31. Bukan Ayah?

30.4K 3.2K 1.1K
                                    

😁 jangan lupa kalo mau baca gabole pelit vote, apalagi komen😁😁


Absen, dulu dong pake emot '😁' disini, kangen banget di spam komen sampe email ku jebol

Tanpa menunggu terlalu lama.

Buah kedondong, di makan. Mari kita baca!

***



Beberapa hari kemudian.

Baya memijat keningnya semakin hari terasa begitu pening sekali, hari ini pesantren Al-Izhar ramai oleh para santriwan-santriwati kini tengah duduk lesehan menghadap kearah panggung, tidak terlalu besar.

"Gus, pusing ya... ini saya kebetulan bawa minyak angin." Adisa menyodorkan botol minyak berukuran kecil kepada Baya, lelaki itu menerimanya.

"Syukron Ustadzah." ucapnya sembari tersenyum, niat baik Adisa kali ini di terima oleh oleh Baya.

Membuat debaran aneh terasa semakin menjadi-jadi di dalam sana. Kanaya menatap kearah Adisa, kemudian menarik pergelangan tangannya untuk mengurusi yang lainnya. Acara ini begitu besar, ada ratusan santri berhasil menamatkan Juz 30. Acara perpisahan kelulusan, sembari memberikan penghargaan, juga penyambutan tamu agung.

"Assalamualaikum... bagaimana kabar kalian semua?" suara dari vokalis Hadrah sudah terdengar, rupanya acara penyambutan akan segera di mulai.

Pagi ini, bahkan Baya belum sempat melihat Anatari. Ia pergi dari sehabis subuh untuk mempersiapkan acara penting ini, semua harus berjalan dengan baik. Kyai Asad bahkan baru tiba beberapa saat lalu, hendak membantu di tolak oleh Baya.

Acara ini benar-benar harus berhasil di tangannya, sebagai calon pemimpin utama pesantren Al-Izhar, Baya harus belajar memukul tanggung jawab sebesar ini.

"Lee, duduk lah bersama kami terlebih dahulu." panggil Kyai Asad, yang sedari tadi memerhatikan kesibukkan putranya.

Baya menolehkan badan serta pandangan sepenuhnya kearah Kyai Asad, kini tengah duduk dengan Habib Ahmad. Baya menghampiri kemudian menyalami tangan Habib Ahmad, memeluknya dengan erat. Duduk bersama ahli agama, merupakan berkah yang besar.

"Kamu sudah besar Gus," ucap Habib Ahmad seraya tersenyum.

"Na'am Bib, Alhamdulillah... saya sudah besar, Habib malah semakin muda." pujian dari Baya membuat ketiganya tertawa pelan.

"Kamu sudah sarapan Le?" tanya Kyai Asad menatap putranya.

Gelengan Baya berikan, membuat Kyai Asad menghela nafas pelan. "Makan lah terlebih dahulu, sana pergi ke dapur. Istrimu ada disana, Abah tadi melihatnya sedang sendirian. Tidak mau memakan sarapannya, bude Ratih tidak bisa mengawasi karena sibuk mengurus makanan untuk para tamu."

Mendengar istrinya tidak mau menyentuh makanannya, Baya kemudian meminta izin untuk pergi ke dapur ndalem kepada dua pria ini.

"Tunggu nak, kemari terlebih dahulu." panggil Habib Ahmad saat Baya hendak pergi, Baya menuruti apa kata pria itu.

Bimalara Cinta (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang