|13| Kembali Meneror

Mulai dari awal
                                    

"Oh, iya, Jason. Katanya beberapa minggu lagi kamu akan mengikuti lomba, ya?"

Tatapan Jason semula tertuju pada tingkah Diva yang kegirangan membuka kado. Namun, atensi pemuda itu teralihkan ke arah sang ibu.

"Akh, iya, Mah. Jason bakal ikut lomba itu. Kebetulan itu lomba yang Jason pengen ikutin dari dulu. Bahkan Jason udah nyiapin ini berbulan-bulan."

Si wanita sedikit memiringkan kepala dengan seutas senyum terpahat di wajah. Ibu dan anak itu saling memberi tatap untuk sejenak. Sampai pandangan si wanita mendadak tak terarah pada sang putra dan kepala tertunduk. Tentu membuat si putra sulung khawatir dan segera bertanya.

"Nggak, Mama gak kenapa." Si wanita membalas tatapan cemas sang anak sambil menggeleng kecil. Wanita berbaju rajut itu menggenggam tangan sang putra.

"Mama gak tau kenapa perasaan mama gak enak. Tapi, mama cuma mau pesan kamu selalu jaga-jaga, Nak. Mama tidak pernah menuntut, yang penting kamu selalu sehat udah bikin mama senang," lirih sang bunda.

Jason mengembuskan napas lega. Ia menganggukkan kepala seraya memberi senyum. Ia kembali menggenggam lebih erat tangan sang ibu.

"Pasti. Jason bakal jaga diri. Anak mama ini kan udah besar," kata Jason terkekeh. Bagaikan anak kecil saja kala tangannya mengarahkan tangan sang ibu ke pipi agar digenggam serta dielus.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Sadam, lelaki berpipi sedikit gembul ini masih berada di kediaman keluarga Diva, adik kelasnya. Kini ia tengah berada di ruang keluarga. Ia berjalan mendekati dinding dan menatap satu per satu foto yang tergantung maupun terletak. Foto pada umumnya, dimana terdapat sebuah keluarga maupun sang anak saja.

Langkah Sadam tiba-tiba berhenti kala melihat satu gambar. Sebuah foto dimana seorang remaja lelaki seukurannya berdiri tersenyum sambil memegang piala. Tak ia sadari kedua tangannya perlahan memegang bingkai foto tersebut dan menatap intens.

"Maaf, kak Sadam. Sepertinya ibu masih sedih. Dia nggak bisa diganggu saat ini. Belum bisa dibujuk."

Diva datang dari belakang membuat Sadam hampir menjatuhkan foto tersebut. Lantas ia mengembalikan benda tadi ke tempat semula dan berbalik mendekati sang adik kelas.

"Akhh, ga papa, Diva. Lain kali saja aku datang," ucap Sadam meraih tasnya.

"Tapi tugas kakak mewawancarai seorang pedagang gimana?" Seolah khawatir dan merasa bersalah, Diva membuat Sadam berpikir dua kali lipat. Lelaki berompi hitam ini memandang ke atas dengan jari telunjuk tangan mengetuk-ngetuk dagu seperti berpikir.

"Gak masalah. Guru kami juga bilang agar tidak memaksa kalau memang tidak memungkinkan. Tapi  ...." Sadam mendekati Diva, menatap adik kelasnya itu.

Raut ramah penuh senyum milik Sadam perlahan memudar dan tergantikan oleh tatapan sayu. Dengan suara berat, tapi sedikit bergetar seolah menahan tangis, Sadam bersuara.

SIURUPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang