[FOLLOW DAHULU SEBELUM MEMBACA]
Berawal dari luka, rasa sakit, hancur, dan keputus asaan. Semua harapan hidup yang semakin memudar, samar, dan tak nampak terus menggerus batin. Dan saat itulah satu luka dengan luka lainnya mulai bertemu, saling meng...
"Mas?" pikir Cleon. Lalu mulai mencoba menebak lagi saat Manuel menggeleng. "Onii-chan? Ahh, Abang?"
"Good. Woy anak-anak biadab berenti."
Peringatan dari Manuel ternyata tidak membuahkan hasil. Seperti biasa Jelano dan Raka tetap asyik dengan dunia mereka sendiri. Masih adu mulut dan caci maki satu sama lain.
"Woy! Berenti!"
"Hah gak mempan sama Bang Manuel mah. Bentar gue coba. Ehem-ehem." Iqbal terbatuk dengan sengaja sebagai pemanasan.
"Lo bilang lo gak suka duduk deketan sama gue? Sekarang apa hah? Lo jilat ludah lo sendiri!"
"Gak ada kursi laen Raka~ Emang lo gak liat apa kalo semua udah penuh? Bagi tempat apa susahnya sih?! Agh! Gue makin benci sama lo!"
"Gue benci sama lo lebih dari yang lo tau!" gertak Raka tidak suka dan membalas dorongan Jelano.
"Dasar pelit."
"Dasar penjilat," ejek balik Raka.
"Apa lo bilang tadi?"
"Ehem!" deham Iqbal. Cukup satu kali dan ternyata dehaman dari Iqbal sukses membuat Jelano pun juga Raka berhenti dari adu mulut mereka. Malah Jelano segera duduk saat Raka buru-buru menggeser sedikit posisi duduknya. Mereka berakhir duduk berdua dalam satu kursi yang sama. Iqbal tersenyum senang dengan hasil kerjanya.