03

20 4 0
                                    


"Ziega nginep di sini Tan," ucap ia sambil memainkan benda pipih di tangannya.

"Mbak Sofie sama Mas Rian belum pulang?" Letta mendudukkan dirinya di sofa, bersebelahan dengan Ziega yang masih memasang muka masam.

"Belom."

"Mereka udah berapa minggu pergi?" tanya Letta pada seorang pemuda yang usianya hanya berbeda beberapa bulan dengan Arlo putranya.

"Hampir 3 bulan," salah satu sudut bibir Ziega terangkat, ia terkekeh miris.

Mendengar jawaban yang keluar dari mulut keponakannya hati dia sebagai seorang ibu merasa iba.

"Tan, boleh Ziega nanya?" dengan tatapan sendu, Ziega menatap lamat manik mata wanita cantik di samping dia.

"Boleh, kamu mau nanya apa sayang?"

"Mama sama Papa kerja sampai sekeras itu ngejar apa si Tan? Uang mereka udah banyak, perusahaan juga ada di mana-mana. Ziega rasa nggak akan habis sampai 7 turunan. Kenapa mereka nggak bisa kaya Om Agam dan Tante Letta yang masih bisa ngeluangin waktunya buat Arlo."

"Mereka'kan ngelakuin itu buat kamu sayang, buat menuhin semua kebutuhan Ziega selama ini." Letta mengusap lembut puncak kepala lelaki yang tengah menatapnya dengan pandangan sendu.

Ziega mengelengkan kepalanya lemah, ia menghela nafas kasar. Di dalam hatinya kerap kali muncul perasaan tidak terima. "Bukan ini yang Ziega mau Tan, Ziega juga masih butuh sosok mereka, bukan hanya nominal uang yang tiap bulan masuk ke rekening Ziega." Nada bicara Ziega terdengar sedikit tersendat.

"Sini," Letta merentangkan kedua tangannya, seolah memberi Ziega kode, dan merengkuh tubuh pemuda postur tubuhnya mirip Arlo ke dalam pelukannya.

"Apa yang Tante kasih mungkin nggak sebanding sama apa yang kamu butuhin sayang, tapi Tante udah sering bilang'kan? Kalau kamu udah Tante anggap kaya anak Tante sendiri. Pintu di rumah ini selalu terbuka buat kamu."

"Makasih Tan, Ziega nggak tau harus bales kebaikan kalian dengan cara apa."

Di tengah obrolan mereka, seorang pemuda tiba-tiba datang. "Dari mana aja lo?" tanya Ziega sambil melepaskan diri dari pelukan Letta.

"Kencan dong sama Asha," sahut Arlo sombong, reflek tangannya membenarkan kerah kemeja yang ia pakai.

Kedua mata Ziega bergulir malas, "Kasian gue sama Rayla."

"Dih! Sirik lo. Lo iri?"

"Tuh ada Lora, pacarin sono" sambung Arlo lagi.

"Apaan sih, jangan bawa-bawa nama cewek freak itu bisa kali."

Kening Letta berkerut membentuk lipatan saat mendengar sebuah nama yang terasa asing. "Lora? Lora siapa Arl?" tanya Letta kepo.

Arlo terkekeh kecil, dengan tatapan meledek, ia berjalan mendekati Letta, dan duduk di samping kiri wanita cantik itu. Yah Letta duduk di antara Arlo dan Ziega.

"Mama tau? Tadi ada murid baru di Accelois. Usut punya usut itu cewek naksir sama Ziega, makanya ikut pindah sekolah, waktu tau kalau Ziega kemaren pindah ke Acce."

Mendengar ledekan yang keluar dari mulut sepupunya, Ziega spontan melemparkan bantal sofa ke arah lelaki itu, lengkap dengan tatapan tajamnya.

"Diem lo Arlo! Jangan bikin gosip!" Seru Ziega.

"Jadi ini ceritanya kedua anak Mama, yang satu lagi di kejar sama cewek, yang satu lagi ngejar cewek gitu?" Dengan menahan tawa, Letta menatap bergantian ke arah Ziega dan Arlo.

"Tante! Jangan percaya sama Arlo. Dia sesat Tan."

"Sembarangan lo kalau ngomong."

"Nggak bohong Ma. Kalau Mama nggak percaya, Mama bisa nanya ke Aldan."

Zielo{On-going}Where stories live. Discover now