40. Bab akhir

44.9K 2.7K 505
                                    

Keluar dari Ndalem untuk mengantarkan Baya pergi bekerja, langkah kedua pasangan itu terhenti saat sosok pria berdiri tegak, menayak kearah keduanya, dia tidak sendirian melainkan dengan beberapa anak buahnya.

"Pak Bima?" gumam Anatari terkejut.

Pria itu berjalan kearahnya seraya tersenyum, "Anatari, mungkin kamu terkejut dengan kedatangan saya. Bolehkah kita berbicara sesaat?" penuturan pria itu, membuat Anatari mengalihkan pandangan kearah Baya.

Baya menarik pergelangan tangannya, menyembunyikan tubuh Anatari dibalik tubuhnya. Ada rasa takut begitu besar, melihat Bima datang kemari menemui istrinya.

"Katakan saja, aku gasuka  berbasa-basi." ucap Anatari secara tidak langsung mengizinkan.

Membuat Bima tertawa, "Kau sama persis sepertiku, baiklah Anatari. Dulu Ayah dan Ibumu hampir menikah, sebelum Ibumu menikah dengan mendiang Hasan. Kami tidak direstui oleh keluarga pesantren, terkhusus Ayahnya suamimu."

Apa benar? Semua yang dikatakan Bima terasa menyakitkan, ditatapnya Baya kembali yang sama-sama diam.

"Ayah tidak diterima karena latar belakang,  memangnya salah tidak menjadi seorang yang kaya? Sejak saat itu ayah pergi, beberapa tahun kemudian Hasan meninggal, lagi Ayah meminta restu untuk menikahi Ibumu. Lagi-lagi Kiai Asad menolaknya!" sentak Bima terlihat berapi-api, dia memang menceritakan kebenaran.

"Maaf Pak, apa alasannya?" tanya Baya.

"Karena aku terlalu gigih memperjuangkan cinta Nalara, banyak dilarang membuat kami gelap mata. Hubungan itu terjadi, demi Allah, nak. Ayahmu ini bersedia bertanggungjawab, untuk yang ketiga kalinya di tolak secara mentah-mentah."

Tidak ada kebohongan dimata Bima, kemungkinan besar jika keluarga pesantren merestui Ibu, dan Ayahnya semua ini tidak pernah terjadi. Anatari akan hidup, dan tumbuh bersama dengan Balqis. Ia nampak bimbang mendengar cerita ini, matanya menatap kedua kaki dengan gelisah.

Genggaman tangan Baya terasa. "Apapun itu status anda dengan istri saya tidak sah, kalian hanya memiliki ikatan darah yang sama. Tidak dengan nasab, yang berarti apabila Anatari disentuh tidak sah, maaf Pak. Menjauhlah dari istri saya, semua terjadi karena anda gelap mata bukan."

"Saya menolak Anatari pada awalnya, karena saya takut setiap kali melihat matanya. Rasa bersalah begitu besar, tapi apa daya naluri seorang Ayah tidak bisa dibohongi."

"Anata masuklah." instruksi Baya memerintah, mendapati Anatari hanya diam saja. "Kali ini dengarkan perkataan saya, masuklah Anata."

Anatari menatap kearah Bima yang juga menatap kearahnya, seumur hidup ia tidak bisa hidup bersama kedua orang tua kandungnya. Apa boleh merasakan tinggal bersama Ayah satu darahnya? Bimbang, mendengar alasan dari Bima ternyata keluarga pesantren lah yang salah.

Kesalahan tidak akan terjadi, apabila restu didapatkan. Genggaman tangan Baya dilepaskan. "Mas, seumur hidup ku aku gak punya seorang Ayah bukan?"

Baya mengangguk. "Iya Anata, Pak Bima memang satu darah denganmu, hubungan kalian sama seperti orang asing semata."

"Darah gabisa bohong Mas, aku butuh seorang ayah." ucapan Anatari mengundang rasa gelisah.

"Dengarkan saya baik-baik, Anata. Abah memang bersalah, dengan cara Pak Bima menghamili Ibumu sudah sangat membuktikan, beliau tidak konsisten dengan pendiriannya."

Bimalara Cinta (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now