18: Prisoner

14 0 0
                                    

Laut, Isolde 20XX

"Orang tuamu? Apa maksudnya?" Ruby mengendorkan genggaman, perlahan melepas tangannya dari kerah Taher. Taher terbatuk mulai terduduk mengambang di atas air, selanjutnya dia mengangkat wajah menatap Ruby dalam-dalam. "Aku tahu jika lubang hitam itu nyata, dan itu tidak masuk akal."

"Lantas?"

Taher meremas tangannnya erat-erat menunduk dalam. Pikirannya berkabut semenjak masuk ke dalam lubang hitam. Dia sudah memikirkannya berulang kali, jika hal itu tidak masuk akal sebagaimana juga duyung yang dia tahu tidak nyata. Maka ada kemungkinana jika orang tuanya yang di laut hilang bukan meningggal seperti yang dikatakan orang-orang. Mungin dan mungkin ... kemungkinan sedikit apa pun bisa menjadi sebuaah peluang.

"Orang tuaku menghilang di laut. Kupikir para duyung tahu jawabannya. Aku harus mengambil kesempatan sekecil apa pun itu."

"Astaga ...."

Olive memukul dahinya tidak percaya. Sementara Bing bersikeras ingin membantu Taher, Ruby skeptis dan Andrew angkat suara. "Hah ... kalian memang anak kecil. Taher kau tahu bahwa kau egois jika tidak memikirkan keselamatan yang lain. Dari hasil pengamatanku selama ini lubang hitam itu tidak membawa kita pada hal yang baik." Andrew mengacak rambutnya menatap Taher yang semakin putus asa. "Tapi, jika kau mau mencoba mencari tahu setidaknya sekali kita akan membantumu."

"Hey!" Ruby berseru menaikan intonasi suara. Apa yang dipikirkan Andrew dan Bing? Padahal sudah jelas sebelumnya mereka dibunuh oleh hantu dan kakak dari Andrew. Jika di rute ini mereka melakukan hal yang berbahaya kemungkinan mati semakin besar. "Aku tahu anak kecil. Aku tahu ... tapi sebagaimana kau menolongku dan Bing. Kita juga setidaknya harus menolong Taher sekali. Lagi pula kita harus mencari lubang hitam itu kan untuk ke rute selanjutnya?

Ruby yang paling tahu soal lubang hitam. Memang benar pada akhirnya mereka harus mencari lubang itu untuk pergi ke rute selanjutnya. Ruby jelas masih ingin menolak sebelum Olive menggenggam tangannya sembari kedua bola mata bulat menggemaskan membujuk Ruby. "Kita harus bantu Taher. Olive yakin kita sekaligus bisa mencari lubang hitam."

"Kalian ...."

Ruby mendesah, semua orang menatapnya menanti persetujuan. Jika pada akhirnya mereka semua sepakat mau bagaiamana lagi. "Baiklah, baiklah!" putus Ruby akhirnya, semua orang tersenyum mendengar keputusan Ruby. "Tapi, ingat! Hanya sekali ini saja." Taher memeluk Ruby sebagai ucapan terima kasih. Membuat Ruby menatap galak mengangkat tangan, dia tidak terbiasa dengan pelukan, terutama pria. Semua orang tertawa.

...

"Kalian meminta apa?"

"Sebelum kembali kami ingin melihat-lihat seluk beluk kerajaan bawah laut." Taher mengangguk percaya diri menatap pengawal. Akan tetapi responnya tidak begitu baik, penjaga itu berdiskusi dengan temannya yang lain. Setelah menunggu lima menit memperhatikan pengawal saling bercakap pada akhirnya mereka mengiyakan. "Lagi pula mereka hanya anak kecil."

Taher tersenyum lebar. 

"Tapi, kita tidak akan mengantar kalian ke tempat-tempat terlarang. Seperti perbatasan kerajaan laut, penjara, dan tempat barang berharga berada," ungkap pengawal. Setelah dimintai ratu secara khusus menjaga anak-anak dan memperlakukan mereka dengan baik, ini salah satu usaha mereka mengabulkan titah sang ratu.

"Baiklah!" Itu sudah cukup. Mereka berlima mengikuti pengawal keluar dari terumbu karang, melihat-lihat kehidupan duyung. Tak ada yang spesial, itu hampir sama seperti kehidupan di daratan. Ada sekolah, pusat perbelanjaan, taman dunia bawah laut. Yang berbeda hanyalah mereka tidak memiliki teknologi listrik. Kebanyakan dari mereka memiliki kemampuan sihir seperti ratu. Penjaga tidak menjelaskan lebih dalam dan membiarkan mereka memperhatikan secara langsung.

The Hole [Proses Terbit]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant