30. Pesta petaka

679 53 2
                                    

-HAPPY READING-

"Ada yang salah dari ucapan gua tadi?" tanya Reo sambil tersenyum mengejek.

Dengan tatapan yang menyala oleh kemarahan, Saga meraih kerah baju Reo dengan keras, tatapannya menusuk tajam ke dalam mata Reo. "Jangan bicara seolah Fika beban buat gua!" desisnya dengan nada marah memenuhi setiap kata yang terucap dari bibirnya.

Reo menarik sudut bibirnya. "Nyatanya emang gitu, benar?"

Saga mendorong tubuh Reo kasar. Perasaannya benar-benar campur aduk. Begitu banyak hal berisik yang mengganggu dirinya.

"Beruntung gua ngasih tau kalau Veya Annettesia, adalah Neya. Anak panti yang selalu bawa masalah buat Fika," ucap Reo dengan nada menyindir.

Meskipun demikian, ketika Saga mengetahui bahwa tunangannya adalah Veya, yang tidak lain adalah Neya, teman masa kecilnya, Saga merasa campuran antara kebingungan dan kelegaan. Namun, hal itu tidak menepis fakta bahwa Saga sudah menerima kenyataan.

"Kenapa nama Neya berubah?" tanya Saga, matanya mencari penjelasan di wajah Reo yang serius.

Reo menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab, "Nyokap yang mengatur semua rencana dengan sangat sempurna. Beliau merencanakan segalanya sejak lama, tepatnya sejak kecelakaan yang menimpa Nafika."

Penjelasan Reo membuat Saga terdiam sejenak, mencerna informasi yang baru saja didengarnya. Segala puzzle yang terjadi belakangan ini mulai terhubung satu per satu. Rasanya seperti sebuah pesta memori yang menyerang pikirannya, mengingatkannya pada setiap peristiwa yang pernah terjadi.

Dan di tengah-tengah semuanya, keberadaan Neya, atau sekarang Veya, menjadi pusat dari semua kebingungannya.

Veya menyentuh pundak Saga, mencoba menenangkannya. Dia tahu betul bahwa Saga pasti akan sangat terkejut mengenai fakta yang baru saja dia ketahui. "Maaf kalau aku diam selama ini, Gara."

"Maaf ga cukup buat kelarin semuanya, Vey," Saga berkata lirih.

"Aku juga terpaksa. Kalau tante Rishe ngga ngasih ancaman ke Bunda, ini semua ga akan terjadi," jelas Veya dengan mata berkaca-kaca.

"Tante Rishe minta semua catatan masa lalu, dan identitas aku dihapus. Lalu diganti dengan identitas palsu. Jujur, aku udah lama pengen ngasih tau ke kamu, tapi aku takut tante Rishe bikin suasana makin rumit," tambahnya dengan suara yang gemetar menahan tangis.

Veya mendongak, mencegah air matanya turun. Dia tidak boleh menangis, dia tidak ingin membuat Saga kesusahan karena harus mengerti perasaannya. Beban yang Saga pikul, dan penderitaannya sudah sangat berat dan membuatnya menderita. Veya tidak ingin menambah luka baginya.

"Aku tahu semuanya berat," lanjut Veya dengan suara serak, matanya memancarkan ketulusan. "Tapi aku berharap banget kamu bisa menerima semuanya. Demi mendiang mama kamu."

Cih!

Reo berdecih muak. Matanya menatap tak bersahabat pada dua orang yang ada di hadapannya. Terutama Saga. "Berhenti berpura-pura seolah-olah kalian paling terluka. Korban dari semuanya Fika. Lo pada mikir hidup dalam kebohongan itu enak?"

Saga mengepalkan tangannya dengan penuh kemarahan, menatap Reo dengan tatapan tajam yang menusuk. "Lo pikir siapa yang bikin Fika hidup dalam kebohongan? Itu semua kemauan ibu lo," bentaknya dengan suara gemetar karena emosi yang memuncak.

Lagi-lagi Reo menarik sudut bibirnya, seraya helaan napas panjang. "Kalau mendiang nyokap lo ngga bikin kehebohan hari itu semuanya ga akan terjadi."

Reo melangkah melewati Saga. "Yeah, tapi gua bersyukur. Karena nyokap lo terlalu 'berisik', om Dirga mengurungkan niat buat menjodohkan Fika ama orang ga guna kayak lo. Dan lebih memilih menjilat kaki nyokap gua."

Dear Nafika badbaby sist!Where stories live. Discover now