1. Bayi Naga

220 30 4
                                    

"Ini gajimu untuk minggu ini."

Aku menatap lima koin berwarna emas yang baru saja Joko berikan, si Kepala Desa pelit yang memiliki kebun pisang tempatku bekerja. "Hanya segini?"

"Itu sudah lebih dari cukup untuk penjualan hasil tani yang sedang turun, Elok," jawabnya dengan malas.

Aku menghela napas panjang, kemudian meremas hasil gajiku itu. Aku pun berbalik, keluar dari barisan orang-orang yang menunggu giliran mengambil gaji dengan perasaan jengkel. Hari sudah menjelang malam, langit menunjukkan keindahannya saat senja datang, aku pun berjalan keluar dari tempatku bekerja.

Aku Elok, perempuan yang baru berusia 20 tahun tepat pada hari kemarin. Aku hidup sendiri tanpa keluarga kandung. Aku hidup di salah satu desa di dalam gunung besar bernama, Gunung Virama. Gunung Virama merupakan gunung terbesar di Viraksa, sekaligus gunung terbesar di benua Noezantra. Gunung ini dihuni lebih dari sepuluh ribu jiwa dari kaki sampai bukit, namun gunung ini bukan termasuk tempat yang padat penduduk.

Sementara Viraksa sendiri merupakan negara kuat yang berada di dalam Benua Noezantra, negara ini menjadi yang paling kuat di antara negara-negara lain di benua ini. Viraksa memang yang paling kuat, karena tanah kami menjadi habitat asli dari para naga. Iya naga, hewan besar yang bisa mengeluarkan api dari mulutnya. Motto dan semboyan negara kami adalah, Hancurkan dan Hanguskan.

Auman serigala menyadarkanku dari lamunan saat berjalan pulang. Aku menoleh ke arah bebatuan di dekat sungai, di sana aku melihat seekor serigala hitam dengan mata merah yang menatapku tajam. Tidak lama, serigala itu melompat dari batu dan berlari menghampiriku.

Aku tertawa, kemudian memekik, "Tompel!"

Aku memeluknya saat serigalaku itu sudah dekat, dan dia menjilati tubuhku. Aku tertawa dibuatnya. "Sudah cukup, Tompel! Aku harus pulang! Aku lapar, tahu!"

Serigala hitam bermata merah yang menyeramkan itu adalah Tompel, dia adalah salah satu temanku di desa ini. Awalnya aku bertemu dengannya saat aku pulang bekerja lima tahun lalu. Saat itu Tompel masih kecil, terjebak di dalam perangkap seorang pemburu. Aku menolongnya, membawanya pulang dan memutuskan untuk memeliharanya. Tompel merupakan jenis serigala gunung, spesies serigala terbesar di dunia yang ukurannya bisa sebesar kuda.

Awalnya semua biasa saja, sampai akhirnya Tompel makin tumbuh besar dan menunjukkan nalurinya sebagai serigala. Ia pernah menggigit jari seseorang hingga putus. Karena kejadian itu, Kepala Desa melarangku untuk memelihara Tompel. Aku pun melepaskannya ke alam bebas, biar bagaimanapun Tompel tetaplah hewan buas. Aku sedih awalnya, namun ternyata Tompel selalu menungguku di bebatuan dekat sungai yang sering aku lewati.

"Kamu hanya sendiri, Tompel?" tanyaku sambil mengusap perutnya, sekarang serigala itu terbaring menikmati usapanku. "Di mana teman-temanmu yang lain?"

Tompel merupakan serigala jantan dewasa. Dia tidak hidup sendiri dalam alam bebas ini, dia hidup dengan kawanannya. Kadang dia membawa beberapa temannya saat menemuiku, kadang juga sendiri seperti sekarang.

Setelah puas sedikit bermain dengan Tompel, aku pun melanjutkan perjalanan dengan ditemani serigalaku itu. Kami melewati hutan sambil bermain, menyusuri pohon-pohon rindang hingga akhirnya kami tiba di rumahku. Rumah dari anyaman yang cukup besar dan nyaman (meskipun sedikit reot). Aku pun membuka pagar kayu rumahku dan mengajak Tompel untuk masuk.

Rumah-rumah di Desa Amares memang menyebar di dalam hutan. Aku baru bisa menemui rumah lain bebera meter setelah rumahku. Cukup jauh, namun cukup nyaman untuk aku yang suka menyendiri. Ini membuatku tidak ketahuan sering membawa serigala liarku ke dalam rumah. Aku pun masuk ke dalam rumah, namun tidak dengan Tompel.

Sebelum Malam Kde žijí příběhy. Začni objevovat