30. Psyche

5K 685 52
                                    

Arkha mendapatkan pelajaran yang sampai saat ini tidak bisa merasuk nalarnya sama sekali.

Di dalam Ernaga, untuk sekumpulan orang yang pemikirannya saja masih tidak bisa mengikuti perkembangan modern, dan untuk Arkha sendiri, menyiapkan anak sulung sebagai sosok yang sempurna sama halnya seperti mendapatkan box susu.

Dari sekian banyaknya cara untuk mendapatkan susu segar, ayah dan ibunya harus bersusah payah membeli sapi. Seekor sapi hanya untuk segelas susu segar. Mereka tidak perlu repot-repot untuk merawatnya atau bingung mencarikan pakan ternak atau bahkan membersihkan kandangnya karena ada Arkha yang bisa dikorbankan untuk menjadi si penggembala.

Alih-alih membeli susu di toko atau langsung dari peternakan, Ernaga malah dengan bodohnya memelihara sapi sendiri dengan jaminan akan tumbuh sehat oleh perawatan Arkha. Padahal membeli susu dari toko pun sama saja.

Perumpamaan itu begitu membekas dalam benaknya.

| 30. Psyche |

Jam dipacu, pecutan menit dan detik yang merangkak menuju pergantian masa.

Beberapa hal yang akan terjadi bisa saja tidak sesuai apa yang manusia inginkan. Karena begitulah cara kerja waktu mendewasakan diri. Tidak selamanya berteman dengan waktu akan membuat seseorang sadar bahwa hidup itu terus berjalan. Justru terlena, mendewakan nasib apapun yang akan terjadi. Pasrah. Menjalani kehidupan sesuai alur, sesuai apa yang sudah digariskan tanpa ada niatan menngubah nasib.

Arkha tidak pernah takluk pada aturan dari ayahnya dulu. Tidak sudi.

Akan tetapi siapa sangka aturan wajib mengawasi Gibran belajar saham dan investasi yang seperti wajib militer itu akan membuatnya berada di posisi ini sekarang.

"Tiga puluh menit!"

Suara sekaligus paras Rendi dan Galih sama-sama tidak enak dinikmati indera.

"Ta—tapi, Pak, mengukur pakaian yang cocok untuk bayi, mencari sutra terlembut dari yang paling lembut seperti yang Anda minta tadi, menjahitnya menjadi tiga pasang setelan jas, tiga puluh menit terlalu singkat untuk saya kerjakan sendiri," Cedric berucap dengan tenang walau dalam hati sibuk mengumpat. "Lagipula, Anda juga belum memilih model yang diinginkan dari katalog yang saya tunjukkan."

Cedric mungkin akan merasa lebih baik jika tiga pasang jas yang harus dia selesaikan diberi waktu selama satu atau dua jam. Asal tidak tiga puluh menit! Gila saja!

"Tidak perlu katalog. Cucuku cocok memakai model apapun."

CEO resmi perusahaan game milik Krisan: Arkhavian Rera Atlanta.

Oknum yang saat ini bahkan tidak bisa berhenti tersenyum. Rendi saja dibuat heran melihat perangai si bayi yang senyum di bibirnya juga menurun ke mata. Ada tiga lengkungan manis di wajah Arkha.

"Om Lendi!"

Kuping babi imajiner kepunyaan Arkha seakan langsung tegak begitu mendengar pekikan Athalla, disusul gedebuk langkah kakinya yang terpacu kencang.

Duk!

Pintu yang tidak tertutup sempurna ditendang oleh kakinya yang mungil, bantet. Eksistensi Athalla muncul dari balik pintu, nyengir.

"Atha gambal ini!" beritahunya, girang. Sambil mendekat ke arah Rendi yang masih menggendong Arkha, Athalla menunjukkan kertas yang dia gambari dua manusia lidi dan satu kepompong.

"Ini Addy," kata Athalla, menujuk satu gambar yang lingkaran kepalanya bahkan tidak bisa dikatakan bundar. "Ini Atha," lanjutnya. "Telus yang ini baby! Hehe."

Gambar tubuh Athalla bahkan lebih tinggi dari Krisan. Telinga dua manusia lidi itu tidak digambar di samping kepala, melainkan di atasnya. Dengan senyum poker, Athalla menanti kritik dan saran. Rendi tersenyum terpaksa. Cowok dengan bekas tindik di alis kirinya itu sempat melirik ke arah Galih dan Cedric, tapi dua orang yang ditatap pura-pura tidak tahu. Singkatnya, tidak mau ikut campur.

NAUTILUS Where stories live. Discover now