10: Sea

25 1 0
                                    

Pantai, Isolde 20XX

Udara laut tercium jelas, angin bertiup kencang, sementara ombak-ombak menghantam karang. Langit sudah meninggi, pasang surut laut terlihat jelas di mana ombak meninggi lebih jauh membawa laut pada pesisir pantai dengan pasir putih menawan. Di tengah keindahan pantai, lubang hitam muncul dari salah satu perahu nelayan.

"Kita berhasil!" Olive berseru mengangkat kedua tangan bersemangat. Ruby menyeringai lebar mengangguk kemudian melirik Andrew yang sudah setengah pingsan bersandar pada jaring ikan, di sisi lain Bing memegang kepalanya pusing.

"Itu gila!" sergah Andrew pada Ruby. Sebelum menyadari tempatnya berada kini dia segera bangkit dari jaring ikan, itu kotor dan tidak higenis. Andrew berdecih, sedangkan Ruby angkat bahu, terkadang melihat anak manja ini menyebalkan.

"Tapi, kita selamat!"

Andrew berpikir semua hal mulai gila. Dari dia hampir mati, mengetahui sang kakak meracuninnya selama ini dan juga lubang hitam yang membawanya dengan anak-anak aneh di dalamnya. "Pantai ...," gumam Andrew menatap sekeliling, matanya mulai menemukan cahaya seperti anak kecil  polos.

"Ruby! Ayo, kita main!"

"Ajak Bing saja. Aku mau mencari orang."

Olive mengangguk cepat, kemudian menarik tangan Bing yang masih pusing, mengajaknya bermain pasir. Andrew ikut tertawa, langit kini berawan jadi cuacanya tidak terik. Mereka bertiga bermain pasir, mengubur Andrew hingga setengah badan. Ruby mulai berjalan pergi, melewati perahu-perahu nelayan.

Ruby tersenyum tipis, melihat ada foto keluarga tergeletak di salah satu perahu nelayan. "Hey!" Gadis itu terlonjak menemukan remaja jangkung kurus memanggilnya, dia muncul dari balik rumah kayu. "Itu milikku." Untuk pertama kali Ruby bingung apa yang dimaksud sebelum menyadari itu mungkin foto di tangannya.

"Ini."

Ekspresi remaja itu ramah, dia mengangguk mengusap kepala Ruby. Membuat Ruby segera mundur beberapa langkah, tidak nyaman, dia tertawa. "Kenapa anak kecil ada di sini sendirian? Pantai ini bukan tempat wisata." Ruby mendengarkan, itu bisa menjelaskan kenapa tempat ini sepi dan tenang.

"Namaku Taher. Orang tua kau kemana?"

Taher adalah remaja jangkung kurus dengan kulit kecoklatan, dia memiliki freckles coklat di hidung, bahkan jika tersenyum gigi rapinya terlihat, manis sekali. Ruby menggeleng kemudian menengadah. "Aku kemari bersama teman-teman. Kami sedang mencari sesuatu,"

"Sesuatu? Apakah aku bisa membantu?"

Ruby merasa asing dengan kebaikan ini, padahal dia tak diberi uang ataupun dimintai tolong. Lain dengan Taher, dia maju sendiri menawarkan bantuan, orang aneh. "Lubang hitam, seperti pusaran air, Apakah kau melihatnya?" Taher terdiam, berpikir beberapa saat sebelum tertawa. "Sepertinya kau dari kota, hal seperti itu hanya ada dalam film. Tapi, mungkin aku bisa membantu."

Ruby mengangguk, menatap jaring nelayan. Taher yang menyadarinya membawa jaring itu memperlihatkan kepada Ruby. "Pekerjaanku menjadi nelayan, sekarang aku baru mau berlayar. Kau mau coba menangkap ikan?" Ruby jelas akan menolak, sebelum mendengar seruan Olive yang menginterupsi. "Olive mau! Olive mau!"

"O- Olive," panggil Bing terengah-engah mengejar Olive. Sedangkan Andrew memakai kacamata hitam masih dengan wig berjalan mendekat. Gayanya benar-benar menunjukkan kehormatan pangeran, walau memang di dalamnya ada keangkuhan. "Dasar rakyat jelata, kalian seharusnya kalian menunduk hormat."

"Dasar Pangeran penyakitan!" kelakar Olive yang dibalas pelototan Andrew. Orang-orang di sana tertawa. Menyimpan kacamata di saku, kemudian Andrew melirik ke arah Taher. "Jadi selanjutnya apa anak kecil?" tanyanya pada Ruby.

Ruby berpikir, dan itu membuat Taher terheran-heran. Apakah tidak salah Andrew bertanya pada anak yang lebih kecil darinya? "Wow, tunggu. Apa kalian berempat kemari sendiri?" Mereka berempat menatap sumber suara, mengangguk. Itu hal yang aneh, Taher tahu betul bahwa daerah Isolde ialah kota pinggiran di Negeri Philia. Tidak semudah itu datang kemari. "Bagaimana kalian bisa ...?"

"Olive."

Olive yang sedari tadi sengaja membawa jaring, bersikap jahil, kemudian menempelkannya pada Andrew yang benci kotor. Di tengah aksinya Olive berhenti mendengar suara Ruby. Lantas berdiri di salah satu kapal mulai bercerita, gadis kecil itu menceritakan semuanya dari awal hingga akhir. "Tunggu, tunggu. Lubang hitam menelan kalian jika menjelang kematian? Astaga! Itu jahat!"

"Tapi, kita hidup berkat itu." Ruby angkat bahu melihat Taher yang shock, tampaknya jelas Taher ini orang baik. "Kupikir benar, kalau begitu kami ingin ikut naik perahu. Mungkin itu satu-satunya jalan menemukan rute selanjutya."

"Tunggu! Itu bisa berbahaya! Kita tak bisa berangkat langsug berlima." Taher menghela napas, jika dia hanya membawa Ruby itu tidak masalah. Akan tetapi jika semuanya dia tidak yakin bisa menjaga mereka. "Dan itu berbahaya!"

"Memang lebih bahaya dari zombie?"

"Apa?"

"Lebih bahaya dari hampir tergiling mesin?"

"Tidak!"

"A- atau lebih berbahaya dai pemanggilan iblis?"

"Apa yang salah dengan kalian?!"

Taher mengedipkan mata cepat, tentu saja bagi anak-anak ini tidak akan berbahaya. Mereka istimewa, mungkin terlalu istimewa. "Baiklah, mungkin kalian tidak akan mendengar. Kalau begitu mari pergi," putus Taher akhirnya.

"Yeay! Menangkap ikan!"

Olive sudah berlarian diikuti oleh Bing yang memperingati. Andrew sendiri duduk di perahu sementara Taher menariknya. Ruby ikut mendorong mulai menaikkan sebelah alis, melempar jaketnya ke wajah Andrew, tanpa rasa bersalah pangeran itu bertanya, "Apa?"

"Kau berat seperti babi. Jadi menyingkir."

"Babi? Aku pangeran!"

Taher tertawa melihat Ruby semakin kesal dibuatnya, tetap membantu mendorong perahu ke sisi pantai. Andrew sendiri berdecih, sebelum benar-benar melompat keluar ketika Ruby menyeringai menakut-nakuti. "Di sana bau amis kau tahu? Mereka menyimpan ikan busuk di sana."

"Astaga, itu menjijikkan!"

Kali ini Ruby tersenyum miring, menahan tawanya. Taher sendiri tertawa lepas segera saja perahu siap berlayar di pesisir pantai. Andrew melotot pada Ruby yang mempermainkannya, tapi itu tidak lama. Mereka langsung terkagum ketika melihat dua kayu yang seimbang dan tubuh mereka terapung di laut, menyalakan mesin, perahu mulai berjalan terbawa angin, dan itu semuanya dilakukan sendiri.

"Keren!"

Taher tersenyum, kemudian menarik kendali, berbeda pada saat pelarian. Perahu ini stabil dikendalikan oleh ahlinya. Angin berembus hangat, aroma laut tercium, Olive meletakkan tangannya di air terciprat kemana-mana. Rasanya tenang dan damai, dan bagi Ruby itu sangatlah asing, tidak mengenakkan karena selanjutnya pasti selalu ada hal lebih buruk.

Kapal melaju sudah cukup jauh, mereka melihat hewan-hewan laut dalam perjalanan, lumba-lumba melompat-lompat, burung camar berterbangan. Andrew sendiri memakai jaket double, udaranya dingin bagi tubuh lemah sepertinya. "Kita sudah sampai!"

Ruby menoleh pada Taher yang kini menarik jaring yang sudah dipasang untuk menjebak ikan. "Olive mau bantu!" seru sang gadis. Mereka menarik ikan dari jaring-jaring, terlihat ikan-ikan memeuhi perangkap, bergerak menggelepar di lantai perahu. "Ikannya banyak!"

Hanya Andrew yang terdiam, tidak ikut mencoba merapikan ikan-ikan. Itu kotor. Dia tidak suka kotor. Perlahan menatap ke atas, dirinya terkejut menemukan langit mendung. Perlahan rintik hujan membasahi, tapi bukan itu poin utama. Perahu mulai terlalu sering bergerak, hanyut kesana kemari. "Taher, kupikir kita harus pergi sekarang."

Tepat sekali mengatakan itu, hujan semakin deras turun, membasahi mereka semua. Taher cepat-cepat mulai menjalankan perahu kembali. Akan tetapi hujan semakin deras, guntur menyambar, suasana menjadi ricuh. Teriakkan Olive terdengar kencang, sementara Andrew berpikir sudah terkena hipotermia, kedinginan meringkuk di sisi kapal.

"Awas!"

Bersambung ....

15 Desember 2023

The Hole [Proses Terbit]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ