06: Ghost

18 1 0
                                    

High School, Gemma 20XX

Ketika televisi menyiarkan kebakaran di salah satu High School di Gemma. Semua menyiarkan satu hal, gedung terbakar, siswa dan guru yang tidak selamat, mewawancarai keluarga korban--- salah satunya Bing. Saat itu dia tahu betul bahwa kakak tersayangnya meninggal, itu adalah tamparan besar yang menyakitkan.

"Jangan menangis, kamu ini pria. Okay, Nak? Jangan menangis, jangan ...." lirih sang Ibu. Tak pernah Bing setakut itu dalam hidup, walau kata-kata Ibunya lembut yang dia tahu hanya satu hal, kini dia harus menjadi anak satu-satunya. Tidak lagi memiliki kakak yang melindunginya.

"Kenapa nilaimu tidak sebagus Kakak?"

"Ah, saya tidak percaya diri mengajar putra Anda. Dia tak memiliki kecerdasan seperti mendiang almarhum."

"Bing! Kau harus belajar! Kau satu-satunya harapan kami!"

Satu. Tunggal. Sendiri.

Bing jelas sekali takut, dia lelah, sedih, tidak tahu kemana harus mengadu. Tidak ada rumah, pelukan hangat, dorongan-dorongan sebagai si nomor satu membuatnya letih. "Ma- maaf ...." Bahkan sampai bicaranya gagap, dampak dari semua tekanan membuat orang tua yang kehilangan putra sulung emas mereka semakin mengamuk.

Les. Les. Les.

Belajar. Belajar. Belajar.

Menjadi seperti Kakak.

Menjadi seperti Kakak.

Menjadi seperti Kakak!

"Cu- cukup ... cukup ... Bing lelah. Ibu, Ayah, Bing ti- tidak kuat lagi. Bing mohon ...."

Apakah Bing bersedih atas kematian sang kakak? Iya, tentu. Tapi, bagaimana jika dia mengatakan bahwa dia membenci kakak juga? Karena meninggalkannya, karena menimpa semua ekspektasi tinggi--- terhadap kecerdasannya yang masih berumur sepuluh. Kesedihan orang tua mengajarkan bahwa dia harus menjadi lebih mirip, persis, serupa dengan Kakak.

Hingga pada akhirnya di sana. Dia mencari ke situs internet untuk pemanggilan arwah, iblis, setan. Semua hal-hal yang membangkitkan orang mati. Jika kakak hidup lagi bukankah dia tak akan diperlakukan seperti ini? Setiap malam setelah belajar, setelah les, setelah melakukan eskul dia akan mengumpulkan semua informasi. Mencatatnya dalam buku.

Bocah manis itu berubah menjadi gagap, rusak, tidak lagi bicara. Hingga akhirnya sore itu dia melakukannya. Tiga tahun setelah terbakarnya High School, akhirnya dia melakukan ritual, menyalakan lilin, membentuk simbol dan membacakan mantra. Dia tak tahu, tak peduli siapa yang dibangkitkan. Dia ingin lepas, seolah sudah menjadi obsesi menjadi bebas lagi.

Akan tetapi semuanya menjadi bumerang, bukan hanya kakak yang dibangkitkan. Sesuatu yang lain, asing, entitas jahat yang menginginkan darah, pembalasan dendam. Tepat sekali pukul 14.00 dimulai ritual setelah kaburnya dia dari les, Bing sadar setelah persiapan berjam-jam, terdengar raungan juga rintihan menyakitkan. Suaranya begitu banyak berasal dari sekolah.

Bing menunggu di depan sekolah, berharap, mata coklatnya yang manis mengabur seiring kerinduan pada kakaknya semakin kuat. Hingga di depan mata terdapat kakaknya yang tersenyum. Mengetuk-ngetuk pintu kaca yang menghitam. "Kak ... Kak Alfath ...." Bing menyentuh kaca. Kedua telapak tangannya hampir menyentuh sang kakak jika saja tidak terhalang pintu kaca.

Namun, yang terjadi kemudian tidak sesuai harapan, suara tangisan juga teriakan terdengar keras, bisik-bisiknya menggema. Bukan lagi senyum hangat di wajah kakak. Kini hanya ada seringai Iblis jahat. "Buka pintunya ... buka pintu ...." Bing ketakutan, dia berlari mundur, semakin langkahnya menjauh teriakan itu semakin keras. Kaca pecah dan kakaknya yang menyeringai ngeri membuka mulutnya, kemudian melahap Bing hidup-hidup.

The Hole [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang