|04| Rasa Ingin Tahu

Start from the beginning
                                    

Sadam masih setia memperhatikan perkataan lelaki berkacamata itu. Ia bisa menangkap ekspresi menggebu-gebu dalam cerita Ian. Tak hanya cerita itu yang Ian katakan, cerita-cerita mistis lainnya turut disebut.

"Oh ya, Ian, aku mau tanya. Katanya banyak penampakan di gedung D. Kalau boleh tau, ruangan apa yang terbakar di gedung D?" Sadam memotong pembicaraan Ian dengan melempar satu pertanyaan. Hal itu semakin membuat Ian semangat bercerita.

"Katanya nih ya. Ruangan paling pojok di gedung D  yang terbakar. Anehnya, sampai sekarang belum ada pihak yang dikerahkan untuk membersihkan ruangan itu. Malah dibiarkan. Denger-denger sih karena banyaknya penampakan di gedung itu gak ada satu pun orang yang berani."

Sewaktu kedua remaja itu asik mengobrol terkait kejadian di sekolah mereka, terdengar suara ketukan pintu. Hal itu langsung mengalihkan perhatian mereka dan beberapa murid di kelas. Mereka melihat pria muda tinggi dan berkumis berpakaian serba kuning kecoklatan sambil membawa kertas.

"Permisi, di sini ada yang namanya Satria dan Tedy?" kata pria tersebut sembari melihat kertas yang dipegang. Salah satu murid di kelas mengatakan bahwa Satria dan Tedy sedang berada di luar. Lantas, sang guru mengatakan untuk memberitahu kedua remaja yang dimaksud untuk menemuinya selepas jam istirahat.

Sesudah guru itu pergi meninggalkan kelas, Sadam kembali bertanya. Ia menanyakan tentang si guru kepada Ian.

"Aah, dia Pak Roy. Guru PPKN kita. Dia memang jarang masuk ke kelas kita karena bapak itu menjabat sebagai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan," jelas Ian merapikan buku dan alat tulisnya.

"Terakhir kali masuk ke kelas ini sih sebelum kau datang. Selebihnya kita selalu les kosong karena dia banyak sibuk," tambah Ian menggeser resleting tas lalu mengajak Sadam untuk pergi ke kantin.




Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.





"Weh, itu Davin, Satria, sama Tedy! Ke sana yok!"

Setibanya di kantin, bola mata Ian menangkap keberadaan tiga murid alias teman mereka. Pada mulanya Sadam mengiyakan ajakan Ian untuk bergabung dengan tiga lelaki itu. Namun, decakan kesal terbit dari bibir Ian akibat seorang gadis berambut pendek lewat dan menyenggol bahunya.

"Aduuuh! Gak sopan banget tuh adek kelas! Untung gak geser tulang aku!" ujar Ian kesal sambil menjamah bahunya.

"Dia ... Diva, ya?" gumam Sadam membuat Ian bertanya dari mana temannya itu tau nama si adik kelas.

"Hanya tau dari papan mading. Foto sama namanya terpampang di situ," sambung Sadam lirih.

Sadam membalas kekepoan Ian, tetapi sedari tadi fokus memperhatikan sosok gadis berambut pendek dengan muka murung nan sayu. Berbagai pikiran pun mulai berseliweran di kepala Sadam. Hingga tepukan Ian menyadarkan lelaki bermata sedikit sipit itu.

"Gabung sama mereka, yok! Keburu masuk, nih." Ian menunjuk meja ketiga teman mereka yang asik melahap makanan sambil bercanda tawa. Sadam sendiri gelagapan kala mendapat tatapan melotot penuh kepo dari Ian.

"Hah? Aah, Ian, aku ke kamar mandi dulu boleh? Nanti aku nyusul kalian?"

"Hah? Serius? Perlu ditemani gak?"

"Gak, gak perlu. Aku bisa sendiri."

Ian mengiyakan permintaan Sadam. Ia mengangguk seraya melihat kepergian sang teman yang berjalan cepat bagaikan semut. Segera Ian berbalik dan bergabung bersama Davin, Satria, serta Tedy.

Di sisi lain, Sadam mengikuti sosok gadis berambut pendek itu. Sepanjang lorong sekolah, ia mencoba menelisik si gadis dari ujung kepala hingga ujung kaki. Seolah kenal akan siswi tersebut. Murid yang berlalu-lalang pun tak ia hiraukan.

"DIVA!"

Bukan Sadam yang memanggil siswi tersebut, melainkan seorang siswa berjaket hitam. Dari kejauhan, di tengah kerumanan murid berlalu lalang, Sadam menatap lamat interaksi kedua remaja alias adik kelasnya. Seakan ada sesuatu dari diri mereka yang membuat Sadam penasaran.

Saat dua adik kelasnya hendak pergi, sosok yang disebut Diva sempat menoleh ke belakang. Sadam merasa bahwa Diva menaruh tatap padanya. Namun, ia sendiri menyudahi aksi menatap si adik kelas itu.

Lelaki berompi hitam itu tak sengaja menatap papan penunjuk arah. Di papan tertulis bahwa ruang kepala sekolah berada di sudut lorong. Entah apa yang merasuki, Sadam mengarahkan diri menuju ruang kepala sekolah. Melihat tak banyak murid berlalu lalang, serta suasana cukup sepi, ia segera berjalan santai mendekati ruangan di mana pintu tak tertutup.

Setibanya di depan ruang kepala sekolah, Sadam menyandarkan punggung di dinding dekat pintu. Ia berusaha tidak menampakkan diri, berniat menguping. Lelaki berambut hitam itu bisa melihat pantulan bayang seorang pria tua tengah menelepon seseorang.

"Akh, bisa saja diatur. Asal jelas masuk berapa, Pak, haha ...." Jika orang lain berpikir buruk ataupun takut, Sadam sendiri malah tersenyum tipis.

"Permainan dimulai ...."


Bersambung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bersambung

   ◆  ◇ ◆ ◇ ◆ ◇ ◆ ◇

G

imana nih part kali ini?

Kira-kira Sadam kenapa ya Sama Diva?

Terus, kenapa ya Sadam tersenyum tipis gitu? Apa Sadam juga ya yang ngomong "permainan dimulai?"

Nah, stay tune terus ya untuk tau segala misteri dan rahasia dari kisah ini.

Aku mau ngucapin makasih buat yang udah mampir dan baca. Makasih juga udah ngevote, follow, maupun komentar dan share. Makasih orang baik❤

Aku juga minta maaf banget kalau ceritanya jelek dan masih banyak kurang. Terlebih aku minta maaf ya teman-teman kalau ceritanya masih kurang sesuai dengan ekspetasi teman-teman. Aku minta maaf. Aku selalu berusaha utk nampilin yang terbaik.

Hehe, aku ingatkan lagi cerita ini diikutsertakan dalam lomba Sasspro Festival oleh Sassie Project. Diharapkan teman-teman jangan lupa memberi vote, komen, krisan, maupun follow ya. Terima kasih orang baik

Sampai jumpa di chapter berikutnya 👋





SIURUPANWhere stories live. Discover now