47. Tempat Ternyaman

Start from the beginning
                                    

Setelah beberapa menit berlalu dan dirasa cairan itu tidak mengalir lagi, Ina baru beranjak dari duduknya. Dan mulai melangkah meninggalkan jajaran batu tersebut menuju tempat evan menunggunya.

"Mau kemana Van!". Teriak Ina ditelinga Evan. Ina terus bertanya pertanyaan yang sama berulang kali, Pasalnya Evan membawa motornya melewati perumahan Ina.

"Diam bisa? Berisik, sakit telinga gue dengar suara lu". Sahut Evan mengusap telinganya yang berdengung.

"Hah apa?!". Teriak Ina yang tidak dapat mendengar dengan jelas.

"Diam!".

Ina memilih diam mendengar jawaban dari Evan, Evan terus melajukan motornya kearah yang ia tuju. Setelah beberapa menit Evan memarkirkan motornya tepat di depan rumah yang tidak pernah lagi Ina kunjungi setelah sempat lost contact dengan Evan.

"Rumah mamah mertua?". Kata Ina bingung.

"Kenapa bengong, sini masuk". Titah Evan menyadari Ina tidak mengikuti langkahnya. Langsung saja Ina menyusul Evan.

Ina menatap segala sudut pandang dalam rumah tersebut. Hingga dirinya menemukan sosok yang ia cari dari tadi, sedang duduk diruang tengah sambil menjahit kain.

"Udah pulang Van, kok gak kedengaran suara motornya". Tanya Bunda Eva yang masih belum menyadari kehadiran Ina.

"Makan dulu gih, ntar malam mau kesana lagi kan". Titah Bunda Eva lalu menatap sekilas kearah Evan, setelah itu melanjutkan aktivitasnya. Namun belum sempat menancap jarum, bunda eva kembali menatap Evan lebih tepatnya gadis yang berada disamping laki-laki tersebut.

"Ina! Ina ya ampun Ina, ini kamu na". Heboh Bunda Eva melepaskan segala yang ada ditangannya dan berjalan cepat mendekati Ina.

"Udah lama gak kesini, bunda kangen tau sama kamu na". Kata bunda Eva beralih memeluk Ina. Sejenak Ina terdiam bingung apa yang harus ia ucapkan.

Mendapat perlakuan seperti ini membuat Ina lemah, ia yakin jika ia berkata sepatah kata pun ia akan menangis. Yah melow sekali dirinya fikir Ina.

"Kenapa diam aja?". Tanya bunda Eva heran, kemudian melepas pelukannya. "Kamu kenapa sedih gitu?".

"Gak papa kok Bun, Ina cuma terharu aja hehehe".

"Yaudah mumpung kamu kesini mending ikut makan bareng aja sama kami, bentar lagi ayah sama adik Evan pulang nih". Ajak bunda Eva menarik tangan ina, Ina menatap Evan seolah bertanya.

"Kami kesini sebentar doang Bun". Kata Evan mengambil alih tangan Ina. "Lain kali aja makan barengnya, soalnya kami buru-buru". Evan menyerahkan kertas yang ia ambil dari dalam tasnya kepada bunda.

"Apa nih?". Tanya bunda Eva, lalu beralih membaca kertas tersebut.
Sedangkan Ina memilih diam.

"Surat izin? Untuk apa? Bukannya kamu panitianya, kan bunda udah izinin, asalkan jangan pulang larut malam aja".

"Oh itu bunda, itu surat izin Ina". Sahut Ina memotong Evan yang berniat menjelaskan. Bunda Eva terdiam sejenak, lalu setelah paham dengan tidak banyak tanya lagi, bunda Eva mengambil pena yang tak jauh terletak dari atas meja.

"Bunda kasi izin buat kamu pergi malam nanti, asalkan jangan pulang malam, harus pulang sama Evan, dan jangan mau di ajak kemana-mana sama evan, pokoknya harus pulang sebelum jam 22.00". Ucap bunda Eva seolah memperingati Ina seperti anaknya sendiri.

Mendengar itu mata Ina memerah, Ina hanya mengangguk patuh tidak dapat berkata.

"Evan ingat, antar Ina langsung kerumahnya, jangan diajak kemana-mana lagi, bunda percayain Ina sama kamu".

Sama seperti Ina, Evan tidak menjawab ia hanya mengangguk tanpa ekspresi apapun.

"Oke, nih sayang surat izinnya, nah kan bunda udah tanda tangan nih, sekarang kamu wajib ikut makan bareng kami yah". Kata Bunda Eva kembali menarik tangan Ina. "Shuut kamu diam, bunda gak ngajak kamu, bunda ngajakin Ina doang". Potong bunda evan saat melihat Evan yang ingin melakukan penolakan.

Bunda Eva menarik Ina menuju meja makan disusul oleh langkah Evan yang berada dibelakang mereka.

"Bunda, aku laperr!". Teriak seseorang yang tak lain Rafael adik laki-laki Evan.

"Eh ada kakak cantik, apa kabar kak". Kata Rafael mengambil duduk didepan Evan. Rafael fokus menatap Ina, mengabaikan evan yang berada disamping gadis tersebut.

"Aku baik, btw kamu makin tinggi aja yah". Jawab Ina ramah.

"Haha iya dong, aku kan rajin olahraga".

"Cepat makan, jangan buang-buang waktu meladeni bocah ini". Potong Evan, menunjuk Rafael dengan dagunya.

"Apa an sih bang, iri banget lu". Sinis Rafael.

Huh, lagi-lagi Ina menghembuskan nafasnya, hal seperti selalu membuat Ina d-javu dengan moment yang sangat ia rindukan.

Setelah kehadiran ayah Evan, mereka mulai memakan makanan mereka, mereka larut dengan suasana hangat yang sangat Ina inginkan. Sesekali Rafael membuat lelucon dengan Evan yang menjadi objek rostingannya.

Beberapa saat setelah menghabiskan makanan, Ina membantu bunda Eva untuk mencuci piring mereka.

"Udah na, sisanya biar bunda aja yang beresin, kamu kedepan aja susul Evan, kasian mukanya udah ditekuk gitu". Canda bunda Eva melirik anaknya.

"Ck, cepetan na, ini gue udah hampir telat belum lagi lu mau ganti baju". Keluh Evan melirik jam tangannya.

"Oh okokok sebentar Van!, bunda aku tinggal dulu ya, makasih atas makan malam yang menyenangkan nya ya bunda, maaf kalau Ina repotin bunda".

"Ah mana ada ngerepotin, malahan bunda senang tau kalau ada kamu disini, suruh Evan buat sering ajakan kamu kesini yah".

"Haha boleh boleh, atur aja bunda".

Evan memutar matanya jengah melihat percakapan yang tidak ada habisnya diantara kedua perempuan tersebut.

"Cepetan na".

Evan berlalu deluan dari sana menuju motornya. Setelah berpamitan dengan semua orang barulah Ina menyusul Evan yang sudah duduk anteng diatas motor dengan wajah yang sudah ditekuk kesal.

"Hehe maaf lama". Ucap Ina lalu naik keatas motor.

Setelah merasa Ina sudah duduk aman dibelakangnya barulah evan melajukan motornya menuju rumah gadis itu, untuk Ina berganti pakaian.

"Evan, makasih ya!".

"Buat?".

"Semuanya".

"Salah satu alasannya?". Tanya Evan agar lebih spesifik.

"Makasih selalu care sama aku".

"Jangan ge'er, gue peduli sama semua orang, lu salah satunya". Kata Evan membuat Ina refleks memukul punggung laki-laki tersebut.

"Jujur banget sih, susah banget lihat orang senang".

"Tidak ada yang salah dengan kejujuran, terkadang kita harus siap patah saat mendengar kenyataan yang tidak sesuai keinginan bukan?". Ucap Evan bijak. Evan membawa motornya dengan kecepatan standar.

"Iya siap deh". Sahut Ina mengalah.

"Na, gue saranin jangan terlalu banyak menghalu deh, ingat Ini nyata bukan cerita".

_________________________

Tbc.

VaNa(ON GOING)Where stories live. Discover now