Chapter 38

4.6K 437 2K
                                    

Kenapa buat komen sama vote aja susah? Padahal gratis 🙂

Jelek kah alur ceritanya? 🙂

Berhubung komentar bab sebelum nya berkurang, aku kurangin target komennya tapi naikin target vote nya.

Target bab selanjutnya 250 vote + 2000 komentar.

Happy Reading🤍

-----------------------------------------------------------

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

🕊🕊🕊

Sore ini aku sedang membantu Bunda Ara memasak bersama Bi Lastri, asisten rumah tangganya. Aku hanya membantu mereka sedikit seperti memotong tempe, wortel, mengiris bawang merah, bawang putih dan daun bawang. Sebab, bumbu dan segala macamnya sudah dimasak oleh Bunda Ara dan Bi Lastri.

"Padahal Bunda nyuruh kamu nginep di sini, bukan buat bantu Bunda masak Sha. Ada si Bibi ini yang bantuin Bunda, mending temenin Al gih, dia lagi ada di kamar nya kan?" ucap Bunda Ara sembari mengangkat goreng ikan gurame yang sudah matang.

Aku tersenyum mendengarnya. "Bang Al lagi mandi, tapi nggak apa-apa kok Bunda, Bang Al udah izinin aku bantu Bunda masak."

"Sekarang Sha udah jago masak, ya? Al pernah bilang sama Bunda, masakan kamu enak katanya," balas Bunda Ara diakhiri senyuman.

"Alhamdulillah kalau Bang Al suka sama masakan Sha. Padahal Sha masih belajar dan nggak sejago Bunda," balasku sembari terkekeh-kekeh.

Bunda Ara hanya membalasnya dengan senyuman. Kemudian aku menghampiri Bi Lastri dan menggantikannya menggoreng tempe.

"Tadi gimana ke panti asuhan? Senang nggak ketemu anak-anak panti?" tanya Bunda Ara.

Aku menoleh kepada Bunda Ara yang sedang mengaduk sup iga sapi di dalam panci. "Senang banget Bun. Banyak pelajaran yang bisa Sha ambil dari anak-anak hebat seperti mereka."

"Bunda juga setiap datang ke sana selalu merasa bahagia bertemu mereka," balas Bunda diakhiri senyuman.

Tiba-tiba Bang Al memanggilku dan menghampiri kami. Lantas aku pun menoleh ke arahnya.

"Bunda, Shabira nya boleh Al pinjam nggak? Mau Al ajak jalan-jalan sore," kata Bang Al sembari merangkul pundak Bunda Ara.

"Boleh dong," balas Bunda Ara diakhiri senyuman.

"Tapi Sha belum selesai bantuin Bunda masak," kataku sembari mematikan kompor.

"Nggak apa-apa Sayang, kan ada Bibi. Udah sana gih jalan-jalan sama Al biar nggak bosan di rumah," ujar Bunda Ara.

"Yaudah kalau gitu Sha pergi dulu sama Bang Al, ya, Bun," balasku.

Kemudian aku dan Bang Al berpamitan. Ketika keluar rumah, mataku berbinar cerah melihat dua sepeda untuk dewasa yang di bagian depannya ada keranjang  berwarna hitam dan putih.

"Abang, kok ada sepeda? punya siapa?" tanyaku sembari berjalan mendekat ke arah sepeda berwarna putih.

"Punya kita," balas Bang Al diakhiri senyuman.

"Ih yang bener?" tanyaku tidak percaya.

"Iya Humaira," balas Bang Al tersenyum.

"Sejak kapan Abang beli sepeda ini?" tanyaku.

Pelabuhan HatiWhere stories live. Discover now