Gayatri | Part 10 | Ragu

200 39 17
                                    

Gayatri mengerutkan dahinya manakala ia melihat siaran berita televisi yang menampilkan kekacauan di kantor kementerian dalam negeri. Bapak menteri yang segera di bawa pergi ke rumah sakit, tempat kejadian perkara di kamar mandi, semua terasa sedikit janggal bagi Gayatri.

Gayatri mengembuskan napas panjang. Satu pertanyaan besar yang ada dalam pikirannya saat ini.

"Apa mungkin itu ... Mas Ghama?" gumamnya.

Usai membereskan semua barang-barangnya dan menyimpan mp3 itu ditempat yang aman, Gayatri segera pergi ke Rumah Sakit Harapan untuk melihat keadaan Khrisna. Gayatri sengaja mengendarai taxi. Sesampainya di rumah sakit, banyak awak media dan petugas yang berjaga di lobi rumah sakit. Ada mimbar khusus yang dibuat oleh pihak rumah sakit untuk memberikan konferensi pers pada awak media mengenai kondisi dari Khrisna.

Gayatri berjalan menuju ruang VVIP tempat Khrisna dirawat, tapi lokasi tersebut dijaga ketat. Gayatri memilih mengalihkan langkahnya menuju kedai kopi tak jauh dari koridor VVIP itu. Ia membeli satu gelas Americano dan satu gelas cokelat panas. Gayatri kembali ke koridor VVIP itu dan melihat Agam sedang berdiri dengan kedua tangan berada di pinggangnya.

Berulang kali Agam mengembuskan napas kasar. Rahangnya tampak mengeras, wajahnya pun terlihat memerah, dan seorang wanita setengah baya sedang mencoba mengusap dada bidang pria itu seolah mencoba menenangkannya.

"Permisi, boleh saya masuk?" pinta Gayatri pada petugas yang berjaga di depan koridor ruang VVIP.

"Maaf, Ibu, selain keluarga, dokter, dan orang yang berkepentingan dilarang masuk."

"Ah, tapi saya .... "

"Aya?"

Agam berjalan mendekat dengan alis yang bertaut ketika melihat Gayatri ada di rumah sakit itu.

"Kamu kesini?" tanyanya heran. "Hmm, dia keluarga, Pak. Dia tunangan saya," ucap Agam seraya tersenyum dan mengulurkan tangannya pada Gayatri saat petugas membuka barikadenya.

"Terima kasih sudah datang. Saya cuma kasih informasi, nggak minta kamu buat datang ke sini," ucap Agam seraya tersenyum tipis.

Gayatri mengulurkan segelas kopi panas yang ia pesan tadi pada Agam. "Saya hanya mau memberikan kopi ini pada komandan. Sepertinya disaat-saat seperti ini komandan butuh kopi."

Agam menatap heran, alis kirinya terangkat satu seraya menerima pemberian Gayatri itu. Hatinya pun menghangat bersamaan dengan kopi yang masuk ke tenggorokannya.

"Terima kasih, kamu paham sekali jika saya butuh ini," ucap Agam lirih.

"Saya dengar beritanya di televisi. Bagaimana kondisi ayah komandan?"

Agam membuang napas kasar. Ia menatap lurus ke depan sebelum kembali mengarahkan pandangannya pada Gayatri.

"Memar di bagian mata dan hidung. Kemungkinan cedera kepala karena terkena benturan keras di lantai. Sudah dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh dan kami masih menunggu hasil observasi dokter," jawab Agam seraya membuang napasnya.

Ia pun duduk di bangku koridor tepat di ruang runggu VVIP. Gayatri pun duduk perlahan di samping atasannya itu.

"Apa kementerian dalam negeri itu tidak memiliki pengamanan yang baik sehingga seorang DPO bisa masuk dengan mudah dan menganiaya menteri?" ucap Agam kemudian.

Gayatri diam sejenak. Ia mencoba menyusun kalimat sebaik mungkin agar tidak membuat Agam salah mengerti atau tersinggung dengan ucapan Gayatri nanti.

"Bagaimana menurut kamu? Bukankah sangat rawan bagi seorang DPO mendatangi kantor sebesar kementerian dan melakukan penganiayaan?" lanjut Agam.

GAYATRITahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon