02. Keciduk mama papa

1.8K 159 13
                                    

"Bukannya tidak cinta, tapi hanya menahan rasa."

-HAPPY READING-

Laki-laki dengan perut buncit itu menatap tajam para murid yang ada dikelas itu, termasuk Nafika. Cewek itu menundukkan kepalanya ketakutan. Pasalnya, guru yang ada di hadapannya ini terkenal killer bahkan double killer.

Dia adalah Adi Ismanto. Matematika yang sudah terkenal mematikan di mata para murid, kini tambah mematikan karena diajar oleh Pak Adi. Pria yang berumur setengah abad ini sering sekali memberikan hukuman yang mengerikan, apalagi mengenai ujian, beliau sangat suka mengadakan ujian dadakan.

"Besok dua jam pelajaran Matematika akan Bapak adakan ulangan harian. Bapak harap kalian belajar di rumah agar tidak mendapatkan nilai merah." Para murid menelan silva susah payah. Beruntung, ujian kali ini masih diberi kesempatan untuk belajar. Di bulan sebelumnya, Pak Adi mengadakan ujian tanpa pemberitahuan. Masuk-masuk beliau langsung memberikan soal ujian untuk mereka.

Pak Adi berjalan mengitari barisan meja murid-murid yang ada di kelas, lengkap dengan rotan ditangannya. "Jika kalian masih mendapatkan nilai merah padahal saya sudah memberikan waktu belajar, maka kalian akan mendapatkan hukuman."

Pak Adi menghentikan langkahnya tepat dimeja Nafika. "Terutama kamu, Nafika. Nilai kamu selalu merah jika pelajaran saya, jika kali ini merah lagi, kamu akan saya hukum!"

Nafika menundukkan kepalanya ketakutan. Dia memang sering bahkan selalu mendapatkan nilai merah jika pelajaran pak Adi. Bukan karena dia bodoh, tapi karena dia tidak sempat mengisi lembar ujian karena terlalu fokus mengamati Saga.
"Iya, Pak ... lain kali Fika bakalan usahain buat ga dapet nilai merah lagi," cicitnya pelan dengan kepala yang masih tertunduk.

Saga melihat itu. Dia menarik napasnya kemudian membuangnya kasar. Memanggil Pak Adi. "Pak!"

Tentunya perhatian Pak Adi teralihkan pada laki-laki itu. "Ada apa, Saga?" Pria tua itu berjalan menuju meja Saga.

"Ujiannya hanya mengambil bab 3 saja?" tanya Saga ketika pak Adi disebelahnya. Laki-laki itu sengaja bertanya agar pak Adi tidak mengomeli Nafika lagi.

Pak Adi mengangguk. "Hanya bab 3, jadi saya harap kalian belajar dengan baik."

"Baik, Pak."

Nafika menatap dramatis Saga yang menyelamatkan dirinya, berkali-kali mendoakan laki-laki itu. Saga selalu menjadi penyebab dan selamatnya Nafika dari omelan Pak Adi.

Anna menoyor kepala Nafika pelan. "Bisa ga sih, lo tu sehari aja ga natap Saga?"

Nafika menoleh. "Lo mau nyuruh gue mati?"

"Gue cuma nyuruh lo ga natap Saga, bukan nyuruh lo mati!" Anna mendengus kesal.

"Ya itu masalahnya, Anna. Sehari gue ga natap Saga, gue serasa bakalan mati," ujar Nafika dramatis.

"Tuhanku! Tolong bersihkan otak sahabat hamba, Tuhan."

-dear nafika-

Malamnya Nafika mengeluarkan alat tulisnya bersiap belajar untuk ujian besok. Ujian matematika ataupun ujian lainnya akan Nafika manfaatkan untuk meminta Saga menemaninya belajar.

Nafika berjalan mengendap-endap menuju kamar Saga yang ada di lantai satu. Gadis itu menoleh ke kiri dan ke ke kanan memastikan bahwa kedua orangtuanya tidak mengetahui aksi dirinya yang menyelinap masuk ke kamar sang kakak.

Nafika memang dilarang pergi ke kamar Saga, khawatir jika Nafika akan membuat kekacauan yang akan disesali dikemudian hari. Oleh karena itu dia harus diam-diam pergi ke kamar sang pujaan hati.

Dear Nafika badbaby sist!Where stories live. Discover now