01: Abondened Factory

75 13 5
                                    

Pabrik Tua, Manch 20xx

Satu tamparan keras mengenai wajah gadis kecil, bocah itu bergeming setelah terpental ke lantai. Tubuhnya kembali terluka, selain lebam di wajah, di tangan dan kaki sudah dipenuhi luka kemerahan dan ungu. "Jangan sakiti bocah itu sialan! Dendanya besar, poin kita tidak akan cukup!"

"Lalu kau mau apakan, huh?!"

"Yang pasti tahan dulu, semuanya kacau. Kita tidak bisa menampungnya."

"Kita hanya perlu membuangnya!"

"Itu tidak akan berhasil!"

Tubuh gadis yang dipenuhi luka berjalan tertatih-tatih, sempoyongan pergi ke kamar mandi. Membersihkan memar juga darah di tubuh, tatapan itu kosong, segera dia menarik pecahan kaca dan memotong rambutnya yang panjang, menghalangi pandangan juga terlalu mudah dijambak. Seiring air mengalir, teriakkan orang tuanya semakin keras, darah merembes dari tubuh hingga nodanya pegi ke pembuangan.

Dia tak mau ada di sini. Dia ingin pergi jauh, tak pernah kembali. Tubuh mungilnya gemetaran menatap wajah terluka di dalam sana. Sekarang sudah jelas bahwa dia tak pernah bisa keluar dari neraka ini. "Pergi ... pergi ... aku mau pergi ...," gumamnya samar sembari melempar pecahan kaca pada wastafel.

"Harus ... aku harus pergi ...."

...

Dinding batu bata merah tua berdiri di atas tanah lapang, sebagian warnanya terkelupas dimakan umur sedangkan hitam-hitam yang mewarnai terlihat buruk. Aroma bata yang sudah rapuh bau, bangunannya reyot bahkan hampir roboh. Satu-satunya yang terlihat hidup hanyalah cerobong asap yang mengeluarkan gumpalan asap hitam pekat.

Di bagian depan terdapat palang besar yang menunjukkan nama pabrik, 'Sealing Bubbles'. Bahkan warna palangnya hampir pudar, tidak berwarna. Di kelilingi pagar kawat setinggi lima meter, serta gerbang geser karatan yang mengeluarkan suara derit tidak mengenakan. Tempat di mana pabrik tua berdiri.

"Seharusnya tempat ini dijual. Tempat yang jelek dan tidak berguna." Seorang gadis memanjat pagar karena gerbangnya macet. Melompat ke dalam, ekspresinya datar dengan satu wajah terdapat lebam. Dia mengenakan jaket merah di atas perut juga dengan celana training navy.

Gadis dengan rambut sepundak menepuk pakaian kemudian mengendap-endap memasuki pintu belakang pabrik. Suara bising mesin terdengar, senyuman tipis merekah. Dia bersembunyi dibalik bubble wrap yang sudah dibungkus rapi berjejer. Di atas tempat pengawas terdapat nenek tua yang sibuk bernyanyi dengan musik jadul.

"Teruslah bernyanyi orang tua. Jangan lihat kemari," bisiknya. Mengambil plastik besar dari kantong celana dan gunting. Segera dia menjatuhkan dalah satu bubble wrap tinggi dia berhati-hati agar suaranya tidak terdengar. Setelah bubble wrap terjatuh dia mengambil bagian, menggunting, memotongnya hingga kresek yang dibawa penuh.

Dia menunduk mulai melaksanakan aksinya, dari lehernya tepat dibalik jaket terdapat kalung perak dengan ukiran nama Ruby. Sang gadis menangkap benda itu, seolah artefak berharga dan memasukkannya kembali ke balik jaket. Ruby mulai memasukkan hasil potongannya ke kresek besar, dengan ini dia bisa menjualnya dengan harga murah pada toko-toko untuk mendapatkan uang.

Keringat membasahi pelipis, dia mendesah panjang mengetatkan rahang. Ketika fokusnya hampir sampai puncak, dia tersentak merasakan jepitan besi menarik pakaiannya. Tubuh Ruby melambung tinggi ke udara, sementara seluruh pekerjaannya berantakan di bawah sana.

"Tu- tunggu!" Dia memberontak lantas menendang-nendang hingga jepitan besi itu sampai di depan kaca pengawas. Dia terpaku, menatap nenek tua buruk rupa, hidung panjang dengan mata keriput yang jelek. Dia ketahuan!

"Pencuri berandalan! Kau pikir aku tidak bisa melihatmu? Huh?!"

Gadis itu mengatupkan rahang tidak menjawab, dia terlalu fokus dan melupakan pengawas, dia bisa merasakan tubuhnya digerakkan kesana kemari seperti boneka membuat nenek tua itu tertawa lagi, kemudian menatap penuh amarah. "Jawab aku berandalan! Kau yang mengambil hasil plastik-plastik ini?!"

Ruby mengabaikan peringatan, menatap sekeliling dirinya menyeringai kemudian melepas jaket merah menyisakan sport bra, dirinya mengayunkan penjepit hingga dia jatuh, melompat ke bagian atas lorong besi, tempat uap keluar. "Benar, tapi kau tidak bisa menangkapku."

Ruby menyeringai, menarik jaket yang tergantung dari penjepit berlari di atas besi-besi juga melompat ke pipa-pipa. Mesin-mesin masih terus berjalan Nenek Tua menemukan Ruby berlari seperti anak tikus, dan terus berusaha menangkapnya. Suara besi bergesekan semakin terdengar sementara Ruby terjatuh pada belt conveyor, benda hitam panjang yang bergerak bersama plastik-plastik utuh untuk dicetak.

"Ketemu kau!" Ruby melotot, hampir saja penjepit itu menangkapnya, lantas cepat sekali dia berguling jatuh ke penggerak benda lain hampir masuk ke dalam cetakan bubble wrap, sementara penjepit mulai menabrak peralatan yang lain, menggeram jengkel. Teriakkan Nenek Tua keras sementara dia berguling lagi kali ini ke penggerak hitam menuju ujung akhir bubble wrap yang selesai dibuat.

Ruby kembali menjatuhkan dirinya, kali ini di lantai kotor penuh debu. Dia terbatuk-batuk menutup hidung, bersembunyi dibalik belt conveyor. Ruby masih menutup mulut mendengar teriakkan kembali menggema. Setelah beberapa kali ke tempat ini Ruby tahu bahwa hanya ada satu pengawas di pabrik tua. Selama lima tahun terakhir, pernah ada tuntutan pemerataan upah buruh di Dulce yang diindahkan oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan mogoknya para buruh yang menyebabkan sedikit dari pabrik di Manch tutup termasuk pabrik 'Sealing Bubbles'.

Hanya saja pabrik masih berjalan walau hanya ada satu pekerja di mari. "Kemari kau sebelum kulaporkan ke polisi! Kau akan masuk ke lapas anak berandalan!" Ruby mendelik, tidak bersuara hingga matanya melotot menemukan barang-barangnya tadi diambil kemudian dimasukkan ke tempat penghancur. Ruby meremas tangan, kini tujuannya hanyalah keluar dari tempat ini.

Ruby meringis merasakan perutnya mulai bersuara, kelaparan, masih belum terisi benar. Itulah kenapa dia harus menjual hasil curian, untuk hidupnya. Setidaknya hanya dia yang peduli pada dirinya sendiri, orang lain tidak. Segera setelah mengambil keberanian, dia berdiri berusaha mengendap-endap keluar, sayangnya belum sampai di pintu belakang penjepit sudah menangkapnya.

"Ah~ akhirnya kau tertangkap!"

Orang jelek! Ruby benar-benar ingin mengumpat, tapi itu pasti hanya akan memburuk keadaan. "Lepaskan aku!" teriaknya nyaring, keringat dingin membasahi leher, wajah Ruby semakin pucat seiring dirinya digerakan seperti mainan. Dia pusing, semakin lelah, tidak bisa terlepas hingga puas Nenek Tua menjatuhkan Ruby ke belt conveyor lain.

Ruby masih bisa mendengar tawa dari Nenek Tua, sementara bagi Ruby di sekelilingnya, semua benda berputar-putar. Memasuki akhir pemberhentian dari bubble warp dia kira akan terjatuh dari ketinggian bergabung dengan plastik-plastik yang hangat, selesai diolah. Tapi, yang terjadi selanjutnya dia melebarkan mata. Terdapat lubang hitam besar, bergerak-gerak menggerayangi tubuhnya.

Ruby ingin berteriak, tidak mengerti apa yang mengerumuni. Tubuh mungilnya bergerak berusaha bebas akan tetapi semuanya sudah gelap.

Bersambung ....

1 Desember 2023

Catatan

New Character Unlocked!

New Character Unlocked!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nama: Ruby

Umur: 12 tahun

MBTI: ISTP

Rute awal: Pabrik Tua/Manch

The Hole [Proses Terbit]Where stories live. Discover now