27: Start From Scratch

10 0 0
                                    

All routes, 20XX

"Apa kau bilang?"

Andrew mengambil napas dalam-dalam, setelah kembali dari taman dia dimarahi habis-habisan oleh orang tuanya yang berkunjung karena keluar dari kediaman. Ditambah dia mengatakan hal di luar kebiasaan sang pangeran, membuat orang tuanya menaruh curiga. "Kau ingin dibawakan teman dan bodyguard baru?" Andrew mengangguk, dia tahu ini hal gila, di tengah penyakitnya dia masih ingin meneruskan petualangan mereka semua.

Lubang hitam itu nyata, tapi, mereka sudah melewatinya dan kemungkinan besar tidak akan kembali kecuali mereka melakukan perjalanan ini dari awal. Dia tidak mau terjebak di rumah ini lagi, sendirian, tanpa orang lain. Itu pilihan yang sulit. Maka dari itu dia lebih memilih kembali bergulat dengan lubang hitam, bertemu teman-temannya. Andrew meremas ujung pakainya kembali bicara, "Aku tidak mau terjebak di rumah ini lagi. Aku tidak mau sendirian." Dia menatap orang tuanya serius.

"Kau sakit-"

"Aku tahu, tapi bukan berarti aku cacat, tidak bisa melakukan apa pun. Aku masih cukup sehat untuk menentukan jalan hidupku. Jadi karena itu ... kumohon ...."

Dia meminta dua hal sebelumnya hanya sebagai alasan agar dirinya bisa melanjutkan petualangan bersama teman-teman, ada sekelebat ragu yang menghinggap soal apakah ini cukup berharga sampai meninggalkan orang tuanya? Jujur Andrew tidak tahu, yang dia inginkan adalah kebebasan dan teman yang berharga--- sesuatu yang tidak dimilikinya. Juga kebebasan, satu hal itu.

Kedua orang tua Andrew saling lirik lantas akhirnya menjawab. "Baiklah. Jika ini saja yang kau inginkan kami akan menuruti keinginanmu. Kebetulan Ayah sekarang memiliki bodyguard baru yang bisa mengisi kekosongan pengganti milikmu. Andrew tersenyum lebar, tanpa basa-basi dia memeluk kedua orang tuanya, membuat kedua orang itu tersenyum mengusap kepalanya lembut. "Terima kasih ... terima kasih ...."

Dia masih terharu, dia sudah banyak merasakan rasa kasih sayang yang berlimpah, mungkin kini saatnya mengambil pilihan lain, sesuatu yang bisa membuatnya bebas. Hal-hal berharga lain yang selama ini dia lewatkan. "Ah, aku juga pinjam helikopter." Tanpa tahu malu dia tersenyum polos, membuat kedua orang tuanya tergelak.

...

"Jadi kau benar-benar pangeran?" Ruby mengerlingkan kedua mata, tertawa duduk di salah satu sofa mahal. Dia bersandar nyaman sembari memakan kukis yang ada di meja, perutnya kelaparan. Olive ikut mencomot kukis terkekeh lembut. "Wow! Itu hal yang tidak terduga."

"A- aku kaget ketika di- dijemput." Bing ikut menimpali, sementara Taher yang masih dala suasana berkabung menunduk menatap cangkir teh di tangannya. Dia masih sibuk dalam pikirannya, jika saja Andrew tidak mengirimkan orang untuk menjemputnya mungkin ia sudah menyusul adiknya dengan pergi ke laut. Sebelum akhirnya tersadar dengan kenyataan dia mendesah panjang. "Kau ... terima kasih."

Andrew mengangguk-angguk mengangkat wajah dengan pongah. "Huh, kalian saja yang tak percaya." Andrew tertawa narsis, membuat semua mata menatapnya jengah. Setelah tertawa sendiri, akhirnya dia berdehem menarik salah satu whiteboard dan memilah spidol warna merah. "Jadi aku mengumpulkan kalian ke sini atas satu hal. Yakni untuk menaklukan lubang hitam bersama-sama."

Semua orang dalam ruangan diam memerhatikan. "Bing jelaskan apa yang kau tahu soal lubang hitam!" Andrew menjulurkan spidol itu pada Bing, bocah itu sedikit gugup, tubuhnya bergetar dan sesekali menjatuhkan spidol sebelum menerangkan. "Ja- jadi menurut prediksiku, lu- lubang hitam itu a- adalah lubang cacing di mana sebuah lubang yang memuat dimensi ru- ruang dan waktu yang disebabkan oleh suatu materi. Atau secara si- singkat jalan pintas melalui ruang dan waktu."

Bing menggambarkan lingkaran hitam berbentuk gelombang yang memiliki garis lurus dari kanan ke kiri. Lantas dia menekan ujung kiri. "Kita ada di sini, ta- tapi jika kita masuk ke dalamnya." Bing mengambil garis lurus hingga sampai di ujung gelombang kanan. "Kita akan mu- muncul di sini. Seperti itu- itulah cara kerja lubang hitam selama ini yang kita ke- ketahui." Semua orang dalam ruangan mengangguk, itu penjelasan sederhana yang mudah dimengerti, terlebih mereka sudah merasakannya secara langsung.

"Na- namun, ada materi di dalam lu- lubang cacing yang ti- tidak diketahui," terang Bing membuat tanda tanya di tengah-tengah gelombang hitam. "Menurutku materi inilah yang me- mengendalikan lu- lubang cacing juga pe- penyebab lubang cacing ha- hadir memangsa kita." Andrew menopang wajahnya dengan satu tangan lantas menunjuk whiteboard. "Lalu bagaimana caranya agar kita bisa masuk ke lubang cacing lagi? Kau tahu, kita semua sudah melewati waktu tetap di mana lubang cacing muncul."

"Yakni pukul 14.00." Ruby menambahkan. Bing berdehem, kemudian kembali menarik garis lurus ke arah kiri. Titik awal di mana lubang hitam muncul. "An- andai kata jika pabrik tua di Manch ada- adalah rute satu. Lantas ban- bandara terbengkalai di Ines adalah ru- rute dua dan seterusnya. Ma- maka secara teori-"

"Kita harus datang ke rute paling awal untuk menemukan lubang cacing di tempat dan waktu yang sama!" Olive berseru membuat mereka yang sibuk berpikir mendapatkan pencerahan, Bing mengangguk sebagai tanda bahwa perkataan Olive benar. "Berarti besok kita harus ke tempat Ruby, semoga teori ini benar." Taher berujar, tersenyum teduh.

Bing menilik whiteboard dengan saksama, sibuk sekali dengan pikirannya sendiri. Hal itu ditemukan oleh Taher yang menepuk bahu pemuda tersebut. "Ada apa?" Bing memegangi dada, terkejut lantas mendesah kecil dan menggeleng. "A- aku hanya tidak ya- yakin apakah rute ini benar." Bing kembali tersenyum, sementara Taher sekali lagi menepuk kedua bahu itu, kini lebih kuat. "Kami percaya padamu."

...

"Ruby, kau gila?"

Ruby menaikkan sebelah alis, dia mengedikkan bahu, menyeringai lebar. Sekarang mereka tengah menyelinap masuk ke dalam pabrik tua yang berdebu. Sesekali Andrew terbatuk, mendelik kesal pada Ruby yang bersikap bodo amat. Sementara yang lain mengekori di belakang. "Ayolah, kita pun tak waras jika percaya dengan lubang cacing."

"Lubang cacing itu benar-benar ada dalam pelajaran fisika," sanggah Bing yang membuat semua orang terkekeh. Terlihat seperti kutu buku memang, tapi, Bing anak yang paling pintar di antara mereka. Tidak ada sanggahan akan fakta itu. "Lalu apa yang akan kita lakukan?" Ruby menunjuk salah satu pemberhentian terakhir bubble wrap yakni tempat di mana bubble wrap siap dikemas. "Mari kita buat kekacauan, tujuan utama kita ada di sana tempat pemberhentian terakhir produksi bubblewrap."

"Dan jika kita salah, jika ini bukan teorinya, mungkin hanya sedikit patah tulang karena terjatuh dari tempat tinggi."

Andrew melebarkan mata, mendorong tubuh gadis itu sehingga hampir tersungkur. Ruby yang hampir terjatuh nyengir, tidak terlalu menganggap serius, kini mereka semua sudah ada di pintu belakang pabrik. "Siap?" Mereka mengangguk, mulai beraksi mengacak-acak bubble wrap, membuat kegaduhan, menarik perhatian Nenek Tua yang berjaga.

"Hey, Nenek Tua jelek. Aku kembali."

Bersambung ....

8 Januari 2024

The Hole [Proses Terbit]Where stories live. Discover now