Gayatri | Part 16 | Fakta Mengejutkan

245 42 44
                                    

"Apa yang ingin dia bantu? Justru dia musuh besar kita karena ayahnya yang menembak bapak!"

Sreg!

"Argh!"

Agam menggeram tertahan dengan tangan yang mencengkeram kuat perutnya yang terluka. Agam menatap Ghama tak percaya. Fakta yang baru ia dengar cukup mengejutkan baginya.

"Apa?" tanya Agam dengan suara tertahan.

Mendengar suara gaduh dari arah paviliun, Shinta segera menghampiri dan terkejut dengan kegaduhan yang terjadi. Ia membekap mulut saat melihat Agam bersandar di dinding kamar seraya menekan luka di perutnya.

"Kurang jelas saya bicara? Ayahmu adalah orang yang menghabisi nyawa orang tua kami, jadi lebih baik urusanmu cukup sampai di sini!" ucap Ghama tegas.

Agam mulai menolak untuk menerima kenyataan itu. Matanya bergerak cepat ke kiri dan kanan mencoba mencari korelasi antara ucapan Ghama dan kenyataan di lapangan. Agam menggeleng beberapa kali menolak fakta itu. Ia mematap Ghama dengan sorot mata tajam.

"Nggak! Ini nggak mungkin! Ini pasti salah! Nggak mungkin daddy .... "

"Pikiranmu mengajakmu untuk menolak kenyataan, saya paham karena kamu menganggap ayahmu adalah seorang pahlawan dan panutan. Namun, sayangnya, dia tidak sebaik yang kamu pikirkan."

"Nggak! Jangan bicara tanpa bukti!" elak Agam dengan napas memburu.

"Bukti? Kamu bertanya soal bukti? Saya adalah saksi kejadian malam itu! Saya tahu persis siapa saja yang datang ke rumah kami malam itu. Saya melihat dengan mata saya sendiri betapa kejam dan biadapnya ayahmu menghabisi nyawa bapak dan ibu kami! Tanyakan saja padanya dimana pistol Glock 17 miliknya! Kamu sebagai aparat tentu paham, pistol jenis itu hanya digunakan oleh siapa, kan?

"Tidakkah Anda berpikir, Iptu Agam mengapa jasad Aiptu Nurahman dan keluarganya tidak ditemukan bekas penembakan? Karena orang yang diberi wewenang membawa senjata hanya aparat! Semestinya Anda pahami hal itu!" ucap Ghama geram.

Agam masih menolak untuk percaya. Ia menatap buku catatan Anggie yang tergeletak di atas meja, ia membukanya. Hatinya seolah teremas manakala melihat tulisan Anggie yang masih sangat ia hapal. Tulisan yang begitu rapi dan detail itu dibaca Agam dengan mode cepat.

Sesekali Agam berdesis merasakan perih di bagian perutnya, tapi matanya terus menatap catatan milik Anggie itu.

Tim investigasi kasus kematian AKBP Adji Sulaiman dipimpin langsung oleh Brigadir Jenderal Polisi Khrisna Pratama. Anggota tim Iptu Nugraha, Aiptu Nurahman, dan Brigadir Joshua.

Hasil autopsi, terdapat luka tembak di tubuh korban dengan diameter luka kurang lebih 9mm. Dalam laporan olah tempat kejadian perkara, tidak disebutkan kemungkinan jenis pistol yang digunakan pelaku.

Analisis Anggie pistol dengan peluru kaliber 9 mm antara lain, SIG P226, Baretta 92, revolver, Glock 17 dan Glock 19. Pada tahun itu, ada pengadaan pistol Glock 17 semi- otomatis yang dilakukan oleh polisi. Orang-orang yang memiliki pistol ini adalah Kepala Polisi Jenderal Vito Alfian, Direktur Badan Reserse dan Kriminal Komjen Pol Aris Hasibuan, Pimpinan Direktorat Tipidum Jenderal Khrisna Pratama ....

Membaca analisis yang berhasil diungkapkan Anggie kembali membuat hati Agam berdesir. Dadanya terasa sesak sekarang, ia tidak percaya jika ayahnya bisa melakukan semua tindakan melawan hukum seperti ini.

Pistol Glock 17 terkait yang digunakan pelaku tidak ditemukan.

"Ini nggak mungkin! Daddy nggak mungkin .... " Agam kembali menggantungkan kalimatnya. Tiba-tiba ia ingat kejadian lima tahun lalu saat Anggie menyampaikan jika dirinya  dipanggil secara khusus oleh Khrisna di kantornya.

GAYATRIWhere stories live. Discover now