17 // Late Night Talking

857 206 25
                                    

Makan malam terlewatkan (bagi Mabel), tidur pun Mabel meringkuk sendirian. Bas memberikan waktu bagi Mabel untuk sendirian setelah puas menangis dalam pelukannya. Sengaja Bas tetap di lantai bawah, menyantap makan malam yang enak tapi kurang bisa dia nikmati, lalu naik sekitar dua jam setelah Mabel naik. Ketika Bas berbaring, Mabel sudah tidur masih dengan sisa air mata di wajahnya.

Ketika bangun di hari libur ini, Bas melirik dan mendapati Mabel sudah terbangun juga. Tapi istrinya itu masih berbaring memunggungi Bas. Pria itu pun bergeser, memeluk Mabel dari belakang.

"Mau ngapain hari ini?" Bas menempelkan wajahnya ke kepala Mabel, menciumnya sekilas.

"Di rumah aja," jawab Mabel dengan suara khas bangun tidur.

"Okay. Sarapan?"

"Belum lapar." Masih dengan nada tak bersemangat.

"Okay."

Biarpun mungkin Mabel memang tak berminat sarapan, tapi Bas bertekad akan membawakannya makanan. Nanti, sekitar satu jam dari sekarang. Saat ini Bas masih ingin cuddling dengan istrinya yang masih sendu ini.

Lama kelamaan Bas malah kembali tertidur selagi dia memeluk Mabel. Suasana libur memang mudah sekali membuat kantuknya kembali melanda. Ketika Bas kembali membuka mata, dia terkesiap. Mabel sudah tidak ada dalam pelukannya.

"Mabel!" Bas bangkit, berteriak panik.

"Apa?" Mabel malah menanggapi dengan nada datar, menoleh pada Bas dari kursi rias. Dia sedang menyisir rambut rupanya. Sepertinya Mabel baru selesai mandi.

"Oh, nggak apa-apa. Hehe." Bas nyengir. Mabel tidak perlu tahu bahwa tadi Bas sempat berpikir terjadi sesuatu pada Mabel, gara-gara kejadian kemarin. "Udah mandi ya?"

Mabel hanya mengangguk. Setelah rapi, dia malah kembali naik ke tempat tidur dan menyalakan televisi.

"Kita sarapan?" Bas menawari.

"Kamu duluan aja. Aku belum lapar." Lagi-lagi jawaban datar. Ekspresi Mabel juga masih suram. "Anyway, ada WA di HP kamu. Aku nggak sengaja baca."

"Oh?" Bas menyibakkan selimut, menjejakkan kaki ke lantai, menggeliat sedikit. "Dari siapa?"

"Aura. Ngajak jalan."

"Apa?!" Bas buru-buru mengambil ponsel, mengaktifkan layarnya dan membelalak karena melihat pesan tanpa sensor dari temannya itu. Bas segera berbalik kembali ke arah Mabel. "Jangan salah paham. Aku dan dia nggak ada rencana apa-apa."

"Aku nggak berpikir apa-apa kok," Mabel terlihat tidak peduli. Mungkin baginya persoalan Aura tak ada apa-apanya dibanding persoalan miliknya pribadi.

Tangan Bas terkulai. Agak sedih karena Mabel tidak menunjukkan rasa cemburu. Tapi Bas mencoba memahami. "Aku akan ingatkan Aura untuk tidak kirim hal seperti ini lagi. Dan aku ke bawah dulu untuk sarapan."

Hanya anggukan yang jadi tanggapan Mabel. Bas pun berjalan lunglai keluar kamar menuju ruang makan. Dalam perjalanan, Bas menelepon Aura.

"Hai Bas," suara ceria Aura yang menyambut. Bas tidak habis pikir dengan kelakuan temannya ini.

"Ra, please pisan ieu mah euy. Aing teh geus kawin. Maneh ulah ngechat kitu lah. (Ra, tolong dengan sangat. Aku sudah menikah. Kamu jangan chat seperti itu.)


"Naon sih (Apa sih.)," Aura refleks membalas juga dengan Bahasa Sunda. Maklum, pergaulan masa sekolah mereka memang terbiasa menggunakan Bahasa Sunda. Karena kuliah dan bekerja maka semakin bergeser menjadi Bahasa Indonesia. Tapi karena sekarang Bas sedang kesal, dia refleks menggunakan Bahasa Sunda lagi. "Emang aku ngechat naon? (Memangnya aku chat apa?)

Lovygdala (END - WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang