30 (si psikopat)

904 100 12
                                    

Di ruangan penuh debu, sarang laba-laba dimana-mana. Darah tercium jelas bekas cipratan pembantaian bahkan masih ada jejaknya.

Penerangan sangat minim di ruangan tersebut. Ada sosok anak kecil menginjak remaja tengah duduk terikat disana. Wajah dia nampak babak belur di beberapa sudut wajah.

Tidak ada nada ringisan keluar dari mulutnya bahkan ketika darah mengalir deras di kepalanya. Musuh yang berada disana menatap marah tindakan anak tersebut.

"Kenapa kau tidak menangis hah?!" kesalnya.

"Segini saja siksaanmu tidak terasa!" ledek Argo.

Tangan berurat sang pria semakin kencang dengan serangan tidak tentu dia menghajar tubuh yang lebih kecil darinya. Beberapa kali Argo memuntahkan darah tidak dihiraukan sama sekali.

"Kau memang putra pertama Stevan dan Lusiana. Namun aku sangat kesal akan wajahmu yang mirip ayahmu itu!" kesalnya.

"Kau sakit hati paman akibat ayahku merebut wanita idamanmu!" ledek Argo.

'BUG' pria itu menendang wajah Argo cukup kuat. Hidung Argo berdarah akibat tindakan brutal pria tersebut.

"Kau bodoh Argo," batin Henry kepada Argo.

"Memancing emosi lawan itu kesenanganku kau tahu," balas Argo.

"Kau lihat kondisimu yang terikat saat ini," batin Henry.

"Tenang aku tidak mudah mati kok," jawab Argo santai.

"Kau sama gilanya dengan di depanmu," ujar Argo.

"Kurasa dia menyiapkan sesuatu untukmu," batin Henry.

Ucapan Henry membuat Argo menatap tajam pria yang telah menyiapkan suatu hal entah apa itu.

"Kehancuran Stevan suatu hal yang kusukai. Jadi rencana balas dendamku dimulai darimu," ujarnya.

"Kau sudah tua aku tidak takut ancaman murahmu," balas Argo.

'DOR' Pria itu mencoba tubuh Argo beberapa kali. Hanya senyuman yang diberikan oleh Argo dia tidak nampak kesakitan.

"Pengalaman mengenai luka di masa lalu membuatku merasa ini bukan apapun," batin Argo.

Tubuh Argo memang sudah tidak baik-baik saja anehnya Argo masih tetap bisa sadar. Ketika pria tersebut akan menembak Argo kembali suara kerusuhan membuat dia lengah.

Tanpa terduga seorang pria menembak kepala pria di hadapan Argo. Tidak hanya itu dengan sadis dia mematahkan kepala tersebut hingga terdengar nyaring di telinga Argo.

Dia menunduk menatap wajah pria yang telah menyakiti anaknya. Senyuman misterius membuat pria yang tidak berdaya itu merasakan firasat buruk.

"Tembakan dibayar tembakan, tendangan dibayar tendangan. Maka kau berniat membunuh putraku maka dengan segera kukirim kau neraka," ujar Stevan dengan senyuman smirk nya.

Stevan menancapkan pisau kearah dada pria itu membuat teriakan terdengar jelas. Merasa pusing dengan teriakan tersebut Stevan merobek mulut pria itu dengan pisau lain hingga mulut pria terbuka lebar.

Tidak sampai itu Stevan mengobrak abrik dada pria bahkan melepaskan satu persatu organ vital dari tempatnya.

Sang anak hanya diam saja menatap kesadisan sang ayah. Merasa puas Stevan berdiri membiarkan semua anak buah yang mengurus.

Dia membukakan ikatan tali Argo yang sangat kuat. Dia hanya diam tanpa berkata apapun kepada Argo.

Perjalanan menuju rumah sakit keheningan melanda diantara mereka berdua. Argo menepuk pundak Stevan walaupun terasa sulit.

"Papa aku izin tidur sebentar," ujar Argo kepada Stevan.

"Jangan tidur sekarang kita belum tiba di rumah sakit," ujar Stevan.

"Mataku berat untuk terbuka. Jadi lebih baik aku tidur," ujar Argo.

"Kurasa tugasmu sebagai sulung cukup berat nak," ujar Stevan.

"Berat namun menyenangkan bagiku," ujar Argo.

"Bertahan sedikit nak," ujar Stevan.

"Selamat malam papa aku sayang padamu," lirih Argo.

Suara nafas Argo yang semakin melemah membuat Stevan memarahi Edward yang mengemudi sangat lama.

Beberapa jam kemudian di rumah sakit seperti beberapa bulan lalu Argo kembali masuk ruangan ICU. Kondisi Argo saat ini cukup memperhatikan segala macam alat penunjang hidup tertempel di tubuh kecilnya.

Dokter berkata Argo dinyatakan kritis akibat beberapa luka cukup fatal yang dia dapatkan. Beberapa peluru yang bersarang di tubuh Argo telah berhasil dikeluarkan walaupun Argo hampir saja kehilangan nyawa.

Stevan mendatangkan seorang dokter dari luar negeri agar keselamatan Argo terjamin. Keputusan Stevan tepat walaupun sekarang dia telah memohon maaf kepada kedua anaknya yang lain.

Mereka berdua marah kepada Stevan bahkan tidak mau diajak bicara sama sekali. Mereka marah dikarenakan Stevan membawa Argo dalam kondisi tidak baik-baik saja.

"Biarkan mereka melampiaskan kekesalan terlebih dahulu kurasa mereka masih terlalu sedih akibat semua ini," ujar Lusi memberikan semangat kepada Stevan.

"Aku rindu adek yang tidak lepas memelukku tahu sayang!" rengek Stevan memeluk tubuh kecil Lusi.

Lusi terkekeh geli akan tindakan manja Stevan. Walaupun dia dewasa tetap saja dia masih manja terhadap istrinya sendiri.

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis

Sampai jumpa

Minggu 17 Maret 2024

Maaf pendek ya diriku sibuk menyiapkan menu berbuka puasa.

Selamat menjalankan puasa bagi semuanya dan ini hadiahku agar kalian bisa menunggu waktu berbuka puasa atau mungkin ada yang sesudah berbuka puasa.

Save My Brothers Where stories live. Discover now