Bab 43 : Dia Kembali (2)

69 10 5
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

Kita tidak pernah tahu apa rencana Allah di balik takdir yang membuat kita sedih. Namun yakinlah, suatu saat akan ada takdir lain dari Allah berhasil membuat kesedihanmu berubah menjadi kebahagiaan. Ini bukan tentang takdir buruk dari-Nya, melainkan takdir Allah untuk kita entah itu membuat sedih atau pun bahagia, itulah takdir terbaik untuk kita dari Allah dan pastinya ada pembelajaran di setiap takdir-Nya.

Assalamualaikum Ya Ukhty
Epina Mardiana

🌻🌻🌻

"Coba gambar Al-Quran yang ini kamu taruh di atas tulisan, agak di perbesar sedikit biar jelas. Nah... cukup, kayak gitu."

Sepasang netra dan kedua indra pendengaran Aisyah amat lihai memahami perkataan Lechia. Mungkin ia memang bodoh perihal matematika, namun dalam bidang dunia editing tidak di ragukan lagi keahliannya. Terlebih hal menyangkut seni mengedit entah foto, video, tulisan atau bahkan untuk tugas sekalipun Aisyah layaknya seorang profesional.

"Alhamdulillah... tugas agama bagian PowerPoint udah, sekarang tinggal Microsoft Word. Subhanallah memang Pak Ikhwan kasih tugas ke murid nggak tanggung-tanggung ngeborong semua perangkat di laptop. Puyeng dah kepalaku," omel Aisyah seraya membaringkan tubuh di atas karpet membiarkan layar laptop terbuka begitu saja.

"Belum lagi presentasi, tanya jawab, terus yang paling nyebelin bin nakutin, Pak Ikhwan bakal kasih nilai minus kalau jawabannya nggak sesuai sama pertanyaan," sambung Syahla duduk bersila memperhatikan kemelut yang dirasakan Aisyah tengah membayangkan betapa menyeramkan didikan Pak Ikhwan di balik senyum manis religiusnya.

"Apalagi teman sekelas kita pada agak-agak, pasti pertanyaannya nggak bermutu dan yang paling parah sih random semua. Yakin banget aku kalau mereka sengaja biar Pak Ikhwan kasih minus." Begitu pun dengan Lechia tak kalah cerdas menyebutkan secara detail bagaimana sifat tengil yang dimiliki teman sekelas.

"Hafal banget ya kamu, Lechia," ucap Zahra tengah mengetik di laman Microsoft Word bagian apa saja yang seharusnya ia cantumkan dalam lembaran tersebut.

Mendengar mereka bercerita tentang sikap dan perilaku teman sekelas otomatis menarik perhatian Zahra. Ia yang sibuk mengetik kini menghentikan aktivitas sejenak, ikut bergabung membahas sesuatu yang mungkin bisa di bilang ... tidak penting namun mengasyikkan.

"Eh, gini-gini aku pintar dalam menganalisis ekspresi dan pikiran seseorang, ya," canda Lechia sontak menimbulkan suara ejekan dari ketiga sahabatnya.

"Sok banget, deh. Menganalisis ribuan angka pelajaran matematika aja pingsan di tempat apalagi menganalisis ekspresi dan pikiran seseorang? Halunya kejauhan, Neng," cecar Aisyah melempar lipatan kertas tepat di depan wajah Lechia, sontak sang empu mendesis kesal dan melempar balik lipatan kertas tersebut ke arah Aisyah.

"Eh, tapi benar juga apa yang Lechia bilang. Soalnya 'kan mana pernah dia keluar kelas, orang tiap pelajaran Pak Ikhwan betah banget di dalam. Udah gitu paling fokus pas Pak Ikhwan lagi jelasin tentang tafsir surat, cerita kisah nabi dan sahabat terus pas bagian Pak Ikhwan suruh kita baca Al-Quran, ini anak paling semangat dengerin dan nggak berhenti ngomong waah ... sampai aku bingung lihatnya."

"Emang nggak main-main Syahla kalau komentar, pada benar semua nggak ada yang salah," celetuk Aisyah kini duduk bersandar di sofa.

"Eh, tapi kok aku jadi penasaran, ya, gimana bisa kamu mualaf padahal pas sama kita aja kamu nggak pernah tanya-tanya tentang Islam?"

Assalamu'alaikum Ya UkhtiOù les histoires vivent. Découvrez maintenant