Penutup: Bangkit dari Kegelapan

66 15 0
                                    

Sunar jatuh ke tanah, tubuhnya lemas setelah mengerahkan seluruh energinya untuk menahan bayangan hitam yang membentang menutupi sebuah gunung di depannya. Tubuhnya tidak berdaya, berusaha bangkit meski sulit. Tubuhnya bergetar, lalu kembali jatuh ke tanah. Keadaannya benar-benar tidak memungkinkan untuk pergi.

Saat ini ia terbaring di kaki gunung, menatap takut ke arah bayangan di depannya, lebih tepatnya sebuah tabir hitam yang menutupi daerah Gunung Virama. Ia hanya bisa meratapi nasib dari tempat itu tanpa bisa berbuat lebih. Orang-orang memang sudah pergi, namun sebagian orang masih ada di dalam sana.

Sunar bisa tahu karena ia bisa mendengar suara pertarungan di dalam sana, beradu dengan jerit kesakitan dari beberapa orang. Itu awalnya, sebelum akhirnya suara-suara itu perlahan menghilang. Sunar menitihkan air matanya saat dirinya tahu kalau ia kembali kehilangan saudaranya.

"Jaka...." Sunar menyebut satu nama saudaranya. "Aku akan merindukanmu, Kakak."

Tubuh laki-laki itu semakin lemas, ia tidak bisa bergerak, apalagi bangkit dan pergi. Selama bermenit-menit Sunar hanya terbaring di rerumputan dengan tubuh lemas dan tidak berdaya, sampai akhirnya ia mendengar sebuah gonggongan seekor anjing dari dalam tabir bayangan itu.

Semakin lama gonggongan itu semakin dekat, sampai akhirnya Sunar bisa melihat seekor serigala hitam besar dengan mata merah yang berlari ke arahnya. Hal itu membuat laki-laki tersebut tersenyum, ia kenal dengan serigala itu. Setidaknya ada satu dari orang di dalam sana yang selamat.

Serigala hitam itu menggonggong saat melihat Sunar, dia menghampiri laki-laki itu dengan ekor yang bergerak-gerak gembira. Serigala hitam itu juga menjilati tubuh Sunar, membuat laki-laki itu tersenyum di tengah tubuhnya yang tidak berdaya.

"Tompel," panggil Sunar, mengangkat tangannya mengusap wajah serigala itu. "Apa hanya kamu yang terisisa dari kawananmu?"

Seolah mengerti, serigala yang merupakan sahabat bagi rakyat Gunung Virama itu mencicit sedih.

Sunar mengerahkan semua tenaganya untuk bangkit, kali ini ia berhasil, hampir terjatuh jika tidak berpegangan pada tubuh besar Tompel.

"Kita harus pergi dari sini, tidak baik berada di tempat ini lama-lama," ujar Sunar. "Kita harus menyusul Elok dan yang lain."

Serigala itu tampak mengerti, lalu merendahkan tubuhnya untuk mempersilakan Sunar naik ke atas. Tanpa berpikir lama, laki-laki itu langsung naik ke atas tubuh besar Tompel. Butuh usaha keras untuk bisa naik ke atas tubuh seekor serigala gunung. Sunar menjatuhkan tubuhnya di atas serigala itu dengan lemas.

"Maaf sobat, aku benar-benar lemas," ujarnya. "Pelan-pelan saja, yang penting kita menjauh dari tempat ini."

Serigala itu mengaum keras, sebelum akhirnya berlari meninggalkan tempat itu bersama Sunar.

Keadaan benar-benar kacau, awalnya orang-orang mengira penderitaan akan berakhir setelah Sang Malam mati, namun nyatanya tidak. Kematian Sang Malam malah menciptakan bencana baru bagi rakyat di negeri naga itu, terlebih para penduduk di Gunung Virama yang harus kehilangan rumah dan segalanya.

Sang Malam menciptakan sebuah warisan yang akan diingat generasi-generasi mendatang, yang akan menjadi sejarah bagi umat manusia, bukan hanya di Viraksa, namun di dunia. Sosok penyihir hebat yang telah bertahan sekian abad akhirnya berhasil terbunuh. Tapi pertanyaannya, apa dia benar-benar telah mati?

Tabir bayangan itu makin mengerikan saat malam hari. Tidak ada satupun mahluk hidup yang berani mendekat ke tempat itu, suasana di sana benar-benar mengerikan. Bahkan mahluk-mahluk malam tidak terlihat sama sekali di sekitar sana. Lagi, semua takut.

Saat matahari terbit, terlihat beberapa orang muncul dari dalam tabir bayangan itu. Mereka berjalan keluar dengan tubuh pucat dan tatapan yang kosong, dipimpin oleh seorang pria dengan cincin biru di jari manisnya. Jumlahnya tidak banyak, namun tidak sedikit juga, ada tiga puluh orang lebih.

Pria yang mengenakan cincin biru itu berjalan di depan, keluar dari tabir diikuti orang-orang di belakangnya. Dua hal yang sama dari mereka adalah, kulit pucat dan tatapan kosong. Mereka semua berhenti saat matahari pagi memapar tubuh mereka.

Pria bercincin biru itu mengangkat tangannya, memperhatikan kulit di sekitar tangannya. "Aku tidak percaya ini, kita bisa hidup di bawah sinar matahari, saudara-saudaraku."

Seringai muncul di mulut orang-orang itu saat menyadari tidak terjadi apa-apa saat matahari memapar mereka.

Pria bercincin biru itu kembali berkata, "Tubuh ini membuat kita tidak terbakar di bawah sinar matahari, berarti...."

Pria menggantungkan ucapannya, dia menggerakkan tangannya menebas ke arah depan. Seketika dari tebasan tangannya keluar angin kencang yang membelah pohon-pohon di depan sana hingga membuat tumbang.

Pria itu tertawa. "Rupanya kita bukan hanya mendapatkan rumah baru, kita juga mendapatkan kekuatan baru dari inang kita masing-masing!"

Pria itu berteriak dengan suaranya yang menggelegar di sekitar sana. "Sekarang cobalah kekuatan baru kalian!"

Orang-orang di belakang sana mengikuti perkataan pria bercincin biru itu. Mereka menebaskan tangannya ke depan dan menciptakan reaksi yang berbeda-beda. Ada yang mengeluarkan gelombang angin, ada juga yang mengeluarkan ledakan api atau pusaran air, namun sebagian besar dari mereka mengeluarkan gelombang angin.

Pria itu menatap takjub ke arah orang-orang di belakangnya yang mengeluarkan kemampuarn baru mereka. "Bagus, kegelapan telah bangkit."

"Sekarang apa rencana kita?" tanya salah satu dari mereka.

Pria itu diam sejenak. "Tujuan utama kita adalah Kaum Cahaya itu. Kita masih memiliki koneksi kuat dengannya, dan aku merasa dia bergerak ke arah utara."

"Kalau begitu kita bergerak ke utara dan selesaikan semuanya," ujar yang lain.

Pria itu menggeleng. "Kalian yang akan mengejar gadis itu."

"Lalu kamu?"

Pria itu diam sejenak, menatap cincin biru di jari manisnya sambil mengusapnya. "Aku harus mengejar si Pengendali Matahari itu dan menghabisinya, dia belum jauh dari sini. Aku bisa merasakan hawa panasnya."

Mereka semua yang ada di sana mengangguk. "Kalau begitu, kita berpisah di sini."

Pria itu mengangguk, masih mengusap cincin biru di jari manisnya. "Aku sangat beruntung mendapatkan tubuh yang memiliki kekuatan seperti ini."

~17 April 2024~

Tinggalkan pesan dan kesan kalian di bab terakhir buku pertama ini dong😂

Follow instagram:
@fahmidhien_
@fmoyy_

Sebelum Malam Where stories live. Discover now