Bab 25 : Kebencian Maira

143 16 4
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Memperbaiki hubungan memang susah, apalagi hubungan persahabatan. Namun, kata susah akan berubah menjadi mudah jika melibatkan Allah dalam setiap ikhtiar kita.

~ Assalamu'alaikum, Ya Ukhti ~
Epina Mardiana

🌻🌻🌻

Ketidakhadiran Maira selama satu bulan lebih menimbulkan banyak pertanyaan di kepala Syahla. Pasalnya, Maira bilang pergi ke Korea hanya dua minggu dan langsung masuk sekolah keesokan harinya. Namun, kenyataan yang ia dapat tidak sesuai ucapan Maira.

Kebingungan semakin menjadi ketika berjalan menuju kelas, tidak sengaja ia mendengar percakapan seseorang bahwa Maira pindah sekolah. Bukan terkejut lagi, melainkan seperti berhenti detak jantung Syahla mendengar kabar tersebut.

Entah apakah benar atau tidak yang ia dengar, tetapi kabar itu sangat lah penting dalam kehidupan Syahla. Sekarang kabar burung tentang kepindahan Maira semakin meluas. Sepanjang perjalanan di koridor, seluruh pasang mata menatap sinis seakan tidak suka akan keberadaannya.

“Bu Sinar!”

Sebenarnya tidak sopan memanggil guru dengan cara berteriak dan Syahla sangat paham adab berbicara kepada yang lebih tua. Tetapi kondisi sekarang begitu mendesak, ia membutuhkan penjelasan untuk meluruskan kesalahpahaman hari ini.

“Saya guru kamu lho, Syahla. Bukan bestie kamu.” Entah Bu Ratih sedang marah atau bercanda, Syahla tidak peduli. Tidak sopan memang, tapi mau bagaimana lagi?

“Sebelumnya saya minta maaf karena tidak sopan panggil Ibu. Tapi ini darurat, Bu.” Kalau bukan guru sendiri dan umurnya lebih tua, sudah dari tadi Syahla mencercah pertanyaan sebanyak mungkin tentang kabar burung pagi tadi.

“Darurat apa? Ini sekolah bukan ICU.”

“Buu... saya serius.” Dalam hati Syahla berusaha sabar menghadapi sifat Bu Ratih yang berubah-ubah. Terlebih sekarang, bercanda di waktu yang tidak tepat. Mengingat bagaimana paniknya mendengar kepindahan Maira, membuat Syahla tidak mau basa-basi menanyakan kebenaran informasi yang ia dengar.

“Syahla!”

“Eh, ya?”

“Kamu kenapa? Aku panggil dari tadi nggak dijawab. Nglamuun terus.”

Jam sekolah selesai, Syahla tidak langsung pulang ke rumah. Ia mengajak Zahra makan bakso di pinggir jalan. Bukan tanpa alasan, melainkan Syahla ingin menumpahkan segala keresahan yang ia rasakan tentang persahabatannya dengan Maira.

Setelah mengetahui dari Bu Ratih bahwa berita kepindahan Maira benar adanya, ah ralat, lebih tepatnya berita dikeluarkan Maira dari sekolah, ia mulai bertanya-tanya.

Kenapa Maira tidak memberi tahu kabar penting ini?

Apa Maira lupa?

Tetapi, Syahla pikir tidak mungkin Maira melupakan hal-hal penting yang seharusnya dibagikan padanya. Syahla paham betul bagaimana sifat Maira. Dia selalu memberi kabar penting bahkan hal kecil sekalipun.

Apa Maira marah? Tapi kenapa?

Lebih tepatnya Maira kami keluarkan. Kemarin, waktu dia masuk sekolah pertama kali setelah tidak masuk selama dua minggu, Ibu panggil Maira menghadap ke ruang BK. Kamu pasti tahu kenapa Ibu panggil Maira ke ruang BK, 'kan? Ibu mengajukan banyak pertanyaan, dan setelah mendengar penjelasan Maira, kami para guru sepakat mengeluarkan Maira dari sekolah. Ini bukan sekali atau dua kali, melainkan berkali-kali Maira izin untuk kepentingan pribadi. Kalau tidak percaya, kamu bisa tanya Maira langsung.”

Assalamu'alaikum Ya UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang