05: Little Brother

26 1 0
                                    

High School, Gemma 20XX

Ketika teriakkan dari Ruby menggema, Olive masih tercekat mencekik dirinya sendiri terapung di udara. Lampu-lampu hanya bersinar sebagian dari lorong rusak, suara listrik yang menyala terdengar jelas, terdapat suara sengatan jikalau akan segera meledak. Mengigit bibirnya, Ruby menatap ke sekeliling. Tidak ada, dia bahkan tak bisa melihat satu pun iblis di sana ataupun hantu.

"Lepaskan Olive! Dasar pengecut hanya mengambil yang lemah!" Ruby berusaha memancing, sementara di atas sana air mata sudah bercucuran dari mata indah Olive. Gelengan kepala Olive semakin keras, tidak bisa menunggu lagi melihat Olive yang tak akan bertahan. Ruby berlari ke atas anak tangga, naik ke salah satu pegangan.

"Pengecut! Persetan kau hantu!" bentak Ruby. Tidak ada balasan yang ada hanyalah teriakkan nyaring. Gila. Makhluk ini ingin beradu teriakan, tidak waras! Menarik napas dalam-dalam Ruby mulai mengambil ancang-ancang untuk melompat. Dia tahu yang pasti tulangnya akan patah jika terjatuh dari sini.

Ruby memberi tumpuan di ujung kaki, setelah siap lantas melompat, mengambil tubuh Olive, sedetik hampir sampai mengenai tubuh mungil Olive. Ruby terapung di udara, jantungnya berdebar cepat, kepanikan terlihat jelas. "BOOO!" Ruby tersentak karena yang dia tangkap berubah, itu bukan Olive. Itu makhluk menyeramkan berbentuk pria dewasa dengan berpakaian formal seperti jas yang mulai rusak, anggota tubuhnya lengkap kecuali kakinya lenyap, hanya darah menetes dari potongan kaki, kemudian membuka mulut melahapnya dengan taring.

Ruby menghindar, akan tetapi tubuhnya dipeluk erat--- dengan cara terbalik. Kaki di atas kepala di bawah. "Ruby!" Ruby menggeliat, keringat dingin menyusuri punggung menetes ke bawah. Mata Ruby membelalak melihat di bawah terdapat Olive. Apa? Bagaimana bisa? Kali ini dia melihat ke atas di mana tubuhnya melayang. Makhluk itu tak terlihat.

"AHHH!" ringisan Ruby terdengar nyaring, pikirannya kacau akan sakit. Segera saja dari sana kakinya berdarah, tampaknya tergigit oleh monster ataupun hantu yang melahap kakinya. Tunggu, jika Ruby bisa melihat Olive yang asli tapi tidak dengan hantu, begitupula sebaliknya maka dia harus melihat hantu lagi!

Ruby mengabaikan teriakkan dari Olive yang menangis, kini dia memfokuskan menatap ke atas, seiring kakinya terasa nyeri digigit semakin ke atas, menuju betis. "BOOO!" sentak sang hantu. Ketika melihatnya dia menggerakkan satu kaki yang lain--- yang tidak dilahap. Menendang wajah monster mengerikan dengan mulut besar.

"BOOOO!" histeris monster semakin nyaring. Ruby menulikan telinga, terus memberontak hingga tubuhnya bergerak meliuk ke atas kemudian mengambil wajah itu kemudian menyentak kepala monster dengan miliknya. Taring-taring itu terlepas dari betis, kini terus tubuh mereka meluncur ke bawah mengenai anak tangga.

Darah mengucur dari betis dan pergelangan kaki Ruby. Dia beruntung karena monster itu yang jatuh lebih dulu hingga melindungi tubuhnya dari anak tangga. "Olive ...." desis Ruby menggigit bibir bawahnya, keringat dingin mengucur di pelipis ketika akhirnya satu tangan menyentuhnya. "Ruby!"

Olive sudah menangis, akan tetapi semakin histeris, sesenggukan melihat luka di kaki Ruby. Ruby menepuk bahu gadis itu menggeleng, tertawa kecil berusaha meredakan tegang. "Kau digigit Zombie hingga otakmu bocor tak menangis. Tapi, kenapa sekarang menangis?" Pukulan mendarat di pundak Ruby. Olive melotot.

"Olive takut hantu! Zombie tidak!" Apakah itu masuk akal? Ruby keheranan ingin tertawa jika saja tidak kembali melihat lukanya. Dia membuka jaket, mengikat luka bekas gigitan, rasa nyeri melahapnya dalam-dalam sungguh menyiksa. Tapi, tidak boleh, dia harus mencari lubang hitam agar mereka bisa pergi dari tempat ini.

"Olive ... mari pergi," ajak Ruby setengah meringis. Memegang pegangan anak tangga yang rapuh terus menuju ke bawah. "Hati-hati!" seru Olive ketika melihat Ruby terhuyung-huyung hampir jatuh. Dan selanjutnya mereka benar-benar terjatuh, anak tangga mereka roboh hingga mereka terjerembab ke bawah. Untungnya itu adalah anak tangga terakhir hingga mereka jatuh ke anak lantai satu.

Wajah Ruby pias, pucat, keringat dingin mengucur di wajah, itu benar-benar buruk. Olive semakin panik hingga akhirnya melihat anak kecil. Tidak, itu lebih besar darinya, bocah laki-laki tepat di luar pintu masuk gedung yang terbakar. "Tolong! Tolong!" Bocah di luar itu terkesiap mendengar teriakan. Olive berusaha keras memapah Ruby ke pintu keluar, akan tetapi tenaganya tidak cukup kuat hingga tubuh temannya tergusur.

"Ugghhh ...." ringis Ruby merasakan tubuhnya lunglai terseret di lantai berdebu, hitam-hitam penuh abu, dia tidak memiliki tenaga untuk berjalan. "Olive ... kau dulu yang panggil dia. Aku ... nanti kau bisa menolongku. Sekarang Olive ...." gumaman itu terdengar parau, lemah, Olive kebingungan sebelum akhirnya mengangguk, mengerti Ruby sudah di ujung kesadaran, dia berlari cepat ke arah pintu.

Langkahnya semakin dekat dengan pintu kaca, tangannya sembrono memukul keras-keras membuat pintu bergetar. Tidak. Pintu kaca terkunci. "Tolong!" Satu kali, dua kali, suaranya tidak terdengar dan lebih terasa diabaikan. Bocah di depannya hanya terpaku tidak bergerak. Karena selanjutnya ketika kaca itu pecah, beriringan dirinya yang jatuh tersungkur ke atas serpihan kaca. Dia akhirnya bisa langsung bertatap muka dengan bocah itu, bocah yang kini berlari menjauh.

"Hey, tunggu! Jangan pergi!" Olive tidak memedulikan nyeri akibat serpihan kaca yang menusuk kulit. Pikirannya hanya terdapat soal kondisi Ruby. Olive mempercepat lariannya. Tepat saat melangkah dari reruntuhan sekolah, terdengar suara roboh memekakkan. Olive refleks berbalik, berteriak histeris, menemukan bangunan itu runtuh di depan mata. "Ruby!"

Olive berbalik arah, matanya melebar seiring napasnya semakin tercekat. Yang selanjutnya dia lihat Ruby, gadis itu tersenyum, tubuhnya tertimpa bangunan kemudian lenyap ditelan gumpalan hitam. Kembali ke titik awal. Olive frustasi, dia berjongkok di depan reruntuhan menangis, menghapus air mata yang bercucuran. "Maaf ... Maaf ... Olive yang salah. Olive yang salah."

"Ka- kau bukan hantu?"

Olive menengadah, di dekat gerbang terdapat bocah tadi yang bersembunyi, berlari seperti pengecut. Dia takut-takut mendekat, membuat Olive geram, padahal tadi dia meminta pertolongan tapi bocah itu malah lari! Olive mengelap air mata dengan kaos, matanya menyalak garang. "Olive bukan hantu! Olive sudah memanggilmu tapi kau tidak mendengar! Olive tidak suka!"

Olive mencibir, menyalahkan dirinya sendiri juga bocah tadi. Lantas meringsut di ujung dekat reruntuhan. Percaya bahwa Olive bukan hantu, akhirnya bocah laki-laki berusaha mendekat. Ekspresi bersalah dan takut terlihat campur aduk, tangannya menggapai pundak Olive berbisik.

"Ma- maaf ... aku tidak mengira kau sungguhan manusia. Ka- kau jangan menangis."

Olive mengalihkan pandangan pada bocah yang membujuknya. Di belakang tepat bocah itu berdiri terdapat palang hangus yang samar terlihat ini adalah High School Gemma. Benar, ini lokasi lain selain pabrik yang disebut Ruby, juga bandara. "Kau ... Kau siapa?"

Bocah laki-laki tersenyum, wajahnya terlihat lembut seperti bayi. Putih bersih dengan poni menutupi dahi, ekspresinya berubah sendu, dia memilin ujung pakaian ragu-ragu bicara. Olive mengangkat sebelah alis, anak ini gagap. "A- aku, Bing."

"Bing?"

"Iya ...."

"Kenapa kau di sini?"

"A- aku ...."

Olive menatap lawannya dalam-dalam, menyelidik sebelum melihat mata bocah itu berkaca-kaca, membuat Olive tertegun. Lantas menepuk punggung Bing. Olive tidak berniat membuat Bing menangis. "Eh, maaf ... maaf ... Olive tidak mau membuat Bing nangis."

Bing berkaca-kaca kemudian menggigit bibirnya sebelum bicara. "Aku- aku mau kete- ketemu Kakak. Kakak, Kakakku korban keba- kebakaran di sekolah ini. Aku- aku ...." Bing sesenggukan, Olive mendesah menatap simpati. Tidak lagi marah seperti sebelumnya. "Maafin Olive ya, Olive tidak tahu."

Olive ingin memberikan ucapan-ucapan penenang tadi, tapi dari reruntuhan terdengar suara, kali ini mereka berdua mundur. Hanya saja tepat di belakang mereka makhluk yang menggigit Ruby hadir. Langit gelap, udara dingin berembus, sementara monster dengan wajah menakutkan membuat bulu kuduk merinding tersenyum lebar memperlihatkan taring-taring.

"BOOO!"

Sedetik kemudian mereka ditelan oleh hantu itu. Yang terjadi selanjutnya gumpalan hitam meliputi mereka, kembali membawa mereka pada titik awal, sebelum bertemu kematian, benar-benar mati kehilangan nyawa.

Bersambung ....

9 Desember 2023

The Hole [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang