40

6K 711 39
                                    

Kaia kembali duduk dan menghela napas panjang.

"Bas, aku mau tanya. Hubungan kita ini, apa yang kamu lihat di masa depan untuk hubungan ini?"

"Masa depan untuk hubungan ini? Tentu kamu jadi istri aku," jawab Prabas penuh percaya diri.

Kaia sejujurnya ingin berterima kasih atas jawaban Prabas. Ada perasaan senang atas jawaban itu. Tapi keraguannya masih sangatlah besar.

"Bukan begitu. Maksudku... ini adalah pengalaman pertamaku dalam memiliki hubungan dengan seorang laki-laki, bas. Bukannya kita punya tenggat waktu sampai hutang-hutangku habis?"

Kini giliran Prabas yang menghela napas panjang. Pria itu merebahkan tubuhnya pada sandaran sofa.

"Kamu percaya hubungan kita hanya sampai di sana? Apa kamu pikir setelah tiga puluh juta itu lunas, hubungan kita sudah selesai? enggak, Ai. Aku akan cari seribu satu cara agar hubungan kita bisa berlanjut terus menerus."

"Kamu yakin apa yang kamu rasain bukan rasa penasaran sesaat? Maksudku mungkin dalam setahun kamu mulai bosan. Aku nggak punya banyak hal untuk disukai."

Prabas tertawa pelan. "Seharusnya aku yang bilang seperti itu. Aku nggak punya apa-apa untuk buat kamu jatuh cinta sama aku. Aku bahkan harus menjebak kamu dengan hutang agar kamu mau menerima hubungan ini. Dan mungkin..." Prabas menoleh ke arah Kaia dan menatap Kaia tajam. "Aku akan menggunakan fotomu untuk aku bawa ke dukun."

"Prabas... aku sedang berbicara serius."

"Alright-alright. Aku akan mengatakan ini dengan serius. Ai, aku jatuh cinta sama kamu. Sejujurnya, aku nggak tahu cara menyampaikan ini dengan baik karena ini juga adalah hubungan pertamaku. Tapi aku yakin sama kamu, Ai." Prabas meraih tangan Kaia untuk digenggamnya. "Aku nggak punya apa-apa selain trauma di masa laluku.Setiap malam aku selalu kepikiran bagaimana misalnya kalau aku nggak berhasil buat kamu jatuh cinta sama aku. Bagaimana semisal kamu lelah dengan trauma yang aku punya. Aku merasa nggak percaya diri, Ai. Aku yang merasa nggak pantas untuk kamu."

Kaia mendekatkan dirinya dan mengusap wajah Prabas yang memerah. Bibir pria itu bergetar.

"Aku nggak pernah punya orang yang meluk aku kayak kamu. Nggak ada yang bisa menenangkan aku ketika aku kambuh. Temanku hanya obat yang diresepkan oleh psikiater, Ai. tapi kamu... tiga kali kambuh, hanya dengan nyanyianmu aku kembali tenang. Ai... nggak tahu cara ngungkapinnya. Tapi aku mau selamanya sama kamu."

Kaia merasa tersentuh ketika Prabas mengatakannya dengan tulus. Pria itu menarik tangan Kaia. Kaia mengusap air mata yang turun dari pipi Prabas. Seperti seorang anak kecil yang tidak ingin lepas dari seseorang yang disayanginya, Prabas memohon kepada Kaia.

"Ai, aku nggak tahu apa yang terjadi pada papamu sampai dia sebenci itu sama aku. Tapi jika kamu izinkan, aku ingin membawa hubungan kita ke tahap yang lebih serius. Ai, aku sayang sama kamu. Lebih dari apapun Ai. Agh... rasanya sangat kesal."

"Kesal kenapa?"

"Karena aku nggak pernah layak untuk kamu. AKu kesal karena aku nggak bisa jadi pria yang buat kamu merasa aman dan nyaman. Aku masih belum mendapatkan kepercayaanmu seratus persen. Dan yang semakin buat aku frustasi, aku nggak tahu cara buat kamu jatuh cinta sama aku selain dengan cara menjebak kamu dengan material. Aku stres karena aku nggak punya satu pun kelebihan buat kamu melihat ke arahku."

"Bas... itu nggak benar."

Kaia menghapus air mata pria itu. "Hey, Prabas. Aku nggak bermaksud buat kamu seperti ini. Aku cuma khawatir, Bas."

"Khawatir kenapa, Ai? Apa semua yang aku lakukan untuk kamu belum menunjukkan tujuanku yang sebenarnya? Aku serius sama kamu."

""Aku... aku takut ketika disuruh pilih antara kamu dan papa. Aku sayang sekali sama papa, Bas. papa dan kakak sudah seperti nyawaku sendiri. Papa telah melakukan banyak hal untuk aku jadi aku nggak mau buat papa kecewa."

"Nah, kenapa kamu nggak kasih tahu aku, Ai? Beri tahu aku apa yang buat papamu nggak sesuka itu sama aku. Dengan begitu aku akan merubahnya! Aku berjanji untuk meminta restu dengan benar!

Kaia melonggarkan sentuhannya pada wajah Prabas namun pria itu meraih tangan Kaia cepat agar gadis itu terus menyentuh wajahnya.

Ini semua tentang masa lalu ereka. Kaia juga tidak tahu alasan aslinya. Kaia hanya tahu bahwa papanya pernah dipecat oleh Presdir sebelumnya, yang adalah papa dari Prabas. Saat itu papa bekerja sebagai asistennya, Dan papa juga tengah melewati masa yang sulit karena perceraiannya dengan mama. Pemecatan sepihak itu membuat papanya begitu terpuruk.

Hanya karena itu? Karena papaku memecat Tio Saujana di saat dia sedang melewati proses perceraian dengan istrinya? Tanya Pabas di dalam kepalanya.

"Papa sudah mulai menerima dan belajar beranjak dari masa lalu. Papa bekerja serabutan setelah itu. Papa kembali terpuruk ketika mendengar kabar mama meninggal dalam kecelakaan. Enthalpy, tapi sepertinya papa menyalahkan keluarga salim karena di hari itu seharusnya mama akan bergabung makan siang bersama ku, kakak dan papa. Tapi dalam perjalanan untuk bertemu kami di restoran, mama kecelakaan."

"Lalu hubungannya keluarga Salim dengan kecelakaan itu?"

Kaia menatap Prabas di depannya. "Aku nggak bisa beritahu kamu, kalau kamu begitu penasaran, kenapa kamu nggak tanya langsung ke kakekmu?"

"Kakek?"

Kaia mengangguk. "Setelah papa terpuruk untuk kedua kalinya Pak Salim datang berkunjung ke rumah kami. Aku nggak tahu pasti apa yang mereka bicarakan, karena saat itu aku masih sangat kecil dan kakak melarang aku bertemu orang-orang asing."

"Tapi kamu tahu alasan utamanya?"

"Tidak, aku juga penasaran. Tapi aku memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut karena itu sama saja dengan membuka luka lama papa."

"Kamu sesayang itu ya sama papamu?"

Kaia mengangguk. "Aku mau kasih tahu kamu, sejujurnya aku juga nyaman sama kau. Sejak pertemuan pertama kita. Sejak kamu masih menggunakan nama Pangestu, aku menyimpan perasaan baru yang belum pernah aku rasakan. Ketika kamu masih menggunakan nama Pangestu, aku bahkan memberanikan diri meminta izin kepada papa dan kakak untuk memiliki hubungan dengan pria untuk pertama kalinya. Aku sudah mengagumimu sejak saat itu, Bas."

"Ai..."

"Maka dari itu, aku berjanji akan membalas perasaanmu berkali-kali lipat jika kamu bisa membuat papa memberikan izin kita berhubungan. Jika kamu tidak mau atau tidak bisa, aku tidak masalah. Aku akan tetap menjalani hubungan backstreet ini tapi kamu harus tahu, pada akhirnya kita harus berpisah karena aku akan selalu memilih papaku untuk aku menomorsatukan. Maaf, Bas. jadi jawabanku saat ini adalah itu. Mau sebesar apapun perasaan yang kamu rasakan untukku, aku hanya akan membalasnya dalam kadar yang normal. Dan hubungan kita harus berakhir pada akhirnya"

Prabas terdiam di tempatnya. Ia tidak tahu harus mengkategorikan jawaban Kaia sebagai sebuah penerimaan atau penolakan. Gadis itu mengatakan bahwa dirinya memiliki perasaan yang sama tapi ia juga menginginkan hubungan mereka henti? Prabas yang memiliki kapasitas otak yang cukup besar sedikit bingung dengan jawaban yang Kaia berikan. Terlalu belibet.

"Jadi, bagaimana? Kamu mau melanjutkan hubungan ini dengan serius?"

"Aku nggak tahu serius itu seperti apa. Tapi aku ingin menjalankan hubungan ini sampai hutangku selesai, Bas. Jika di akhir nanti papa atau kakak nggak pernah memberikan izin untuk hubungan kita, aku akan ikuti pilihan mereka."

"Tapi kamu punya perasaan kepadaku kan?"

Kaa mengangguk."

Prabas melepaskan tangan Kaia dan trsenyum simpul. "Itu sudah cukup. Memang sejak awal, kamu hanya perlu duduk manis di tempat. Biar aku saja yang melakukannya semuanya. Aku akan buat papa juga kakakmu memberikan restu mereka untuk hubungan kita."

Tahu bahwa Kaia ingin bersamanya sudah cukup bagi Prabas. Pria mengusap air matanya. Kaia memeluk Prabas membuat Prabas terkejut. Namun tak butuh waktu lama untuk Prabas membalas pelukan tersebut. halangannya cuma Tio dan Kevin Saujana. Prabas yakin dirinya bisa melewati rintangan ini.

Pria itu mengusapkan wajahnya pada sweater milik Kaia sambil tersenyum. Air matanya berhasil meluluhkan Kaia. Ia yakin Tio juga Kevin tak akan sesulit itu. Jika masalahnya hanya karena papanya pernah memecat Tio Saujana saat pria itu terpuruk, Prabas yakin dirinya bisa cepat mendapatkan hati calon papa mertuanya itu.

Tunggu saja , Ai. Aku akan buat kamu membalas cintaku berkali-kali lipat seperti yang kamu bilang tadi. Nggak akan lama lagi, janji Prabas pada dirinya sendiri.

Jangan Bilang Papa!Where stories live. Discover now