Sesekali pandangan Aldan mengedar sambil menatap sekitar, berharap ia masih bisa menemukan sosok gadis yang beberapa waktu lalu ia bawa ke rumah sakit.

"Ini Lora kemana sih? Cepet banget itu cewek ngilangnya," gumam Aldan saat belum juga mendapati gadis yang memang sedang dirinya cari.

Hampir 30 menit Aldan berkeliling. Namun, tidak juga membuahkan hasil.

"Ra, lo dimana?"

★★★★★

Ilora berjalan begitu saja menelusuri jalan raya yang terbilang sepi. Perasaan gadis itu mendadak kacau sejak beberapa waktu lalu, hingga dirinya berjalan tidak tentu arah.

Sesaat ia tersadar, diamatinya tempat sekitar yang terasa asing untuknya. "Ini Lora di mana?" lirihnya dengan suara yang sedikit tertahan.

Reflek tangannya membuka tas yang memang tersampir di bahunya. Lora mengambil benda pipih untuk menghubungi Lasmi jika dirinya mungkin akan pulang sedikit terlambat.

Namun, nasib buruk menimpa gadis itu, mendadak ponsel mati begitu saja. belum lagi saat perutnya sesekali mulai demo akibat kurang mendapatkan asupan nutrisi.

"Ini Lora gimana pulangnya?" cicit Ilora dengan raut penuh kebingungan. Belum lagi sat tetes demi tetes gerimis mulai turun dan membasahi wajah gadis malang itu.

"Mana nggak ada satupun angkutan umum yang lewat lagi." Masih dengan raut wajah bingungnya, Ilora menutupi bagian atas kepala  dengan salah satu telapak tangannya sendiri, untuk menghalau air hujan agar tidak langsung membasahi tubuhnya.

Di tengah raut penuh kecemasan, seseorang tiba-tiba memberhentikan sepeda motornya tepat di samping Ilora berdiri. "Naik!" Seru pemuda yang mukanya sepenuhnya tertutupi helm.

Beberapa kali Ilora mengerjapkan keduanya matanya, sambil menatap lamat lelaki di depan ia.

"Naik Almero! Lo nggak lihat hujannya semakin deras?!" seru pemuda tersebut.

"Ini beneran Ega?" spontan kalimat itu terlontar begitu saja dari mulut Ilora.

"Lo mau naik atau gue tinggal?!" bukannya menjawab pertanyaan Ilora, Ziega justru berbalik melemparkan sebuah pertanyaan.

"Eeehhh, iya! Lora naik. Jangan ditinggal!" Seru Ilora saat sadar jika lelaki di depannya memanglah Ziega.

Sepanjang perjalanan mereka berdua saling bungkam. Jika biasanya Ilora tidak akan ragu mengeluarkan rentetan ocehan merdunya, kali ini suasana benar-benar terasa sunyi, karena gadis itu masih sibuk bergutat dengan isi kepalanya sendiri.

"Lo pulang sendiri? Aldan kemana?"

Kening Ziega berkerut saat pertanyaannya tidak kunjung mendapatkan respon.

"Almero!" sentak Ziega sembari memanggil nama gadis yang tengah ia bonceng. Dari kaca spionnya Ziega dapat dengan jelas melihat sosok gadis di belakangnya yang tengah melamunkan sesuatu.

"Lo kenapa? Ada masalah?" tanya Ziega yang gatal tidak bisa menahan rasa penasarannya.

Pandangan Ilora mendadak menatap ke atas langit yang sudah berubah warna menjadi abu-abu. Tetes demi tetes rintikan hujan perlahan mulai membasahi wajah mulus Ilora yang masih setia menengadah.

Bukannya menjawab pertanyaan yang Ziega lontarkan, Ilora justru kembali bungkam dan asik dengan dunianya sendiri. Sesekali gadis itu memejamkan kedua matanya. Terlalu banyak kata andai yang bertebaran di dalam kepalanya.

Tanpa sadar, sudut mata Ilora menetes sebuah cairan bening yang menggambarkan jika kondisinya memang sedang tidak baik-baik saja. Beruntungnya rintik hujan mampu menyamarkan air mata Ilora.

Tapi sayangnya Ziega tidak sebodoh itu, ia tau jika Ilora tengah menahan isak tangisnya, terlihat dari hidung gadis yang duduk di belakangnya yang terlihat memerah.

"Kalau mau nangis-nangis aja!" titah Ziega yang merasa iba. Jika boleh jujur Ziega lebih suka mendengar Ilora yang ngoceh tanpa henti dari pada harus bungkam seribu bahasa seperti ini. Ziega tidak tau ada apa dengan dirinya, yang jelas lelaki itu ikut merasa gundah. Kepalanya sibuk mencari akal untuk mengembalikan senyuman Ilora.

Hingga 12 menit kemudian lelaki itu memberhentikan motornya di sebuah Indomaret.

"Yuk turun," Ajaknya, sambil mencabut kunci motornya.

Ilora yang tersadar menatap heran ke arah Ziega, terlebih saat mereka tiba-tiba sudah berada di sebuah tempat yang bisa di bilang sedikit ramai.

"Ini—"

"Hujannya makin deres, gue nggak bawa jas hujan. Dan besok gue ada ulangan, jadi kita neduh dulu bentar sambil nunggu hujannya reda." potong Ziega dan reflek tangan kanannya menarik pergelangan lengan Ilora.

Masih dengan raut setengah bingung, Ilora hanya mengikuti perintah Ziega.

"Lo duduk dulu disini, gue masuk ke dalam dulu," ujarnya sambil menunjuk barisan kursi yang memang tersedia di tempat tersebut.

Ilora tidak banyak membantah, gadis itu mendudukkan dirinya sambil menunggu Ziega. Hawa dingin yang menembus kulitnya sama sekali tidak ia hiraukan.

Hati ia kembali merasa sakit saat melihat pemandangan di depannya yang cukup membuatnya merasa iri. Terlihat seorang lelaki yang sudah berumur, yang baru saja keluar dari mobil, lengkap dengan sebuah payung yang ia bawa untuk menghalau air hujan agar tidak membasahi tubuh seorang wanita juga seorang anak kecil yang bisa ia tebak berusia sekitar 3 tahun.

"Lora kangen kalian."



You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 28 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Zielo{On-going}Where stories live. Discover now