Bagian Sembilan: Memalukan

15K 1.5K 47
                                    

==

Bagian Sembilan: Memalukan.

==

"Jadi sebenarnya kita mau ngapain sih?" tanya Atha untuk yang kesekian kalinya. Perempuan itu menatap Kariza, mencari kepastian disana. Sudah hampir setengah jam mereka berdiri di luar toko musik―dan keduanya sama sekali tidak melakukan apa pun.

Well, mereka hanya memakirkan sepeda dan mengintip ke dalam toko dari balik kaca toko yang tembus pandang. Sementara Nanda sudah memasuki toko itu beberapa menit yang lalu.

Toko musik yang didominasi warna hitam dan keabuan ini berada di sisi lain dari gang sempit yang Atha masuki bersama Kariza. Aksesnya yang agak tertutup juga bisa dijadikan alasan mengapa toko terlihat sepi, walau untuk ukuran toko musik masih terbilang lengkap apalagi dengan studio musik di lantai atas.

"Kari, jawab gue."

Yang dipanggil pun menoleh, mengangkat kedua alisnya tinggi. "Kari siapa?" tanyanya tidak penting.

"Siapa lagi? elo lah, Ka-ri-za." balas Atha seraya menahan diri untuk tidak memutar kedua bola matanya. "Nih ya, kalau kita cuman berdiri disini aja―mendingan gue pulang deh."

Langit sudah mulai menggelap dan keduanya sama sekali belum beranjak dari tempatnya berdiri. Perut Atha bahkan sudah mulai keroncongan karena waktu makan malam akan segera tiba. Andai saja tadi Atha tidak menuruti Kariza untuk menguntit Nanda, mungkin saat ini dia sudah berada di meja makan dan menyantap makanan buatan Diana.

Kariza awalnya tidak terlihat menghiraukannya hingga pada saat Atha membalikkan badan untuk menghampiri sepedanya―tangan Kariza menahannya. Pemuda bermata hazel itu menoleh kearahnya. "Ayo masuk." ucapnya.

Atha menghela napas dan mengeratkan selempangan ranselnya sebelum memasuki toko. Diikuti Kariza dibelakangnya yang tengah sibuk memakai tudung kepala hoodie nya. Seperti kebanyakan toko, setiap pengunjung biasanya disambut hangat oleh pegawai tokonya. Namun untuk kali ini, rasanya sedikit berbeda.

Saat keduanya masuk, Atha melihat pegawai wanita yang berdiri di depan kasir hendak membuka mulut namun menutupnya kembali rapat saat menangkap sosok dibelakang Atha―yang tidak lain dan tidak bukan adalah Kariza.

"Yaampun, Za," ujar Atha sambil geleng-geleng kepala pelan. "Gue jadi berasa jalan sebelah maling." tambahnya saat melihat Kariza yang tiba-tiba sudah memakai masker.

Diulangi. Masker. Benda yang digunakan biasanya oleh pejalan kaki, supaya terhindar dari polusi―atau mungkin dipakai saat sedang flu. Yang uniknya, Kariza memadukan masker tersebut dengan tudung kepala hoodie nya. Lengkap sudah keanehannya.

Pemuda itu mendesis. "Mau taruh dimana muka gue kalau Nanda ngelihat gue?"

"Ooh jadi lo nggak mau image pangeran kuda putih lo rusak ya?" ujar Atha sambil manggut-manggut mengerti. Detik selanjutnya, perempuan itu menyeringai lebar. Sebersat ide jahil melintas dibenaknya. "Nan―"

"Apaan sih, Tha." potong Kariza cepat. Tidak lupa sebelah tangannya terangkat untuk membungkam mulut Atha. "Kalau lo coba panggil sekali lagi, gue bisa pastiin masa SMA lo nggak bakal bahagia." sambungnya yang terdengar seperti lelucon untuk Atha. Kariza kan tidak tahu kalau cepat atau lambat, Atha akan meninggalkan tempat ini. Pergi ke masanya yang sesungguhnya.

Dan saat itu terjadi, kemungkinan besar pemuda itu bahkan tidak akan mengingat tentangnya.

"Iih, serem." balas Atha setelah Kariza berjalan pergi mendahuluinya. Menuju rak musik ber-genre metal, tempat dimana Nanda berada.

Tunggu, metal?

Atha mengedipkan matanya cepat dan melangkah cepat menyusul Kariza. Setelahnya berdiri persis di sebelahnya, perempuan dengan rambut sebahu itu kemudian berpura-pura melihat deretan album yang dipajang rapih di rak-rak yang menjulang tinggi. Dengan berbagai macam warna dan gambar―hanya saja musik metal. Sama sekali bukan selera Atha.

Replaying UsOnde as histórias ganham vida. Descobre agora