39 (piknik keluarga)

766 80 4
                                    

Di sebuah taman belakang rumah ada keluarga harmonis tengah melakukan kegiatan piknik. Terdiri dari ayah, ibu dan ketiga putra.

Sang bungsu tengah sibuk menggambar di sebuah kertas, sang tengah malah tiduran di paha si sulung yang asyik membaca buku.

Buku yang dibaca Argo diambil oleh Stevan membuat Argo kesal akan tindakan Stevan. "Kau jangan belajar terus nak kita sedang berlibur lho," ujar Stevan kepada sang anak.

Sang anak mengerti dia mulai mendengarkan semua celetohan kedua adiknya. Sang ibu tengah mempersiapkan makanan untuk semuanya.

Merasa sang ibu kerepotan Argo bangkit berdiri sebelum itu dia menurunkan kepala Rimba yang tiduran di pahanya. Tindakan Argo membantu sang ibu diikuti kedua adiknya di satu sisi Stevan tengah menyiapkan sebuah pemanggang untuk acara barbeque.

Beberapa menit kemudian mereka telah menyediakan semua bahan yang diperlukan Stevan untuk acara memanggang.

Keluarga itu melakukan piknik di halaman belakang yang sangat luas. Stevan berjaga-jaga demi keselamatan keluarga kecilnya. Jadi dia memilih menghabiskan waktu akhir pekan di rumah saja dan piknik di halaman belakang.

Mereka memiliki peran satu sama lain saat ini. Stevan yang membakar bebeberapa barbeque dan Argo yang membalikan barbeque agar matang merata. Di sisi Lusiana ada Rimba membantu menata piring untuk daging barbeque nanti, si kecil Fano mengisi air ke dalam gelas plastik.

Begitulah kegiatan keluarga ini apabila melakukan sebuah piknik. Setiap anak bertugas membantu tanpa terkecuali maka dari itu sejak berusia satu tahun semua anak pasangan suami istri tidak memakai pampers atau mengompol.

Satu jam kemudian semua daging telah siap dimakan si kecil berlari duluan untuk menghampiri Stevan mengambil jatah daging untuk dirinya. Tubuh berisi Fano membuat kedua orangtuanya sedikit tertawa. Si kecil memang senang sekali mengemil berbagai hal random dan tidak dilarang kedua orangtuanya asal tidak berlebihan saja.

Diantara semua anaknya Fano tipikal anak yang memakan segala hal berbeda dengan Argo dan Rimba yang memiliki alergi tertentu.

Mereka piknik dengan berbagai cerita bahkan Stevan menceritakan bahwa menjadi anak kecil menyenangkan hanya memikirkan tentang tugas sekolah tidak lebih. Ketiga anak kecil itu mendengarkan cerita Stevan sosok tegas Stevan memang seringkali mendongengkan ketiga anaknya sebelum tidur apabila tidak sibuk bekerja.

Rimba menarik lengan baju Stevan membuat sang ayah heran. "Papa di belakang aku melihat seseorang," ujar Rimba kepada sang ayah.

Ucapan sang anak menghentikan tawa Stevan dia berdiri lantas melindungi anggota keluarganya. Kepala keluarga itu merogoh saku celana mendapati pistol yang senangtiasa dia bawa ketika dimanapun.

"Abang! Kakak! Pantau keadaan sekitar!" tegas Stevan.

"Adek jaga mama ya," ujar Fano.

"Okey dek," sahut Stevan.

Tubuh mungil Fano melindungi sang ibu membuat Stevan yang melihat tersenyum. Entah kenapa cara didik yang dia terapkan cukup ampun untuk ketiga anaknya.

Tak lama kedua pria paruh baya keluar ternyata mereka berdua adalah ayah Stevan dan ayah Lusiana. Wajah Stevan kesal akibat ulah jahil mereka berdua.

"Kakak mereka kakekmu!" kesal Stevan.

"Aku disogok uang jajan makanya mau menjahili papa," sahut Rimba polos.

Walaupun kadangkala sikap Rimba dewasa dia juga masih anak kecil yang menginginkan uang jajan lebih. Ditambah dia memang sering dipotong uang jajan akibat ulah jahil atau tingkah nakal dia sendiri.

"Kami memanggil kalian tidak dijawab jadi sedikit usil bukan masalah bukan," sahut Lui santai.

"Pantas Rimba jahil itu gen darimu papa," ujar Stevan malas.

"Itu hal wajar Lui kakek Rimba," ujar Bram.

"Opa dan kakek bawa hadiah?" tanya Fano polos.

Lui menggendong cucu bungsunya itu dia mencium brutal kedua pipi berisi Fano. Dulu dia berharap memiliki seorang putra setelah Lusiana sedikit besar ternyata takdir berkata lain.

Pernikahan kedua Lui saja berjalan tidak mulus dia bahkan tidak mendapatkan keturunan malah perlu berurusan dengan anak tiri yang merepotkan. Mengenai keluarga baru Lui dia sedikit kesal akan ulah mereka berdua.

Ketika Lusiana hamil Argo dia sangat senang ditambah Argo merupakan cucu pertama bagi kedua belah pihak. Bahkan saat Lusiana berkata anak yang dia kandung seorang laki-laki semakin bertambah senang juga Lui.

"Kakek punya hadiah bagi kalian bertiga," ujar Lui.

"Mau peluk kakek!" pekik Rimba.

Lui berjongkok membiarkan ketiga cucu dia memeluk tubuh tuanya. Walaupun berumur dia masih terlihat gagah bahkan tatapan mata tetap tajam.

Secara bergantian Lui mencium ketiga cucunya. Wajah mereka bertiga duplikat Stevan tidak beda jauh. Kadangkala itu membuat Lui kesal walaupun dia juga sangat menyayangi ketiga cucunya dibandingkan kesal.

"Hadiah kalian ada di ruang tamu. Kita kesana yuk!" ajak Lui kepada ketiga cucunya.

Ketika fokus berbicara dengan mereka bertiga mata tua itu menatap tajam Stevan. Mengerti maksud tatapan Lui dengan cepat Stevan menggangguk.

Merasa telah pergi Bram memberitahu tentang maksud kedatangan dia ke rumah Stevan.

"Ada musuh baru lagi ayah?" tanya Lusi.

Sebagai seseorang yang dibesarkan dalam asuhan mafia Lusiana mengerti akan segala situasi genting.

Melihat keadaan sekitar telah aman Bram duduk begitu saja dibawah diikuti oleh Stevan dan Lusiana sebagai menantu. "Musuh baru mengincar Rimba. Entah apa yang dia inginkan tentang itu semua," ujar Bram heran.

Yah memang dibalik didikan sukses Stevan musuh tetap mengincar ketiga bocah kecil tersebut. "Rimba membuat masalah satu bulan lalu dengan seluruh teman sekelas Argo. Aku telah menghukum dia agar tidak boleh seenaknya begitu, dia berdalih itu merupakan tindakan antar saudara," ujar Stevan.

"Kupikir Rimba tipikal anak yang memang secara terang-terangan bertindak menurut emosi dibandingkan Argo," ujar Bram.

"Argo juga sama walaupun dia bisa menahan emosi dibandingkan Rimba," ujar Stevan.

"Kau akan memiliki kedua putra hebat kelak. Dunia akan tahu bahwa keturunanmu bukan orang sembarangan yang mudah ditumbangkan," ujar Bram.

"Anak bungsuku juga sama walaupun dia belum menunjukkan bakat dia sesungguhnya. Namun aku tetap bangga akan dirinya," ujar Stevan.

"Setiap anak memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing sayang. Sebagai orang tua yang bijak kita perlu adil membagi kasih sayang," ujar Lusi.

"Aku telah menempatkan beberapa bodyguard untuk masing-masing mereka. Si kecil Fano bahkan lebih banyak disebabkan dia ditakutkan lebih mudah lelah melawan dibandingkan kedua adiknya," ujar Stevan.

"Selain itu ada hal penting lain papa?" tanya Lusi.

"Minggu depan ada undangan pernikahan dari mantan tunanganmu Stevan. Kau datanglah ke acara pernikahan dia," ujar Bram.

Pria tua itu menyerahkan sebuah kertas undangan kepada Stevan. Hanya wajah datar yang diberikan oleh Stevan.

"Papa akan melihat cucu dulu," ujar Bram.

Sang kakek pergi berlalu masuk untuk mengecek keadaan ketiga cucunya. Berbeda dengan Lusi yang tengah menenangkan wajah kesal Stevan.

"Pernikahan kelima dia dan tidak tahu malunya diumumkan ke publik," desis Stevan.

Mantan tunangan Stevan dia dulu pilihan sang nenek sebagai anak baik Stevan menurut. Ketika sang nenek tiada dia yang sedih pergi ke taman kota disana akhirnya tahu bahwa perempuan itu sering bergonta-ganti pasangan.

Entah dia seorang pekerja dunia malam atau memang dia memiliki pasangan kekasih selain dia.

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis

Sampai jumpa

Minggu 07 April 2024

Save My Brothers Where stories live. Discover now