Bagian Delapan: Tidak Terlalu Buruk

14.5K 1.6K 107
                                    

==

Bagian Delapan: Tidak Terlalu Buruk

==

Atha menopang dagunya, bosan,selagi teman-teman sekelas barunya itu berlari mengelilingi lapangan dengan mengenakan seragam olahraga.

Karena dia belum tahu jadwal pelajarannya, jadi Atha tidak membawa seragam olahraganya. Perempuan berambut sebahu itu pun terpaksa duduk di pinggir lapangan. Mengamati murid lainnya yang sibuk mengelilingi lapangan sekolah yang luasnya bukan main.

Tidak terkecuali Nara. Pemuda berpostur tinggi dengan senyum yang memikat itu kini sedang berlari―membuat sebagian rambut depannya terkibas kebelakang, sementara keringat bercucuran dari dahinya.

Akhirnya permohonan Atha kesampaian, dulu dia memang selalu penasaran―bagaimana Nara saat SMA sedang berolahraga. Berhubung tubuhnya atletis. Dan ternyata dilihat dari sudut mana pun, Nara tetap saja keren. Walaupun dia bukan Nara yang Atha kenal.

"Jadi, naksir Nara atau Kariza?"tanya seseorang tiba-tiba. Memecah lamunan Atha.

Saat menoleh kearah kiri, Atha mendapati seorang perempuan berseragam putih abu-abu seperti dirinya duduk persis disebelahnya. Alis Atha awalnya terangkat keatas, tidak punya ide mengenai siapa si pemilik suara. Namun seketika Atha menatap bordiran nama disebelah kiri beberapa senti diatas kantung seragam atasan perempuan itu.

Salsabila Deaniva.

Namanya manis, mirip orangnya. Wajah ovalnya terbingkai oleh rambut ikalnya yang cukup panjang dan berwarna coklat keemasan. Sepertinya dia teman sekelas Atha, soalnya saat ini hanya kelasnya saja yang ada pelajaran olahraga.

Maklum bila Atha belum mengenali wajah teman-temannya, ini baru hari pertama dia―dan Atha baru menginjakkan kakinya di kelas beberapa jam saja.

"Maksudnya?"Atha balas bertanya beberapa saat kemudian.

Salsa menarik kedua sudut bibirnya keatas. Menyeringai lebar. Dia lalu mengendikkan dagu kearah Nara dan Kariza yang saat ini melakukan push up setelah berlari sprint bolak-balik dari ujung ke ujung lapangan.

"Gue tadi pagi ngelihat lo ngobrol sama Kariza di depan pintu masuk sekolah."Salsa menarik nafas. "Terus gue ngelihat lo lagi perhatiin Nara sampai nggak kedip. Jadi, lo suka yang mana?"tambahnya diikuti tawa pelan.

Atha merasakan pipinya sedikit terbakar. Bukan karena teriknya sinar matahari pagi ini, melainkan karena perkataan Salsa barusan.

Karena tidak mau mengingkari perasaannya sendiri, Atha hanya menggelengkan kepala. Yang entah kenapa disambut tawa oleh Salsa. Perempuan dengan rambut ikalnya itu menepuk-nepuk sebelah pundak Atha pelan.

"Gue bercanda, jangan terlalu serius gitu dong. Oh iya gue Salsa. Teman sekelas lo, pasti nggak tahu deh."ucapnya sambil menyodorkan tangan kanannya dan tersenyum hangat.

Atha tersenyum tipis kemudian menerimanya. "Gue Atha."

"Lo bukan asli Gili ya?"tanya Salsa lagi.

"Iya, bukan. Gue pindah dari Jakarta."

"Ooh," Salsa manggut-manggut. "Kenal Kariza darimana?"

"Dia―"Atha berhenti sejenak untuk berpikir. Kemarin pemuda itu mengenalkannya pada Nanda sebagai tetangga, yang artinya Atha harus menjawab hal yang sama. Bisa jadi kontroversi juga bila ada gosip tentangnya dan Kariza tinggal serumah. "Tetangga gue."jawab Atha menyelesaikan.

Salsa mengangguk mengerti lalu ikut mengalihkan pandangannya kearah lapangan. Murid laki-laki dan perempuan kini berolahraga terpisah. Kalau yang perempuan rakbi, sementara laki-lakinya futsal.

Replaying UsWhere stories live. Discover now