diam-diam mengamatinya pun mengangkat alis, namun kemudian menyadari apa yang salah pada Atha.

Mungkin untuk yang pertama kalinya, makhluk bersayap itu tertawa. Lepas. Tidak memasang wajah datar dan dinginnya seperti biasa.

"Kamu tidak terbiasa sama pemandangan ini ya?padahal setahuku, perempuan itu jenis manusia yang menyukai hal-hal seperti ini." ujarnya yang langsung mendapat pelototan dari Atha.

Memilih tidak membalas perkataan Faust, Atha pun hanya mendesis kesal lalu kembali menenggelamkan kepalanya di ransel Kariza. Dia sedikit mengantuk karena durasi tidurnya sejak datang ke masa lalu jadi kacau.

"Atha, ada yang datang tuh." ucap Faust beberapa saat setelahnya.

Tak ada respon apa pun, Faust menoel daun telinga Atha pelan―sekedar iseng. "Itu tuh, Tha. Dia beneran kesini."

Lagi-lagi tidak ada respon. Atha tetap bersikukuh di posisinya yang sekarang sambil menutup mata, hingga sebuah tangan menginterupsinya dengan memegang sebelah pundaknya.

"Misi, lo lihat handuk sama botol minum gue nggak?tadi gue taruh sekitar sini soalnya."

Suara berat yang tak asing menghampiri telinganya. Atha spontan mengangkat kepala, samar-samar matanya menyelaraskan cahaya lampu yang menyilaukan untuk bisa menatap sosok didepannya. Detik berikutnya, Atha bisa merasakan pipinya memerah.

"Atha?"

Atha menunduk, lebih tertarik pada merek tas ransel Kariza ketimbang harus bertatap muka dengan pemuda didepannya. Nara.

Replaying UsDonde viven las historias. Descúbrelo ahora