47 (abang dan kakak)

618 83 6
                                    

Suasana tampak sunyi hembusan angin malam menerpa wajah seorang remaja. Argo tengah menatap taburan bintang yang tampak bersinar malam ini.

Siang tadi merupakan kenangan manis bagi sosok Argo. Dimana sang ayah makan berdua saja dengan dirinya. Sebagai seorang anak dia juga ingin merasakan sifat egois.

Sejak berusia tiga tahun dia mendapatkan kado seorang adik. Apabila boleh meminta sebagai anak dia belum siap menjadi sosok seorang kakak.

Tapi takdir berkata lain, balita berusia tiga tahun terpaksa lebih mengalahkan untuk kepentingan sang adik. Bahkan saat kelahiran sang bungsu pun dia tetap diam bahkan memilih menjauh dari keluarganya.

Pernah suatu waktu dia berpikir untuk pergi saja bersama sang kakek Bram. Alasan kepergian dia cukup masuk akal yaitu menemani kakeknya yang tinggal sendirian.

Senyuman terbit di wajah Argo. "Dulu aku berpikir untuk pergi sementara tapi ternyata tidak bisa," ujar Argo.

Sifat seseorang memang sulit dirubah. Kenangan masa kecil memang tetap saja berputar tentang apapun itu. Sang ayah yang sibuk oleh pekerjaan seorang mafia begitupula sang ibu mengurus kedua adiknya.

Perlahan mereka berubah menjadi lebih baik ketika Argo mulai menyampaikan bahwa dia akan pergi dari rumah.

Mendapatkan pelukan di pinggang membuat Argo menoleh ternyata itu perbuatan sang adik Rimba. "Abang baru sembuh lho tidak boleh kelamaan di luar saat malam hari," nasihat Rimba seperti seorang pria dewasa.

Argo sedikit tertawa mendengar nasihat sang adik terhadap adiknya. Argo membalikkan tubuhnya untuk membalas pelukan sang adik. "Abang berasa adikmu saja," ucap Argo kepada sang adik.

Anak kecil berusia sembilan tahun itu menatap wajah sang abang dengan wajah sumrigah. "Aku adik abang tahu! Aku khawatir saja ketika abang sakit, apalagi aku pernah dengar mengenai mimpi buruk abang," sahut Rimba.

Sedikit mengeryitkan ucapan sang adik. Rimba yang paham mulai mengingat tentang gumaman Argo waktu tidur. "Aku dengar bahwa abang tidak mau kehilangan aku dan adek sekali lagi." Rimba menatap wajah sang abang tanda tidak mengerti.

"Aku tidak paham akan ucapan abang waktu itu sumpah," bingung Rimba.

Remaja yang ditanya sedikit meneguk ludah sejenak untuk menghilangkan wajah gugup. "Itu abang ingat ketika kamu dan adek hampir diculik," elak Argo.

Anak kecil yang tingginya hampir menyusul sang abang mulai mendekat ke wajah Argo. "Tidak boleh bohong!" pekik Rimba.

Detak jantung Argo seketika berpacu lebih cepat akibat ucapan sang adik. Dia tidak menyangka bahwa adiknya tahu dia berbohong mengenai jawaban dia kali.

"Hehehe bercanda," tawa Rimba.

Merasa lucu Argo mencium kening sang adik. "Malam ini kita tidur berdua ya," ujar Argo mengelus rambut Rimba.

Wajah Rimba langsung antusias mendengar itu. Dengan gembira dia melepaskan pelukan dari tubuh sang abang agar segera tidur bersama.

Kedua anak itu berpegang tangan terus hingga menaiki kasur yang cukup tinggi. Argo membantu Rimba untuk naik ke kasur akibat tinggi kasur lumayan tinggi dibandingkan milik sang adik. Kedua orangtua mereka membeli kasur sesuai dengan usia mereka tidak heran setiap kedua adiknya naik ke kasur Argo perlu bantuan.

Setelah Rimba berhasil naik dia menyusul dengan tangan kanan Rimba yang terulur untuk membantu dia untuk naik. Menerima uluran tangan dari sang adik, setelah berhasil naik ke kasur Argo duduk di sebelah sang adik.

"Abang aku mau cerita," ujar Rimba kepada sang abang.

"Kita tiduran saja agar lebih enak," sahut Argo.

Save My Brothers حيث تعيش القصص. اكتشف الآن