18 // Small Kisses

777 194 9
                                    

Ketika Bas pulang hari ini, dia cukup kaget melihat ada mobil lain yang terparkir di depan rumahnya. Ketika masuk, barulah Bas tahu bahwa mobil itu adalah milik Rita. Berdasarkan informasi dari Mbak Teti, Rita dan Mabel sama-sama sedang berada di ruang kerja Mabel.

Pintu ruang kerja Mabel tertutup. Bas mengetuk. Jika memang keduanya sedang sibuk, tidak masalah. Tapi setidaknya Bas berniat menyapa Rita dulu sebagai penghuni rumah yang juga mengenal tamunya.

Bas mengetuk lagi. Tapi tidak ada tanggapan. Ketika Bas berniat mundur karena mengira keduanya sedang sibuk, samar-sama terdengar suara orang berdiskusi dengan cukup sengit. Penasaran dengan apa yang sedang terjadi, Bas pun nekat membuka pintu.

Kedua wanita di dalam ruang kerja segera menoleh.

"Hai, maaf mengganggu kalau kalian lagi sibuk. Mbak Teti bilang ada Mbak Rita. So I would like to say hi." Bas melongokkan kepala ke dalam, melambaikan tangan.

"Hai, Bas," Rita mengangkat tangan. Saat ini posisinya adalah Rita sedang berdiri berkacak pinggang sementara Mabel duduk di kursinya. Wajah keduanya sama-sama mumet.

"Sedang sibuk? Need a hand?" Bas merangsek masuk sedikit demi sedikit.

"Kalau lo bisa bikin video, lo bisa bantu kami," Rita menjawab.

"Bisa. Video gimana?" Bas akhirnya 100% menghampiri kedua sahabat ini.

Mabel memutar layar laptop agar menghadap ke arah Bas. "Kita sedang pitching vendor untuk hotel bintang empat yang baru dibangun di Bandung. Mereka minta kita buat desain untuk kamar Deluxe sampai Presidential Suite. Bidding tahap satu sudah selesai dan kita lolos ke tahap berikutnya. Yang jadi masalah, ternyata tahap berikutnya itu besok. Sementara asisten kami dua-duanya baru kasih info bahwa tanggalnya dimajukan itu tadi siang. Konsepnya memang sudah ada. Tapi pihak hotel masih minta tambahan beberapa unsur setelah bidding tahap satu. Jadi kita harus revisi sebelum bidding tahap dua besok."

"Yang jadi masalah berikutnya, anak desain grafis kami yang senior lagi masuk rumah sakit karena operasi. Tadinya, kalau tanggal biddingnya sesuai jadwal, dia masih bisa ngerjain. Tapi kalau besok, nggak mungkin." Rita menimpali.

"Hanya ada satu anak desain grafis lagi tapi dia masih junior banget." Mabel menggeleng.

"Gue bisa, tapi gue dan Mabel harus merampungkan konsep dan revisi ornamen yang mereka minta. Beberapa ilustrasi dan desain harus disesuaikan. Sekarang semua tim lagi online di tempat masing-masing. Tapi kita kekurangan tenaga untuk desain dalam bentuk video." Rita melipat tangan di dada.

"Biasanya video yang kalian buat kayak gimana?" Bas mulai menyalakan mode seriusnya.

"Kayak gini." Mabel membuka folder di laptopnya, lalu menunjukkan salah satu video yang pernah digunakannya dalam bidding. Video itu menunjukkan pandangan ruangan 360 derajat. Mabel menjelaskan bahwa dia dan Rita yang biasa membuat desain, arsitektur, dan filosofi dari desain yang diminta. Lalu nanti digabungkan dalam bentuk video supaya klien bisa melihat desain secara keseluruhan.

"Bisa. Aku ambil laptop dulu. Sementara itu, kirim bahan-bahannya ke aku." Bas melesat keluar, meninggalkan Mabel dan Rita berpandangan.

"Well, semua SDM harus kita kerahkan bukan?" Rita mengangkat bahu. Mabel setuju. Dia segera membagikan folder di Cloud ke email Bas.

Lima menit kemudian Bas kembali ke ruang kerja. Mereka bertiga segera membagi tugas dan mulai bekerja.

"Bas, tapi kamu baru banget pulang kerja dan kamu nggak harus bantuin kami..." kata Mabel saat Bas sedang bersiap-siap.

"Nggak apa-apa. Paling aku minta makan malam dibawa ke sini aja." Bas nyengir, tapi wajah Mabel masih merasa tak enak hati. "Betul. Selama aku bisa bantu, kenapa tidak? I believe you need all the help you can get, right?"

"Iya, tapi kalau sampai memberatkan kamu..."

"Not at all. Sudah, yuk kita mulai kerja. Kamu juga pasti masih banyak yang harus dikerjakan kan?" Bas tersenyum lagi. Kalau tidak ada meja dan tidak ada Rita, mungkin Bas sudah membungkam protes Mabel dengan ciuman.

Istrinya itu akhirnya setuju 100%. Mabel pun menekuni bagiannya sendiri. Ketiga orang ini bekerja dengan serius di tempatnya masing-masing. Mabel di meja kerjanya seperti biasa, Bas di sisi lain meja kerja Mabel, Rita di sofa sembari duduk atau tiduran.

Jam demi jam berlalu. Mabel dan Rita menggambar, membuat desain, membuat detail-detail kecil untuk setiap kamar hotel. Kadang mereka juga menelepon untuk berdiskusi tentang pilihan warna dan ornamen dari segi psikologi. Hasil diskusi itu dituangkan dalam bentuk gambar untuk dikirimkan kepada Bas dan dituangkan dalam materi presentasi.

Tanpa sadar, semuanya sudah bekerja hingga pukul tiga dini hari.

"OH GOD SELESAI JUGA!" Rita berteriak ketika materi presentasi telah diselesaikan semua. "Wait, Bas masih kerja ya?"

"Sedikit lagi," Bas mengacungkan jempol.

Mabel menyimpan file-file presentasi dan gambar di Cloud, lalu menggeser kursi ke sebelah Bas. "Ada yang bisa aku bantu?"

Bas menoleh. Di sampingnya, Mabel menatap dengan mata panda, wajah tanpa riasan, dan rambut yang dijepit seperlunya. Bas pun tertawa.

"Kamu tidur aja. Nanti kan presentasi. Kalau sudah selesai, aku langsung masukin ke Cloud."

"Nggak apa-apa. Aku temenin." Mabel duduk nyaman. "Ta, tidur di kamar tamu aja gapapa ya?"

"Gampang," Rita malah mengenyakkan diri di sofa. Dalam sekejap sudah terlelap.

Mabel melihat gelas Bas yang sudah kosong, maka dia mengisinya. Cemilan yang masih ada, dia dekatkan ke arah Bas. Dia juga berdiri di belakang Bas dan memijat pundaknya.

"Wah enak. Tapi nggak usah repot-repot. Sini beneran kamu duduk aja," Bas menepuk kursi Mabel lagi. Mau tak mau Mabel pun akhirnya duduk di samping Bas, memperhatikan.

"Maaf ya. Kamu jadi begadang. Padahal nanti kamu kerja juga." Mabel jadi tak enak hati.

"Santai. Aku minta WFH aja ke Mas Indra."

"Thank you," ujar Mabel.

Setengah jam kemudian, Bas menunjukkan video terakhirnya. Presidential Suite. Video ini yang paling rumit karena dalam Presidential Suite, satu kamar terdiri dari lima ruangan. Ruang tidur, ruang kloset, ruang tamu, kamar mandi, dan ruang makan. Tapi hasil video Bas begitu detail bagai tur di kamar itu sendiri.

"Yeay! Thank you!" Mabel refleks bersorak begitu video selesai. Dia pun serta merta mencium pipi Baskara.

Yang dicium malah bengong. Selama tiga detik, Bas benar-benar diam.

"Bas? Kenapa?" Mabel kebingungan, dikhawatirkannya Bas ternyata sudah tidur sambil duduk.

"Eh, nggak apa-apa. Sebentar aku taro di Cloud dulu." Bas berdeham. Tangannya kembali lincah bergerak.

Padahal mereka sudah sering bercinta. Berciuman bibir dan pipi bukanlah hal yang aneh. Tapi... Bas diam-diam melirik Mabel yang sedang bicara dengan Rita. Ciuman barusan terasa berbeda. Ciuman itu adalah hadiah dari Mabel, maka dari itu ciuman ini begitu berharga.

Bas memegang pipinya yang barusan dicium oleh Mabel. Pipi yang masih terasa hangat. Jika memang ini pernikahan yang akan mereka hadapi terus, yang selalu menimbulkan percikan-percikan asmara, Bas memilih untuk tetap ada di sini.

*** 

Dicium di pipi aja salting eh. Padahal kan padahal. Hihihi.

-Amy

Lovygdala (END - WATTPAD)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin