34: Happy Life

15 0 0
                                    

Unknown

"Hoi, kalian!"

Bing melambaikan tangan berlari ke arah padang rumput putih yang meninggi, senyumnya rekah sembari tawa kecil hadir. "Kau ini sibuk sekali ya, ilmuwan? Sampai tak ada waktu bersama kami lagi." Taher merengkuh Bing dari samping dan mengacak-acak rambut pemuda tersebut. Udara hangat berhembus sementara matahari mulai meninggi, awan-awan menutupi sinar mentari, membuat teduh. Sedangkan tempat peristirahatan mereka sekarang berada di bawah pohon dengan daun berwarna ungu yang rimbun.

Hari masih pagi, pegasus berterbangan di udara, sebagian griffin (yakni hewan berbadan singa dan memiliki kepala dan sayap rajawali) pun sudah memulai hari, keluar dari puncak-puncak bukit tinggi mencari makanan untuk anak-anaknya yang menunggu di sarang. Suara merdu terdengar samar-samar dari hutam-hutan di mana para nimfa bernyanyi di tepi sungai emas jernih.

"Hei, jangan salah. Walau aku sibuk meneliti, Ruby yang paling sibuk di antara kita." Tawa renyah kembali hadir, sang empu yang dituju menggelengkan kepala mengulum senyum simpul. Banyak sekali yang sudah berubah selama bertahun-tahun mereka tinggal di dunia baru. "Jadi kapan kami bisa melihat kau menciptakan hal berguna lain selain listrik?"

"Ya, penelitianku masih berjalan. Kira-kira aku berniat melakukan percobaan membuat kendaraan." Pun Bing yang berubah menjadi lebih terbuka dan percaya diri, bocah itu kini sudah menginjak usia dua puluh tahun, jauh berbeda dengan dirinya saat kecil, bocah gagap dn penakut. Di dunia baru, kini dia menjabat sebagai seorang ilmuwan yang menciptakan teknologi, membantu para makhluk di dunia ini untuk bisa beradaptasi dengan kemajuan zaman.

"Itu ide yang bagus, kita membutuhkan kendaraan untuk mengantar pangan ke daerah terpencil saat musim dingin." Ruby mengangguk-angguk menerima usulan tersebut, dia melirk ke arah para nimfa yang menuangkan segelas teh dengan air berwarna emas. Minuman dituangkan pada cangkir yang terbuat dari porselen putih jernih. "Terima kasih." Para nimfa mengangguk dan beranjak pergi ke sisi, menyisakan kelima pemuda-pemudi petinggi negeri berbincang.

"Kau ini bicara pasal pekerjaan terus! Mari ganti topik!" Olive melipat kedua tangan di depan dada, kini dia sudah menjadi gadis jelita. Terhitung sudah sepuluh tahun berlalu. Gadis itu masih ceria, bahkan mungkin terlalu bersemangat. "Kita harus makan pie sebelum dingin!" serunya. Mereka mulai mencomot kue pie dari piring. "Ruby, eh, salah. Yang Mulia Ratu tidak makan?"

Benar, Ratu. Gadis dingin yang selalu mengutamakan logika itu beralih menjadi pemimpin negeri dunia baru. Dia memerintah para elf, nimfa, centaur (manusia dengan tubuh bagian atas manusia sedang bawahnya kuda), duyung hingga para hewan mitologi yang memiliki daerah kekuasaaan berbeda di setiap wilayah. Mereka sebagai satu-satunya manusia dapat memimpin dunia baru dengan membantu para makhluk mitologi dengan memperkenalkan mereka pada teknologi pun sistem pemerintahan.

Ruby mendengkus mulai terkekeh, tangannya bergerak mencomot pie lantas mengunyahnya, dia bisa merasakan tekstur yang lembut juga berry yang cair di mulut. "Ayolah, Ratu? Itu panggilan menggelikan. Kau juga seorang diplomat, Olive." Pipinya mengembung masih mengunyah makanan. Dengan sikap ekstrovert dan penuh akan kasih sayang, Olive kini menjabat sebagai diplomat antar bangsa dan ras yang di dunia ini memiliki banyak entitas yang perlu digabungkan untuk menciptakan negeri yang harmoni.

Sementara Andrew sudah mengambil dua potong pie mengangkat bahu. "Ya, kalau mau panggil Yang Mulia, kau bisa memanggilku begitu. Aku kan Pangeran." Andrew kini mengangkat sebelah alis, membuat Olive meletakan satu tangan di mulut, merunduk pura-pura muntah. Yang lain tergelak mengisi hamparan rumput dengan tawa dan canda. Olive menjentikkan jari di depan wajah Andrew. "Ralat. Mantan Pangeran." 

"Ya, ya, ya. Tuan Penasehat yang sombong dan angkuh ini selalu pintar berbicara." Taher menepuk bahu Andrew menampilkan seringai menjengkelkan. Segera saja dengan wajah masam Andrew menepis tangan Taher yang menyentuhnya. Sebagai orang tertua dalam kelompok, yakni Adrew menjabat sebagai penasehat. Sebagai seorang pangeran sebelumya, dia dididik dengan keterampilan mengelola pemerintahan, karena hal itu dia mendampingi Ruby yang menjabat sebagai pemimpin baru.

"Taher pun sibuk mengeksekusi gagasan-gagasan ide dari Bing," celetuk Olive mulai menguap, kehangatan hari ini sungguh membuatnya terlena dan mengantuk. Sedangkan Taher, orang yang diperbincangkan tertawa lantas mengangguk. Benar, pemuda itu sibuk merakit dan membantu Bing melakukan pekerjaan dan menyebarkan teknologi pada semua rasa agar memperudah hidup. Sayangnya di sini tak ada sihir, hanya hewan mitologi yang memiliki ciri khas sendiri.

"Oh, ya. Ngomong-ngomong apa kalian tidak merindukan dunia lama kita?" 

Sebagai jawaban semua refleks menggeleng. Mereka seolah sudah lupa dengan semua penderitaan yang pernah hinggap hingga tak mau bersusah payah mengingat-ingat kejadian lampau yang menyakitkan. Kecuali Andrew yang tersenyum kecil. "Terkadang aku merindukan keluargaku," ujarnya membuat semua orang terdiam. Andrew memang tumbuh di keluarga penuh kasih sayang, melontarkan tatapan simpati Olive mengelus lengan Andrew sebelum dibalas seringai lebar. "Tapi, aku suka menjadi sehat dan bebas. Aku bisa pergi ke mana pun aku mau, bisa mengeksplorasi banyak hal dan tidak sendirian."

"Anak-anak, ini ada potongan pie terakhir." Orang tua Taher mendekat, menyodorkan semangkuk pie dan menyajikannya di atas karpet piknik. Begitu juga dengan orang tua yang mengawasi anak-anak selama ini, membimbing pun mengasihi. Mereka mengambil peran orang tua bagi anak-anak ajaib. Setela kehilangan Annalise, mereka mendapatkan lebih banyak anak-anak lain. Yang sekrang jauh mereka sayangi.

Claude dan Diana duduk di samping anak-anak ikut memandangi langit, sepuluh tahun berlalu dan semuanya sudah jauh berbeda. Anak-anak kecil yang mereka urus kini menjadi pemuda-pemudi berani yang menjalankan kehidupan masing-masing. Persahabatan mereka semakin erat dan kuat, tak ada yang dapat memisahkan mereka yang sudah berlangsung lama, bahkan hingga tahun-tahun berikutnya.

Setelah meminum cairan ungu, mereka kini menjadi orang yang berbeda dari sebelumnya. 

Mulai dari Bing yang sudah diketahui menjadi percaya diri dan tak gagap.

Ruby yang terlepas dari kekerasan dan menjadi lebih hangat.

Olive yang tidak kesepian maupun takut sendirian.

Andrew yang sehat dan peduli pada orang di sekitar.

Hingga Taher yang tak lagi takut kehilangan, bersama orang tuanya tinggal di dunia magis nan ajaib yang mereka pijak.

Ruby menjatuhkan tubuh di atas rerumputan putih, berbaring melipat kedua tangan di belakang kepala. Matanya menyorot langit biru nan luas, hal itu diikuti oleh teman-temannya yang juga ikut berbaring telentang, saling mendengar suara napas satu sama lain. Begitu damai dan tenang. "Olive berharap ini akan abadi selamanya." 

Dalam hati diam-diam mereka mengangguk. Ini ketenangan yang mereka cari, sebuah kebahagiaan yang sudah lama mereka impikan. Setelah penantian panjang penuh luka dan duka, melewati rute demi rute untuk mematikan yang menyakitkan. Pada akhirnya mereka disatukan dalam sebuah perjalanan panjang yang tak akan mereka lupakan.

Bersambung ....

15 Januari 2024

The Hole [Proses Terbit]Where stories live. Discover now