Bab 46 : Samuel Pulang

67 8 7
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

Allah ... Atas izin-Mu, Islam berhasil mengajarkanku bagaimana sabar yang sebenarnya, bagaimana ikhlas yang sebenarnya dan bagaimana ridha yang sebenarnya. Rencana-Mu sangat di luar dugaan, takdir-Mu benar-benar membuatku semakin cinta kepada-Mu dan, jawaban-Mu dari setiap doa-doaku berhasil membuatku semakin yakin bahwa Engkaulah sebaik-baik penentu takdir untuk setiap hamba-Mu.

Assalamualaikum Ya Ukhty
Epina Mardiana

🌻🌻🌻

“Kak Sam!!”

Teriakan keras terdengar cukup memekakkan telinga hingga bergetar satu rumah, kontan membuat lelaki bernama Samuel tengah berdiri di samping meja makan menutup sepasang telinga menggunakan kedua tangan. Ekspresinya pun terbaca sangat jelas saat ia memejamkan mata dan merapatkan bibirnya menandakan suara itu sangat mengganggu.

Setelah memberikan kue kepada Syahla, Zahra dan Aisyah sekaligus menunggu mereka pulang hingga menghilang dari balik celah perumahan, Lechia berbalik menatap bingung mobil BMW hitam parkir di garasi. Akhirnya ia bergegas masuk ke rumah bertanya lebih lanjut kepada Mbok Siti, siapa tamu spesial yang dimaksud.

Namun, belum sempat bertemu Mbok Siti ia dikejutkan oleh sosok lelaki jangkung yang tak lain ialah Samuel, kakak lelaki Lechia. Sekarang seperti inilah kondisinya.

“Makin naik aja oktafnya,” goda Samuel seraya berpura pura mengusap sepasang indra pendengaran seolah merasa sakit mendengar teriakan Lechia.

Rasa rindu yang selama ini terpendam kini semakin membuncah ketika wujud asli itu berdiri di hadapan Lechia. Tidak bisa berkata bahkan ingin memeluk pun tak kuasa. Ia masih berdiri kaku di depan pintu dapur, tidak percaya kakak laki-laki selama beberapa tahun menghilang tanpa kabar kini pulang, menginjakkan kaki lagi di rumah.

Sekarang, ia tidak perlu memendam rasa rindu lagi. Setiap saat bahkan setiap jam tatkala rasa rindu tanpa permisi menyelinap, langsung bisa tersalurkan dalam sekejap sebab orang yang dirindu ada disini. Samuel adalah satu-satunya harta berharga yang ia punya. Anggota keluarga yang ia punya selepas kepergian kedua orang tua.

Samuel tersenyum haru, adiknya telah tumbuh besar terlebih melihat perubahan Lechia hatinya menghangat. Seragam khas SMA serta hijab putih segi empat menjulur hingga menutup dada menambah kadar kecantikan Lechia. Bahkan ia sendiri masih belum percaya remaja di hadapannya ialah adiknya, gadis kecil polos yang suka bergelantungan di lengannya.

“Nggak di sambut, nih? Selamat datang, Kak Sam. Caca rindu banget sama Kak Sam. Kakak apa kabar? Begitu Ca ...  Kakak jauh-jauh kesini pengen ketemu Caca, loh ... Emangnya nggak rindu kakak? ” Samuel memasukkan kedua tangan ke dalam saku seraya tersenyum menatap Lechia masih dalam posisi yang sama, berdiri di depan pintu.

Lechia menggeleng, kristal bening menggenang di kelopak mata akhirnya luruh begitu saja. Terselip rasa bahagia, sedih dan juga haru yang tidak bisa ia ungkapkan melalui kata-kata. Saat itu hanya tangisan yang pertama kali ia lakukan ketika melihat Samuel.

Namun sekarang, ia tidak bisa menahan lagi. Lechia bergegas mendekati Samuel hendak menyelusupkan tubuh kecilnya dalam peluk, akan tetapi pergerakannya berhenti tepat satu jengkal sebelum niat itu terlaksana. Bukannya menerima, Samuel mundur beberapa langkah mencipta tanda tanya besar di benak Lechia.

“Kak ...”

“Kakak belum mandi, Ca. Sambutan yang Kakak maksud itu ucapan, bukan pelukan. Jadi–eh!” Tubuh Samuel terhuyung ke belakang saat Lechia menabrakkan tubuhnya. Tidak bisa berbuat apa-apa selain diam membiarkan Lechia menumpahkan segala tangis, sekalipun ia merasa kaku ketika bersentuhan dengan Lechia.

Assalamu'alaikum Ya UkhtiWhere stories live. Discover now