50. Ungkapan Dari Hati

Start from the beginning
                                    

"Kenapa?". Tanya Ina memecah keheningan.

"Lu belum jawab pertanyaan gue yang tadi".

"Hah? Yang mana?". Bingung Ina.

"Lu udah sering mimisan, udah pernah periksa kedokter?". Tanya Evan.

"Udah kok, tapi ini udah biasa, udah dari dulu kayaknya". Jawab Ina santai.

Evan hanya diam dan terus menatap Ina dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Haha, mukanya biasa aja kali van, kentara banget khawatirnya". Iseng Ina agar keadaan tak awkard.

"Siap yang khawatir, gue cuma gak mau lu nambah beban gue kedepannya". Acuh Evan lalu kembali duduk ditempat. Ina menatap Evan intens.

"Van setelah aku perhatikan kamu mirip ayah kalau lagi khawatir gitu". Celetuk Ina tiba-tiba. Ina menghembuskan nafasnya panjang beralih menatap lurus kedepan.

"Udah hampir 3 bulan semenjak tragedi kecelakaan itu". Gumam Ina pelan yang masih didengar Evan. Mendengar itu Evan memilih diam dan menjadi pendengar yang baik membiarkan gadis itu berbicara.

"Kecelakaan yang merenggut dua nyawa, karna kecelakaan itu tuhan ambil ayah dan bunda". Kekeh Ina hambar, semenjak tragedi 3 bulan lalu baru kali ini Ina mengungkit kembali garis takdir yang sangat ingin ia lupakan.

"Semenjak kepergian ayah dan bunda, hidup aku dan kak kia berubah drastis, terlihat sama tapi kenyataannya jauh dari kata baik-baik aja, berusaha menjadi kuat untuk diri sendiri, yang dulunya bergantung sama ayah dan bunda sekarang harus berusaha berdiri di kaki sendiri". Jeda Ina menarik nafas sejenak.

"Aku kangen ayah yang selalu khawatir kalau aku kenapa-napa, kangen masakan bunda juga, tapi gak bisa bilang sama kak kia, takutnya kak kia malah sedih, makanya pas liat kamu selalu khawatirin aku,rasa senang nya tuh kek nembus langit ketujuh tau gak". Ina kemudian beralih menatap kearah Evan.

"Aku gak punya siapa-siapa selain kak kia, jadi boleh gak aku berharap sama kamu, aku tau dunia kamu bukan cuma aku, tapi bisa gak aku jadi salah satu prioritas kamu, aku tau kamu emang belum suka sama aku, tapi kalau itu kamu aku gak masalah di kasihani".

Evan menatap Ina sejenak, lalu menghembuskan nafasnya gusar.
"Jangan nambah beban gue na, gue juga punya batas empati". Kata Evan. Ina mengangguk mengerti.

"Berarti kamu beneran cuma kasian sama aku?". Tanya Ina memukul lengan Evan pelan berpura-pura marah.

"Maybe". Singkat evan datar, tapi sebenarnya dia juga bingung, atas dasar apa hubungan ini, yang ia tau dirinya hanya refleks mengatakan hal tersebut saat melihat Ina dalam kesusahan karena dirinya, rasa kasian?Iba? Atau tanggung jawab dan amanah dari ayah Ina, ntahlah Evan juga tidak mengerti, semua rasa berkumpul dititik yang sama, susah sekali menjadi orang baik, memenuhi segala ekspektasi manusia.

Mungkin jika bukan pesan terakhir dari ayah Ina dan permintaan dari kia yang terkesan memohon Evan tidak akan mempedulikan Ina mengingat sifatnya yang tidak mudah Iba jika sesuatu tersebut tidak ada hubungan dengan dirinya.

"aku gak expect kamu jawab jujur loh Van, bohong aja gak papa kok". Kekeh Ina pelan, rasa kasian ya, terlalu buruk, tapi tidak masalah.

"eh ini kok jadi mellow gini sih". Ina mengembalikan keadaan.

"Gara-gara lu".

VaNa(ON GOING)Where stories live. Discover now