21. Para Perias

87 16 0
                                    

Dua hari telah berlalu semenjak pertarungan sengit di pasar antara Arya dan Kamal melawan wanita misterius yang datang menginginkanku. Dia berhasil, dan aku diboyong olehnya entah ke mana. Setelah melihat Nadia di dalam lubang hitam itu, aku pingsan. Saat aku terbangun, aku sudah berada si sebuah kamar tidur yang luas dan megah.

Di tengah-tengah kamar tersebut terdapat ranjang besar di atas dipan berwarna emas yang terdapat ukiran-ukiran estetika. Di kedua sisi ranjang terdapat nakas yang di atasnya terdapat cemilan (aku tidak pernah mencicipinya). Dinding-dinding yang memerangkapku terlihat begitu indah karena terdapat ukiran-ukiran yang diukir sedemikian rupa hingga menghasilkan bentuk yang indah, lalu di langit-langit kamar terdapat lukisan naga-naga.

Di dalam kamar itu juga terdapat satu bilik kamar kecil, satu lemari besar yang di dalamnya terisi banyak pakaian indah, emas, dan banyak perhiasan lainnya. Ada dua meja di sini, satu meja rias dengan cermin besar dan satu meja yang menampung patung-patung kecil beserta pajangan lainnya. Kamar ini terkesan mewah, namun ini penjara. Aku bahkan tidak tahu ada di mana aku. Mereka membawaku ke tempat yang aku sendiri tidak tahu.

Di kamar ini terdapat satu jendela besar yang membuatku bisa melihat keadaan di luar, namun jendela itu tidak pernah dibuka membuatku tidak bisa untuk melarikan diri. Satu-satunya jalan untuk aku keluar adalah pintu ganda yang menjadi akses untuk keluar dan masuk kamar ini. Pintu itu tidak pernah terbuka, namun pagi ini untuk pertama kalinya pintu itu dibuka.

Dari luar muncul beberapa wanita dengan jubah merah muda membutku spontan langsung bangkit dari ranjang. Jumlah wanita itu lebih dari lima, mereka semua berparas cantik dan juga wangi, wajah mereka bercahaya, tubuh mereka tinggi dan ideal. Namun, mereka tidak tersenyum, menyuruhku beranjak dengan tatapan dingin.

"Bangun."

Aku tidak mengerti saat salah satu dari mereka berkata. "Apa maksudmu?"

Mereka tidak menjawab, para wanita itu segera memegangi kedua sisi tubuhku dan membawaku masuk ke kamar mandi. Awalnya aku hanya diam sampai akhirnya mereka semua berusaha menanggalkan pakaianku. Aku tentu berontak, menendang beberapa dari mereka dan memberikan pukulan telak. Mereka terkejut tentu saja, saat aku ingin kembali memukul mereka lagi secara tiba-tiba tubuhku tidak bisa digerakkan.

Awalnya aku pikir itu ulah dari salah satu mereka yang memberikanku semacam sihir hingga membuat tubuhku tidak bisa bergerak, namun saat mendengar derap langkah dari luar dan melihat siapa orang itu saat dia masuk, aku tahu siapa. "Nadia?"

Dia tidak tersenyum. "Elok."

Tubuhku bisa kembali di gerakkan saat berhadapan dengan Nadia. Sahabatku itu mengisyaratkan para wanita itu untuk keluar, dan anehnya wanita-wanita itu menuruti perintahnya. Lalu aku menatap Nadia dari atas sampai bawah. Aku terkejut sekaligus terpukau dengan penampilan Nadia sekarang. Dia terlihat anggun dan berwibawa.

Gadis itu mengenakan sebuah gaun elegan berwarna merah dengan akses hitam yang memukau. Bahan pada kain gaunnya persis seperti yang dipakai para pejabat-pejabat daerah atau para bangsawan. Pada bahan kainnya tersemat pernak-pernik cantik yang memantulkan cahaya, juga terdapat sulaman dengan pola bunga-bunga. Rambut Nadia dicepol ke belakang, diikat dengan perhiasan emas.

Dia berkata, "Kamu harusnya tidak melakukan itu pada mereka. Mereka hanya ingin membantumu untuk membersihkan diri dan berias sebelum kamu dipertemukan dengan khalayak."

Aku menggeleng tidak mengerti. "Apa maksudmu?"

Entah apa yang terjadi di antara Nadia dan aku, namun yang jelas suasana benar-benar canggung dan terkesan membingungkan. Sebelumnya aku begitu merindukannya, bukankah seharusnya aku memeluknya dan mengutarakan betapa aku merindukan dan mengkhawatirkannya? Dia pun sama, tidak bertingkah seolah dia kembali bertemu dengan teman lama. Aku merasa ada yang berbeda di dalam dirinya.

Sebelum Malam Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu