12: Happy Family

14 1 0
                                    

Perkebunan, Ines 20XX

Jika ada hal paling membahagiakan di dunia, maka Olive akan mengatakan kenangan bersama keluarga kecilnya adalah pemenang. Dia masih ingat pernah mengendap-endap di antara sayuran, menahan cekikikan sebelum merasakan tangan besar yang memeluknya dari belakang. "Tertangkap kau gadis nakal!"

Olive tertawa lepas, langkahnya berusaha menjauh dari pria dewasa yang menahan tawa melihat putrinya yang imut berusaha kabur. Dengan cepat dia menggelitik sang putri, membuat Olive tertawa semakin lepas hingga air matanya turun. "Menyerah! Olive menyerah, Papa!"

Olive diturunkan dari pangkuan Papa. Dia masih tersenyum sangat lebar, kemudian berlari menuju mamanya. Wanita dewasa dengan sanggul dan topi petani meliriknya menggelengkan kepala, menatap tajam pada kedua anak papa ini. "Olive, kau jangan mengganggu Papa. Dan Papa ...."

Papa hanya mengangguk patuh, membuat Olive menertawakannya. Kini mereka sedang bertani, menanam sayuran. "Kau bilang kau sakit Olive. Mengapa sekarang kau berkeliaran di perkebunan?"

"Olive sakit sungguhan!"

"Oh, benarkah? Jadi gadis nakal ini sakit apa?"

"Olive sakit hati!"

Orang tuanya tergelak. Olive masih memasang wajah serius, satu tangannya di dada sementara dia terjatuh ke tanah dengan dramatis. "Olive baru saja putus dengan cinta pertama Olive. Tidakkah kalian kasihan?!" Tawa semakin menggelegar, beberapa pegawai di perkebunan terkikik.

"Astaga, 'Nak." Mama menyimpan sayuran dalam keranjang, udara segar berhembus mengelilingi perkebunan. Sementara langit masih saja cerah, terik membakar kulit, sedang keringat mulai bercucuran dari pelipis.

"Kau sungguh gadis nakal."

Olive menjulurkan lidah pada Papa. Kemudian berjalan pergi bersama mama yang kini mulai membersihkan tangan yang kotor. Keluarga Olive adalah seorang petani, mereka memiliki perkebunan sendiri juga pekerja. Memang bukan tanah yang besar, tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.

"Nyonya, Tuan. Kami izin pamit."

Orang tua Olive tersenyum, mempersilakan. Senyum mereka ramah, perhatian mereka pada perkebunan sangatlah tulus, itulah yang membuat Olive tahu jika tempat ini sangatlah berharga. "Jadi bocah nakal~ Ke mana kita sekarang akan pergi?" Olive terkekeh memeluk leher papa yang menggendongnya.

"Uhuk, uhuk!"

"Sayang?"

Mama beberapa kali terbatuk, kemudian mengambil sapu tangan membersihkan hidung dari ingus. Olive melirik mama yang tersenyum menggeleng kecil. "Mama tidak apa-apa. Mari kita pulang okay?"

"Baiklah!"

Olive tidak menyadari itu awalnya, mereka masih sempat bermain dan juga makan bersama. Hingga akhirnya pemerintah mengeluarkan peringatan bahwa corona mulai menyebar di Negara Philia. Mama dan Papa terinfeksi, mereka dirawat di rumah sakit, hanya dari video call mereka masih bisa bertukar kabar. "Papa, Mama. Olive janji akan rajin sekolah! Olive mohon! Olive mohon sungguh-sungguh tidak akan nakal lagi!"

Olive menangis, memelas, mengadu. Tapi, orang tuanya hanya bisa menarik sudut bibir, menahan air mata. Tidak ada yang bisa dilakukan, mereka sudah terkena virus dan putrinya saja yang tersisa. "Maafkan kami sayang. Kami akan segera pulang. Pinky promise."

"Pinky promise!"

Mereka bohong, sayangnya Olive sadar itu setelah diberitahu atas kematian kedua orang tuanya. Olive menangis, meraung, tak terima. Tangisannya menyayat hati, kecelakaan yang membuat kedua orang tuanya tewas dalam masa wabah. Pemerintah memutuskan untuk semua jenazah dikumpulkan di bandara tidak terpakai.

Itu menandakan semakin banyaknya korban yang berjatuhan. Mereka memenuhi pemakaman dan tidak cukup lagi lahan kuburan tersisa. Akhirnya salah satu bandara di Zerka menjadi tempat jenazah disemayamkan. Pada awalnya bandara ini ialah tempat distribusi sayur dan buah ke kota-kota lain, akan tetapi mengingat pengeluaran yang besar bandara akhirnya ditutup.

"Ini demi orang tuamu Olive."

"Benar, jika mereka masih ada pasti memilih ini."

Olive yang masih didera kesedihan tak dapat memilah yang benar dan salah. Sudut hatinya tahu jika tanah ini adalah hal berharga milik keluarga, peninggalan orang tuanya. Akan tetapi kerabat yang terus mendesak membuatnya menyetujui pemindahan hak milik tanah, kata mereka ini untuknya.

Semua penipuan ini untuk Olive.

Olive terus menerus menjadi baik, bersikap sopan, dan manis. Walau pada akhirnya dia dibuang ke panti asuhan. Tapi, hey, di panti asuhan dia tak sendiri. Dia memiliki teman, banyak sekali. "Olive!"

"Ya, Olive ketahuan!"

Anak-anak berlari di halaman panti asuhan, bermain, bersama-sama. Kesedihan Olive reda, tapi ini bukan berita bahagia karena semua canda tawa di depan panti hanyalah penipuan, pencitraan belaka. Hanya untuk menarik perhatian penderma, anak-anak baru, untuk pertama kalinya Olive ditempatkan di kamar luas akan tetapi kasur dan penghuninya tidak mencukupi.

Satu kasur tiga orang, hanya kasur tipis yang digelar. Olive masih berusaha menerimanya, tersenyum juga menurut. Seperti anak manis baik hati. "Tidak apa-apa. Kemarilah! Olive peluk dulu." Olive berpikir mungkin ini adalah hal yang paling buruk, tapi tidak. Ini baru awal mula neraka.

"Bangun kalian! Tidak akan ada makanan bagi yang telat!"

Untuk pertama kalinya Olive diteriaki, seluruh anak-anak bangun. Olive terkejut ketika mendapati tubuhnya berdesak-desakan, kelaparan yang sangat, anak-anak berebut piring dan mendapatkan jatah nasi. "Cepat!"

"Olive minta maaf!"

Olive berhasil bertahan sehari, walau dia hampir tidak bisa menyesuaikan diri. Sebagai anak yatim piatu ini kehidupan baru Olive. "Apakah Olive harus melakukannya juga?"

"Kau tidak mau makan?! Kaupikir uang itu tumbuh dari pohon?"

"Ti- tidak. Bukan begitu maksud Olive."

Olive ikut berlarian dengan anak-anak lain, dirinya mengambil bunga-bunga. Langkahnya mengikuti anak-anak panti yang kini di jalanan menyodorkan bunga pada pengendara dan orang-orang lewat. "Lima ceta! Lima ceta saja dapat mawar dua!"

Gadis dengan rambut berwarna biru itu terpaku, ini tidak benar! Harusnya anak kecil tak bekerja, mereka seharusnya pergi ke sekolah dan bermain. "Ini tidak benar!" Olive berseru pada teman-temannya.

"Olive, kau tahu ini harus menjadi jalan kita!"

"Tidak bisa. Ini salah!"

"Bukan berarti kalau salah kita bisa mengelak Olive. Pengurus panti akan marah, kau harus tahu ini bukan pilihan. Kita anak yatim, tak ada yang mau mengurus kita. Kau tahu betul itu. Kita harus menurut."

Saat itu Olive tertegun, dia tahu betul bagaimana anak seperti mereka diperlakukan. Bahkan kerabatnya sendiri engan untuk mengurus Olive. Mata jernih berwarna hijau Olive berkaca-kaca, mengapa mereka harus merasakan hal ini? Mengapa? "Ini tetap salah ...," lirihnya. Pada hari itu Olive tak menjual satu pun bunga.

Pengurus panti mengamuk dan mengurung Olive, tidak membiarkan gadis itu makan atau bicara dengan siapapun. Lemari tua dengan bau kayu menyengat adalah di mana dia berada, rasanya gelap, sesak. "Mama ... Papa ...."

Dia ingin kehidupannya kembali, terlalu banyak hal salah di mari. Karena itu keesokan harinya ketika menjual bunga dia kabur, pergi jauh ke bandara hanya untuk mencari orang tuanya. Dia ingin keluarga bahagia mereka kembali. Tak menyangka jika lubang hitam yang hadir, menelannya yang sekarat.

Dan kini bersama teman-teman yang baik, dia tak sendiri lagi.

Itulah hal bodoh yang dipikirkannya, bahwa lubang hitam adalah penyelamat. Bahkan jika membunuhnya berkali-kali, menghadapi kematian itu sendiri.

Bersambung ....

15 September 2023

The Hole [Proses Terbit]Where stories live. Discover now