8. Physical

10.7K 1K 13
                                    

Arkha POV

"Ngelunjak lo, ya?" sinis Gibran.

Kalau gue nggak lihat ada orang lain di depan dia pas ucapan itu keluar dari mulut laknatnya, berarti omongan itu ditujukan buat gue. Sebenci apa pun Gibran ke gue, gue taunya dia kayak gitu karena tuntutan bokap, makanya ampasnya ke gue.

"Maksud? Nggak sadar diri lo?" tantang gue. "Inget bro, lo keliatan pinter karena gue sengaja tampil bego."

Bugh!

Gue kena pukul.

Gue Arkhavian Khalil Ernaga.

Sepenggal marga di belakang nama gue menunjukkan bahwa gue bagian dari keluarga paling memuakkan yang dikepalai oleh Andika Ernaga. Which mean, ayah gue.

Honestly, gue nggak beruntung sama sekali dilahirkan di lingkungan keluarga yang mementingkan derajat, martabat, dan tetek bengek harga diri lain secara over nggak manusiawi. Ayah gila jabatan sementara Bunda nggak terlalu mementingkan tumbuh kembang anak kecuali pas pembagian raport sama waktu belajar.

Di Ernaga, pendapat gue nggak pernah didengar. Ketambahan gue juga anak kedua. Mau sejenius apa pun gue, anak pertama lebih didahulukan. Kayaknya Ayah sama Bunda masih berpegang pada nggak etis kalo anak pertama kalah unggul dibanding adeknya. Benci banget gue sama kalimat itu.

Pernah suatu ketika gue pulang malem karena abis tanding basket. Menang cuy! Lawannya tim Gibran, abang gue. Gue pikir orang rumah nggak bakalan bereaksi lebih, tapi realita kayak hujan tanpa mendung terus tiba-tiba muncul petir sama guntur. Nggak ada aba-aba dan peringatan, gue kena gampar.

Katanya gue nggak selayaknya melangkah terlalu jauh di depan Gibran.

Hell! Ini tuh non-akademik! Belum cukup gue dilarang menonjol di bidang akademik, ternyata segala perilaku gue juga dibatasi.

Malem itu juga, sialnya gue ketangkep basah lagi membenahi buku materi Olimpiade Fisika. Ayah marah besar. Bener-bener lebih parah dari yang selama ini beliau perlihatkan.

Ayah marah karena gue ikut lomba sedangkan Gibran lulus seleksi aja kagak.

Lantas apa itu jadi kesalahan gue?

Gue nggak pernah berkembang selama di Ernaga. Kenapa, sih, doktrin sempit tentang gue nggak boleh lebih baik daripada Gibran harus dirawat subur di kediaman ini?

Apa salah gue kalo gue ekhem lebih baik? Haha.

| 8. Physical |

"Lu kek ngiyain rumor itu, kampret!" maki Rangga dengan suara keras.

Kejadian kemarin terlalu precious buat gue lupain. Maksudnya, gue kan sekarang bayi, dihina terang-terangan sampe bapak muda ngiyain status gue sebagai anaknya, dan pada akhirnya siang ini empat semprul datang lagi buat nyidang Krisan.

Mereka marah-marah ke Krisan. Sedikit heran, omelan mereka pasti bawa-bawa rumor. Oh, juga sejauh ini Krisan kayak malas-malasan ke kampus, seringkali dia malah keciduk ngurusin gue seolah gue itu sehidup sematinya bukannya berangkat kelas.

Padahal niat gue cuma bisa akrab sama Athalla, antagonis kesayangan gue. Eh, malah si bapak juga kegaet.

Rada keki pas Athalla sibuk nepuk-nepuk bokong gue. Gue merasa dilecehkan. Omong-omong, bayi dua bulan boleh dibimbing buat tiduran miring kayak gue sekarang ini, ya? Serius nanya.

Lagaknya Krisan emang serampangan banget ngurusin gue. Takutnya bikin susu malah masukin bubuk detergent, kan nggak lucu. Apalagi mukanya nggak meyakinkan gitu. Meskipun kemarin emang dia yang bikinin gue susu, gue jujur kalo rasanya jauh banget dari lidah gue, hambar!

NAUTILUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang