|16| Permainan Akan Dimulai

Start from the beginning
                                    




"Pagiii!"

Tedy berseru nyaring ketika bergabung ke meja makan bersama keluarganya. Lelaki berbaju olahraga tersebut langsung mendaratkan bokong di kursi usai mencium pipi sang ibu dan ayah. Kedua orang tua Tedy hanya terkekeh melihat tingkah si bungsu.

"Udah, udah. Cepet sarapan kamu, Tedy. Biar ada tenaga nanti lomba! Biar bisa menang jagoan ayah!" kata Pria berkumis tebal penuh semangat. Wajah si kepala keluarga memahat senyum penuh bangga akan sang anak.

"Hehe, makasih, Yah. Doain ya nanti lomba basketnya lancar dan menang." Tedy menampilkan deretan gigi sembari tangan menerima sepiring nasi dari wanita lebih tua.

Saat hendak menyantap sesendok nasi, tangan Tedy yang memegang benda tersebut menggantung di depan mulut. Tatapan mata lelaki ini tertuju pada sang kakak yang sedari tadi asik melamun.

"Woy, Bang Roy! Kenapa? Tumben gak pake seragam? Gak kerja? Kok pucat banget tuh wajah? Situ sakit?" cerca Tedy dengan beribu pertanyaan sambil memasukkan sendok berisi makanan ke dalam mulut dan mengunyah makanan tersebut.

Namun, Roy tidak menjawab. Pria muda itu masih terdiam dengan berbagai pikiran yang menghantui.

"Ketempelan setan?" celetuk Tedy sambil menyendok nasinya sekali lagi. Seketika kepala Roy bergerak cepat dan mata pemuda itu sedikit melotot menatap sang adik.

"Tedy ini, suka banget ngusilin kakaknya. Udah, udah, kakak kamu lagi sakit, jangan diganggu," ucap sang Ibu melerai. Wanita itu sedang menyiapkan makanan sang kepala keluarga.

"Tumben. Biasanya juga kalau sakit gak selemes itu!" balas Tedy mencibir, tetapi bermaksud bercanda.

"Iya, Roy. Bener juga kata adikmu. Gak biasanya kamu sakit biasa, tapi sampai lemes gitu." Sang ayah ikut nimbrung saat ia menerima sendok dari sang istri.

"Aa, a-a-aku, aku cuma gak enak badan aja, Yah. Ba-ba-banyak kerjaan aja," jawab Roy sedikit gelagapan.

"Kerja keras boleh, Bang. Tapi diporsir, ya, jangan dipaksakan," sahut si wanita berstatus ibu memberi nasihat. Sang ibu turut serta bergabung dalam meja makan usai menyiapkan sarapan keluarganya.

Roy hanya mengangguk-anggukkan kepala kala mendapat nasihat. Pria muda itu kembali mengaduk makanan. Seperti orang sakit pada umuy, tak selera menyantap makanan seenak apapun. Namun, sewaktu Roy mencoba mengisi perut dan mengambil sesendok nasi dari piring, bisikan kecil menginterupsi.

Ketika Roy menatap ke depan, tepatnya di belakang Tedy, kedua matanya membola besar. Sekali lagi ia melihat sosok bermulut robek tengah tertawa kecil seolah mengejek. Namun, tatapan sosok itu malah menajam bagaikan pembunuh sadis.




Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.





"Jadi, kakakmu Jason, udah hilang dan gak ada kabar sama sekali, ya?"

Di kantin, dua remaja berbeda jenis kelamin tengah menghabiskan waktu dengan berbincang-bincang. Sosok lelaki berompo hitam menanyakan suatu hal kepada adim kelasnya itu. Sementara si gadis berambut pendek mengangguk kecil. Namun, terukir sejuta rasa yang sulit digambarkan pada muka gadis itu.

"Iya, Kak. Aku juga bingung harus cari kemana lagi," jawab Diva lirih. Pandangannya menurun ke arah minuman yang dibeli.

"Aku paham." Sadam melontarkan senyum tipis penuh kehangatan.

Sewaktu Diva menerima senyuman tersebut, kedua mata gadis itu tak berkedip. Kedua belah bibir terbuka sedikit. Seakan tak menyangka akan hal yang ia lihat.

"Senyumannya mirip ...."

"Diva, halo." Sadam melambaikan tangan di hadapan muka adik kelasnya. Tak butuh waktu lama Diva langsung tersadar dari lamunannya. Gadis itu pun melempar permintaan maaf.

"Gak papa. Aku ngerti, kau pasti sangat sayang sama kakakmu, ya. Kau harus tetap semangat, pasti dia bakal pulang." Sadam menepuk-nepuk pundak Diva. Ia tersenyum tipis nan lembut. Kemudian tak ada percakapan setelahnya. Mereka sibuk dengan makanan masing-masing.

"Cepat atau lambat ...," lirihnya tak didengar oleh lawan bicara.

Namun, saat asik mengisi perut seorang lelaki lain datang memanggil Diva. Lantas pandangan Sadam tertuju pada lelaki tersebut. Ia menatap intens kedatangan teman adik kelasnya itu.

"Diva, kamu kok ke kantin sendirian, sih! Katanya mau ke kamar mandi dulu," ucap lelaki lebih pendek dari Sadam itu sambil mengontrol deru napas. Diva sendiri hanya melayangkan kekehen kecil.

"Maaf ya, Jo. Tadi aku memang ke kamar mandi, cuma ketemu kak Sadam dan ngajak aku ke kantin." Diva sedikit was-was kala menatap Sadam dan temannya itu bergantian. Gadis tersebut menyuruh sang teman untuk mendekat lalu berbisik.

"Ditambah Kak Sadam traktir aku, gak mungkin aku nolak, 'kan, hehe."

"Yeee, gak sama kakak kelas yang lain gak sama kak Jason sukanya ditraktir mulu."

Ketika lelaki itu menyebut nama kakak Diva, gadis tersebut seketika terdiam dengan pandangan ke sembarang arah. Alhasil ia gelagapan dan berusaha menghibur sang kawan. Sementara Sadam sendiri seolah menaruh tatapan malas pada adik kelasnya itu selain Diva.

Sadam membiarkan teman Diva membujuk gadis itu. Ia lebih memilih untuk menghabiskan makanan dan sesekali mengedarkan pandangan, menatap warga sekolah yang berjalan. Namun, di kala bola mata Sadam tak sengaja menangkap sosok pria buncit berkumis sedang melewati kantin, senyum tipis  tercipta di wajahnya.

"Sebentar lagi, permainan dimulai ...."


"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Bersambung

◆  ◇  ◆  ◇  ◆  ◇  ◆  ◇

Halo man teman, gimana nih part kali ini

Nah, kira-kira ada hubungan apa ya Diva sama Sadam?

Lalu, apa ya maksud Sadam ngomong gitu kalau permainan akan dimulai?

Ada yang bisa tebak?

Nah, sebelum menjawab, aku mau ngucapin makasih banyak buat yang udah mampir. Jangan bosan-bosan ya baca cerita ini.

Jangan lupa pula tinggalin jejak berupa Vote, Komen, dan Follownya guysss

Terima kasih, sampai jumpa di chapter berikutnya

SIURUPANWhere stories live. Discover now