26. Sup Kuning

68 11 1
                                    

Tiga hari telah berlalu setelah kejadian mengejutkan di aula istana yang membuatku dan beberapa orang di sana terkejut. Untuk pertama kalinya aku melihat mahluk yang benar-benar aneh, bisa dibilang itu adalah monster. Mahluk itu adalah hasil ciptaan Sang Malam, mereka bisa menyentuh tapi tidak bisa disentuh. Kata Lim beberapa waktu lalu, mahluk-mahluk itulah alasan tumbangnya Ibu Kota dan kalahnya pasukan naga Viraksa.

Aku menatap tanganku yang kini memar-memar akibat kejadian tiga hari lalu, di mana cahaya keunguan keluar dari tanganku. Lim bilang kalau mahluk-mahluk itu tidak memiliki kelemahan, bahkan mereka tidak takut dengan Sang Malam yang menciptakan mereka. Tapi beberapa hari lalu aku berhasil menghancurkan mereka, tidak, bukan aku. Yang menghancurkan mereka adalah cahaya yang keluar dari tubuhku.

Sekarang aku hanya diam di kamar memikirkan keanehan beberapa hari lalu. Setelah kejadian di aula itu, aku dikurung dan dikunci di dalam kamarku oleh Sang Malam, kamarku juga dijaga ketat oleh para penjaga. Bukan hanya itu, sekarang Ramzi dan Soraya juga menjadi tahanan Sang Malam. Entah di mana mereka dikurung sekarang.

Tanpa sadar aku menangis. Aku takut. "Kamal... aku membutuhkanmu."

Orang pertama yang aku pikirkan saat aku takut dan sedih adalah Kamal. Dia adalah orang pertama yang akan menghiburku, dia adalah orang yang akan selalu melindungiku apapun keadaannya. Namun sekarang kami terpisah cukup jauh, bahkan aku tidak tahu keadaannya bagaimana. Aku benar-benar merindukannya, aku merindukan semua yang ada di hidupku sebelum semua ini terjadi.

"Tidak ada gunanya menangis, Elok."

Aku terdiam saat mendengar suara itu. Tanpa aku menolehkan kepala, aku sudah tahu suara siapa itu.

"Mau apa kamu?" tanyaku sambil mengusap air mataku, berusaha untuk tidak terlihat lemah di hadapan musuhku.

Aku merasakan dia mendekat ke arahku. Aroma tubuhnya yang khas benar-benar menusuk hidungku. Dia berkata, "Berhentilah menangis, percuma. Air matamu akan terbuang sia-sia."

Aku menggeleng. "Tiap tetes air mataku yang jatuh akan terbayar. Kamulah orang yang akan membayar air mataku dan semua tangis penderitaan rakyat Viraksa."

Aku menarik napas panjang, laku bangkit dari ranjang dan menatap Sang Malam yang entah sudah berapa lama memperhatikanku di dalam kamar ini. "Apa yang kamu mau?"

"Kamu."

"Kamu sudah mendapatkannya, kan?" tanyaku. "Kamu mengurungku di sini berhari-hari tanpa memberikanku kesempatan untuk menghirup udara luar. Lalu, apalagi yang kamu inginkan dariku?"

Pria itu menatapku serius, menarik napas panjang dan berkata, "Aku ingin lebih dari sekadar dirimu, Elok. Aku ingin kamu menjadi orang yang selalu berada di sampingku. Karena aku membutuhkanmu dan kamu membutuhkanku. Menikahlah denganku dan akan aku jadikan kamu Ratu dari semua kaum yang ada di dunia ini."

Aku ingin muntah mendengar itu semua. Aku akui penjahat yang satu ini memang tampan, sangat tampan malah, namun aku bukanlah gadis polos pemuja kesempurnaan. Yang ada di hadapanku sekarang adalah pembunuh, pembunuh Raja besar Viraksa dan penghancur bangsa ini. Siapa sangka juga pria tampan dan terlihat masih bujangan ini ternyata berumur lebih dari satu abad? Mungkin satu masehi?

Aku makin ingin muntah saat Sang Malam kembali berkata, "Jika kamu menerimaku, aku akan menjadikan kamu Ratu. Semua orang akan tunduk padamu, dan kamu akan selalu mendapatkan apa yang kamu inginkan jika kamu bersamaku."

Aku melengos dari hadapannya, bergerak ke arah jendela dan menatap cahaya rembulan dari balik fentilasi itu. "Aku tidak menginginkan semua itu. Aku tidak butuh semua orang untuk tunduk padaku, yang aku butuhkan hanya sebuah kedamaian."

Sebelum Malam Where stories live. Discover now