31: Strange Woman

9 0 0
                                    

Pantai, Pelosok Cosmin 20XX

Itu suara seorang perempuan.

Mereka tak dapat melihat dengan jelas, hanya sekelebat sosok yang memakai jubah panjang menutupi seluruh tubuh, wajahnya bahkan tak terlihat. Olive mengangkat wajah di tengah-tengah sujud, memerhatikan wanita itu yang kini menjulurkan tangan, dari tangannya menetes cairan ungu yang menyentuh lingkaran simbol persembahan. 

Kali ini cahaya menyebar ke seluruh penduduk, wajah-wajah suram itu hilang seketika. Andrew yang pertama kali merasakan hal yang tidak asing. Tubuhnya yang nyeri dan lemas sepanjang perjalanan kembali pulih, ini seperti sihir duyung, mereka dipulihkan dari hal-hal yang tidak mereka sukai. Andrew melirik ke samping, berharap yang lain menyadari hal tersebut. 

"Ini sihir."

Semua mata membelalak kini bertemu dan menatap Bing. Bocah itu menutup mulut, bicaranya tidak gagap seperti sebelumya. Sebenarnya sihir macam apa yang dimiliki sekte sesat ini? Mendapati bising di barisan belakang, sosok wanita yang meneteskan cairan ungu kini menatap mereka, jari-jarinya yang lentik menunjuk ke arah rombongan membuat Olive yang sedari tadi menengadah menunduk cepat-cepat.

"Kalian. Gadis berambut biru dan semua orang di belakangnya kemari." Apa mereka ketahuan? Pada awalnya mereka masih terpaku, tidak bergerak seinci pun sebelum suara seruan tetua menyambar. "Ikuti perintah Nyonya! Kalian harus ke depan!" Mau tak mau mereka mulai mengangkat kepala dan berdiri menuju ke tengah lingkaran. Wanita---entah siapa itu---melepas topeng Olive. Membuat sang gadis tersentak karena selanjutnya wanita itu menyusuri wajah mungil Olive dengan teliti, samar-samar suara kekehan terdengar.

"Tetua."

"Ya, Nyonya?" tanya Tetua yang kini membungkuk mendekati wanita aneh yang dipanggilnya Nyonya. Wanita itu memutar tubuh, menatap semua penduduk. Olive kini bisa melihat dengan jelas wajah-wajah para penduduk, semua orang membuka topeng kali ini. Saling dorong berusaha ada di barisan terdepan. Memang Olive tidak melihat wajah mereka sebelumnya, tapi mengenali ciri topeng disematkan di pundak. Dari pengamatannya sebelumnya ada sebagian orang yang dilihatnya kurus kerontang, ada yang obesitas, tangan yang cacat dan lainnya. Secara ajaib itu berubah menjadi kebalikannya, mereka diperbaiki, menjadi sosok lain, seolah disempurnakan.

Olive yang sibuk berpikir dikejutkan dengan remasan di pundaknya. Wanita itu menggenggam pundak Olive membuatnya tersadar dari pikirannya. "Kalian bisa kembali. Sedangkan rombongan asing ini. Mereka tetap di sini." Tetua mengangguk, lantas beranjak dai tempatnya menggiring penduduk keluar dari mansion hitam. Menyisakan rombongan mereka yang terpaku di tempat. Jadi mereka sudah ketahuan?

Nyonya, panggil saja wanita itu begitu kini berjalan melewati anak tangga. Jubah putihnya menutupi seluruh tubuh, panjang hingga menyentuh tanah kemudian tergusur menyentuh karpet merah yang menghiasi tangga. "Ikuti aku," kata Nyonya terus berjalan. Mereka saling pandang satu sama lain tak ada yang berani menimbulkan suara, dalam diam ikut berjalan mengikuti sang Nyonya.

Nyonya terus melangkah diikuti oleh rombongan. Mereka melewati lorong-lorong juga beberapa kamar dengan pintu tertutup. Ruby menoleh ke arah jendela, di mana menunjukkan para penduduk yang pergi dari mansion kembali ke perkampungan. Masih banyak hal yang mengganjal di hati, terlalu banyak pertanyaan tentang siapa itu nyonya dan kenapa sekte sesat menyembahnya pun mengagungkannya seolah dia adalah Tuhan.

"Aku tahu orang asing seperti kalian penasaran dengan tempat ini," katanya terus menyusuri koridor, mereka kembali menaiki anak tangga. Tempat ini begitu luas dan besar, seperti mansion pada umumnya. Terdapat beberapa replika patung juga lampu chandelier  yang menggantung begitu megah. Setelah menapaki anak tangga terakhir nyonya membuka pintu membiarkan mereka masuk dalam ruangan. 

"Jadi apa tujuan kalian kemari." Itu tidak sopan. Mereka bisa melihat hanya terdapat satu kursi dalam ruangan yang diduduki oleh Nyonya. Sementara lantainya dialasi oleh karpet berwarna merah, seolah memerintah mereka duduk lesehan di bawah. "Kau ... Nyonya atau siapapun itu. Kau tidak memiliki sopan santun," gerutu Andrew, sebagai pangeran dia tidak terima dengan perlakuan ini.

"Oh, Pangeran Andrew tidak terima dengan perlakuanku."

Tubuh mereka tegang mendengar ucapan tersebut. Mereka menilik sang Nyonya yang tertawa lepas, matanya berkedut menyaksikan kebingungan rombongan orang asing. "Ruby dari pabrik tua, Olive dari bandara, pun Bing dari High School terbakar." Lagi-lagi dia kembali melontarkan kata-kata yang dapat membuat mereka semakin bungkam. Seberapa jauh Nyonya tahu tentang mereka?

"Sebenarnya siapa kau?" gertak Ruby berjalan mendekat ke arah Nyonya. Anak perempuan itu semakin mendekat hingga tersisa beberapa inci dari Nyonya. "Kau sudah tahu kami siapa. Lantas apa yang kau inginkan?" Mereka semua bergeming ketika selanjutnya Nyonya menepuk tangan, terdapat ubang hitam kecil yang muncul dan menelan kursi yang ada. Lantas dia duduk di karpet, menjulurkan tangan mempersilahkan mereka duduk.

"Bagaimana bisa lubang hitam itu dikendalikan?" Seperti sebelumnya, yang lain kembali dikejutkan dengan Bing yang bicara lugas, tak gagap maupun penuh jeda. Mereka maju mundur hendak menduduki karpet, lantas memilih duduk memusatkan perhatian kepada Nyonya. "Aku mengetahui hal-hal yang tidak kalian tahu." Seringai muncul di bibir Nyonya, membuang wajah menatap ke arah jendela. 

"Jadi kembali ke pembahasan sebelumnya. Sebenarnya apa tujuan kalian kemari?" tanyanya sesekali menguap, terlihat seolah apa yang dilakukannya bukanlah hal rumit. Kedua orang tua Taher masih bergeming sedari tadi, pada akhirnya melirik kedua orang tuanya, Taher menjadi perwakilan menjawab. "Kami mencari lubang hitam."

"Untuk apa kalian mencarinya? Bukankah kalian berkali-kali mati karenanya?" Pertanyaan itu sukses membuat mereka mematung. Benar, pertanyaan itu terulang lagi, mengapa mereka mencari lubang hitam? Ruby meremas kedua tangannya. "Karena kami memiliki harapan, dibanding hidup di kehidupan yang tidak kami inginkan, lebih baik terus mengelana ruang waktu. Itu satu-satunya harapanku, tidak, maksudnya kami."

Nyonya mengangguk-anggukan kepala mendengar penjelasan Ruby, kali ini dia melirik anak-anak yang lain satu persatu, tatapannya lekat dan tidak lepas, seolah mereka dikuliti hidup-hidup oleh lirikan tajamnya. Nyonya menghela napas, kemudian membetulkan duduknya. "Jadi kalian sejauh ini ingin mencari lubang hitam? Apa kalian yakin tidak akan menyesal?"

Benar, apakah mereka tidak akan menyesal?

"Tidak ada yang kami sesali."

"Karena kami memang sudah tidak memiliki apa-apa lagi."

Akhirnya orang tua Taher angkat suara. Pada akhirnya tak ada yang patut disesali, meninggalkan keluarga yang beracun, mencari kebebasan, bahkan menangkis kesepian ditinggal orang-orang tercinta. "Lagi pula Olive sudah tidak memiliki apa-apa lagi." Olive mendesah, bersandar pada Ruby.

Bing pun kini lebih teliti memerhatikan Nyonya, itu jelas bahwa wanita ini berkaitan dengan lubang hitam atau lubang cacing. Sesuai yang dia ketahui, bahwa lubang tersebut memiliki materi agar bisa bergerak menyerap orang-orang dan menjalankan ruang dan waktu. Sebuah anomali yang bergerak hingga membawa mereka kemari

"Apakah kau yang mengendalikan lubang hitam?" tanya Bing pada akhirnya menarik kesimpulan, kali ini Nyonya tertawa lebih keras membuat mereka mengerutkan kening, Nyonya menyeringai semakin lebar menopang wajah dengan satu tangan. "Bagaimana jika kukatakan iya?"

Bersambung ....

12 Januari 2024

The Hole [Proses Terbit]Where stories live. Discover now