28 (cemburu)

937 99 6
                                    

Di ruangan bergaya scandinavian. Keluarga besar Jovetic tengah berkumpul bersama bahkan canda tawa anak-anak terdengar jelas.

 Keluarga besar Jovetic tengah berkumpul bersama bahkan canda tawa anak-anak terdengar jelas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Ruangan tamu nya)

Namun ada dua anak kecil menatap kesal akan kerusuhan tersebut. Mereka adalah Rimba dan Fano sejak kedatangan keempat sepupu sang abang menghiraukan kehadiran mereka.

Bahkan Fano saja tidak dipedulikan sama sekali oleh Argo. Rimba yang kesal berniat memukul Argo ditahan sang adik.

"Kenapa sih dek?!" kesal Rimba.

"Temanin adek bermain di kamar saja. Abang udah lupa sama kita," ujar Fano sedih.

"Ck aku tidak akan membiarkan abang dekat denganmu lagi!" kesal Rimba.

Kedua anak tersebut berlalu pergi dari ruang tamu. Lusi membiarkan saja tindakan kedua anaknya. Dia tidak suka pilih kasih sayang terhadap ketiga anaknya.

Dia terbiasa menjadi anak tunggal sejak kecil, dan ketika memiliki anak lebih dari satu dia belajar banyak hal tentang membagi kasih sayang secara adil dari sang suami Stevan.

Mereka berdua memang telah berprinsip bahwa setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Biarkan mereka tumbuh sesuai minatnya tanpa memaksa kehendak.

Diantara ketiganya memang Argo yang paling menonjol saat ini. Maka dari itu musuh lebih sering mengincar Argo dibandingkan kedua adiknya.

Di kamar Fano mereka asyik bermain satu sama lain. Di sisi Argo dia merasa tidak mendengar suara kedua adiknya ternyata dugaan Argo benar bahwa mereka tidak ada.

"Mama! Dimana kakak dan adek?" tanya Argo sambil mencari dimana keberadaan kedua adiknya.

"Mereka marah kepadamu abang," sahut Lusi.

"Eh marah?!" kaget Argo.

"Kamu dari tadi ketawa mulu sama Kevin sementara adikmu sendiri dicuekin yah mereka pundung," timpal Stevan.

Mendengar ucapan sang ayah dengan cepat Argo menuju ke kamar Fano. Dia terlebih dahulu berpamitan kepada semua orang disana.

"Bang Argo panik banget," ujar Kevin.

"Kayaknya akan ada keseruan sebentar lagi," ujar Bobby dengan senyum jahilnya.

"Hey kau jangan menyesatkan adek!" protes Indra.

Pada akhirnya mereka berdua bertengkar satu sama lain. Dengan baik Bryan sebagai anak tertua memeluk tubuh mungil Kevin menjauh dari aksi pertengkaran kedua adiknya. Terlalu sering mereka bertengkar membuat Bryan malas memisahkan mereka.

Biasanya mereka akan berhenti sendiri ketika salah satu dari mereka menangis. Yah ucapan Bryan benar tak lama Indra menangis akibat Bobby memukul pipi kanannya hingga memerah.

Suara tangisan Indra membuat sang ibu yang asyik mengobrol menghampiri mereka berdua. Baik Indra ataupun Bobby mendapatkan nasihat panjang dari Adeline ibu mereka.

Bryan tidak pernah disalahkan mengenai kesalahan adik-adiknya jadi dia tidak masalah memiliki banyak adik. Cuma dia perlu memberikan contoh bagi semua adiknya agar jadi manusia yang baik dan sopan.

Ilmu parenting keluarga Jovetic memang tidak pernah menyalahkan yang lebih tua untuk sebuah kesalahan. Bagi yang salah maka akan dihukum tanpa terkecuali jadi setiap keturunan Jovetic lebih mandiri dibandingkan anak seumuran mereka.

Di depan kamar Fano situasi sedikit tidak kondusif disebabkan Rimba yang tidak mau membuka pintu kamar Fano. Beberapa kali Argo mengetuk pintu malah mendapatkan suara pengusiran dari Rimba.

"Kakak! Adek! Abang minta maaf ya!" pekik Argo.

"Berisik lebih baik kau pergi!" pekik Rimba dari dalam kamar.

"Dan!" panggil Argo.

"Tidak perlu memanggil namaku! Sejak awal abang memang tidak peduli kepada kami berdua!" pekik Rimba.

Argo memilih pasrah dia akan diam dulu saja di depan pintu kamar hingga kedua adiknya keluar sendiri. Di kejauhan kedua orangtuanya menatap dalam diam pertengkaran anak-anaknya.

"Sikap marah Rimba mirip denganmu," ujar Lusi.

"Sifat Rimba mirip kau sayang. Lagipula diantara mereka bertiga Rimba lebih mirip denganmu dibandingkan aku yah kecuali beberapa hal," sahut Stevan.

"Memang aku seperti itu?" tanya Lusi.

"Yah benar. Kau saja tidak memberi jatah selama sebulan waktu itu hingga aku solo bermain terus," jawab Stevan.

"Curhat dirimu sayang," ledek Lusi.

"Begitulah." Stevan memeluk tubuh yang lebih mungil darinya dari belakang. "Kurasa membuat satu bayi lagi tidak masalah," bisik Stevan di telinga Lusi.

Lusi melepaskan pelukan Stevan di tubuhnya. "Tidak terimakasih. Aku malas mengandung dan melahirkan," sahut Lusi.

"Ayolah sayang! Ketiga putraku ketika dalam kandunganmu di masa mengindam malah aku yang terkena morning sickness. Jadi bagiku itu bukan masalah tahu," jawab Stevan.

"Nah itu masalahnya," sahut Lusi.

"Hah?" bingung Stevan tidak mengerti.

Lusi mencium pipi kanan Stevan membuat Stevan heran akan tindakan sang istri. "Ketika kamu morning sickness aku kasihan padamu mana lemes banget," ujar Lusi.

"Aku tidak rela apabila kamu yang mengalaminya. Kan kamu mempertaruhkan tubuh langsing demi kesehatan anakku. Dan juga kamu hampir tiada waktu adek lahir untungnya tidak," ujar Stevan.

"Menurut dokter masa kehamilan diatas umur 30 tahun keatas memang sangat beresiko. Jadi kupikir aku tidak siap akan kejadian yang mungkin saja terjadi," ujar Lusi.

"Kasihan Argo sepertinya dia memerlukan bantuan kita," ujar Stevan menatap wajah memelas Argo dari kejauhan.

"Berikan kunci cadangan kamar saja. Agar Argo meminta maaf kepada kedua adiknya," ujar Lusi.

"Pasti mereka bertengkar di dalam," ujar Stevan.

"Biarkan saja kita menonton apabila sudah lelah juga berhenti," ujar Lusi.

Stevan terkekeh akan respon santai Lusi. Memang istri Stevan sedikit unik dibandingkan ibu lainnya. Di saat ibu lain tidak mau anaknya terluka berbeda dengan Lusi.

Lingkungan keluarga mafia yang terkenal keras mungkin salah satu penyebab itu semua. Lusi berpikir tidak mau memanjakan ketiga anaknya dengan limpahan kasih sayang darinya.

Menuruti ucapan Lusi dengan langkah santai Stevan menuju kearah Argo untuk memberikan kunci cadangan. Sesuai perkiraan dia ketika dibuka Rimba langsung menyerang Argo begitu saja.

Mereka berdua beradu tinjuan satu sama lain. Tidak ada yang mau mengalah satu sama lain. Pertarungan kedua kakak beradik itu terhenti ketika mendengar tangisan Fano.

Dengan kompak mereka memeluk tubuh mungil Fano sangat erat walaupun Rimba mendorong wajah Argo agar menjauh.

"Lucu juga tingkah mereka bertiga," komentar Stevan.

"Kapan lagi melihat tingkah menggemaskan mereka," ujar Lusi.

Pada akhirnya mereka bertiga berbaik walaupun dengan tambahan sedikit pertarungan antara Rimba dan Argo.

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis

Sampai jumpa

Kamis 14 Maret 2024

Telat update kecapean kerja

Save My Brothers Where stories live. Discover now