Gayatri | Part 7 | Boneka

238 40 37
                                    

Gayatri membuang napas kasar menatap berkas kasus kematian AKBP Adji Sulaiman yang sengaja ia bawa ke rumah. Ia juga mencermati setiap anggota dari tim investigasi kejahatan luar biasa yang dulu dipimpin oleh ayahnya itu. Gayatri juga mulai mencari tahu mengenai berita tentang kematian anak ketua komisi pemberantasan korupsi lima belas tahun yang lalu.

Gayatri membuka beberapa laman pencarian tentang kasus tersebut. Ia juga berusaha menyelidiki latar belakang kematian anak dari ketua komisi pemberantasan korupsi, termasuk kasus korupsi yang sedang ditangani kala itu. Tidak ketinggalan, Gayatri juga mulai mencari tahu mengenai pejabat tinggi negara kala itu.

Anak ketua komisi pemberantasan korupsi berinisial RD ditemukan tewas setelah melompat dari atas gedung setinggi lima belas meter di lingkungan sekolahnya ....

Keluarga menyayangkan, polisi menutup kasus kematian RD tanpa autopsi ....

Tidak ada investigasi khusus tentang kasus kematian tersebut. Publik berspekulasi jika hal itu mungkin berkaitan mengenai temuan komisi pemberantasan korupsi tentang mega skandal Bank Neraca ....

Gayatri mengernyit ketika menemukan beberapa berita yang menarik perhatiannya. "Bank Neraca?" gumamnya seraya mengetikkan nama bank tersebut dalam laman pencarian selanjutnya. Tak lama, muncul beberapa artikel mengenai Bank Neraca.

Gayatri menggerutu saat tidak ada satu pun informasi yang dapat ia peroleh mengenai kasus pencucian uang Bank tersebut. Merasa penasaran, Gayatri pun mulai mencari profil dari ketua komisi pemberantasan korupsi kala itu.

Gayatri menyentuh bagian lehernya. Seperti kebiasaannya saat sedang banyak pikiran, Gayatri menyentuh liontin hati yang menggantung di lehernya, tapi ia terkejut saat liontin itu tidak ada ditempatnya.

"Astaga! Kemana kalungku?" gumam Gayatri dengan mata membulat lebar.

Ia mulai mencari di sekitar kamar mandi, kamar tidur, dapur, dan ruang tamu tempat ia membaca berkas. Namun, liontin peninggalan ayahnya itu tidak ia temukan. Gayatri mengusap wajahnya frustrasi. Ia takut jika ada orang lain yang menemukan liontin itu, maka bisa saja identitasnya terbongkar.

Gayatri terkesiap, mengingat saat ia berkelahi dengan pria misterius di rumah sakit kemarin. Gayatri mengumpat kesal. Ia yakin jika liontin itu pasti terjatuh saat ia berduel dengan pria misterius itu.

Gayatri mengambil jaket cardigan panjangnya dan segera keluar kamar apartemennya. Langkahnya terhenti saat ia bertemu dengan Agam yang baru saja keluar dari lift.

Agam mengernyit seraya menyecap kopi dalam gelas cup yang ia bawa.

"Mau kemana malam-malam begini, Aya?" tanyanya seraya tersenyum tipis.

"I-itu lho, Ndan saya kehilangan liontin. Sepertinya terjatuh di rumah sakit saat berduel dengan pria misterius itu."

Agam kembali mengerutkan dahi.

"Sekarang? Ini jam 3 pagi, lho, Aya. Kamu yakin? Apa tidak sebaiknya besok saja?"

Gayatri diam. Ia tampak panik dan sedikit frustrasi. Takut jika liontin itu hilang. Pertama, Gayatri tidak ingin kehilangan satu-satunya pengingat tentang keluarganya. Kedua, Gayatri tidak ingin orang lain mengetahui identitas aslinya.

"Ah, saya ... hanya tidak ingin kehilangan pemberian almarhum orang tua saya satu-satunya, Ndan," ucap Gayatri lirih.

Agam menatap lekat-lekat anak buahnya itu sebelum ia kembali melangkah masuk ke lift.

"Lho, Ndan kenapa ikut turun?" tanya Gayatri bingung.

"Saya antar ke rumah sakit .... " Agam mengerutkan dahinya manakala ia mendengar nada dering pada ponselnya.

GAYATRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang